Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ada PPN 12 Persen dan Opsen BBNKB, Harga Honda Brio Bisa Lebih Mahal Rp 16 Juta
8 Desember 2024 6:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sales and Marketing & Aftersales Director PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy mengungkapkan harga jual Honda Brio bisa naik drastis setelah dikenakan PPN 12 persen dan opsen pajak kendaraan pada awal 2025.
ADVERTISEMENT
Perusahaan katanya tengah mengkalkulasi harga jual setelah penyesuaian komponen pajak tersebut. Honda Brio sebagai model terjangkau mereka, banderolnya akan semakin meroket.
"Kalau 1 persen (kenaikan PPN dari 11 ke 12 persen) kira-kira naik 0,8 persen ya dan opsen itu kira-kira pajaknya naik 5-10 persen, jumlahnya beda-beda," buka Billy saat berkunjung ke kantor kumparan, Kamis (5/12).
"Dan kenaikan Honda Brio itu bisa sampai Rp 10 juta lebih naiknya dan tiap daerah bisa sampai Rp 14 juta, ada juga yang Rp 16 juta," terangnya.
Bila menilik harga Honda Brio Satya yang masuk kategori mobil LCGC (Low Cost Green Car), saat ini dipasarkan mulai dari Rp 167,9 dan Rp 182,8 juta untuk tipe manual. Katakanlah kenaikannya Rp 10 juta, maka berturut-turut harganya menjadi Rp 177 dan Rp 192 jutaan.
ADVERTISEMENT
Semakin mencekik lagi apabila hendak mengincar Honda Brio Satya matik CVT, yang mana merupakan varian terlaris. Banderolnya sekarang Rp 198,3 juta, yang secara psikologi harga masih di bawah Rp 200 juta.
Namun beda halnya setelah ditambahkan pajak tersebut, banderolnya sudah di atas Rp 200 juta, hitungan kasarnya mencapai Rp 208 jutaan. Dengan begitu, boleh dikatakan LCGC tak lagi relevan dengan label penyebutan 'low cost'.
Dengan catatan kenaikan tadi dipukul rata Rp 10 juta. Harga jual bisa bervariasi lagi apabila sesuai perhitungan sebelumnya dan penetapan pungutan pajak daerah yang berbeda, kenaikannya mencapai Rp 16 juta.
Menurut Billy, hal tersebut bisa berdampak pada semakin melemahnya daya beli masyarakat lantaran harga jual kendaraan baru semakin sulit dijangkau, yang efek dominonya pada penurunan penjualan nasional.
ADVERTISEMENT
Adapun kebijakan opsen pajak mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), yang diundangkan pada 5 Januari 2022 dan berlaku tiga tahun setelahnya atau pada 5 Januari 2025.
Berdasarkan beleid tersebut, pemerintah memberikan kewenangan terhadap pemungutan pajak di level pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melalui PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan).
Pemerintah kabupaten/kota berhak memungut opsen BBNKB sebesar dua per tiga atau 66 persen dari BBNKB pemerintah provinsi. Sementara besaran BBNKB yang dipungut tak boleh melebihi 20 persen.
Menurut Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Yohannes Nangoi, ini merupakan tantang berat industri otomotif tahun depan. Sebab di tengah pelemahan daya beli, konsumen justru dibebankan kenaikan pajak untuk membeli kendaraan.
ADVERTISEMENT
"Saat ini berlaku kira-kira 12 sampai 12,5 persen. Kalau (opsen pajak) berlaku sampai misalnya 19 atau 20 persen, naik 6 persen saja itu untuk mobil Rp 200 juta kira-kira dampaknya bisa sekitar Rp 12 juta, ditambah PPN segala macam dampaknya akan berat," kata Nangoi di Jakarta belum lama ini.