Arogansi Pengguna Moge, Bisakah Hilang?

7 November 2020 12:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rombongan konvoi motor besar. Foto: dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Rombongan konvoi motor besar. Foto: dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Masih ingat dalam ingatan beberapa kasus pengguna motor gede (moge) di jalan raya yang bersinggungan dengan kendaraan lain.
ADVERTISEMENT
Sedikit contohnya adalah rombongan Harley Davidson yang menerobos lampu merah di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2015 lalu. Juga ada ulah konvoi Harley tak memberi jalan pada mobil ambulans yang membawa pasien kritis di Gianyar, Bali.
Yang terbaru adalah kasus oknum pengguna moge dari klub Harley Owners Group Siliwangi Bandung Chapter (HOG SBC) yang melakukan kekerasan fisik kepada anggota TNI.
Ilustrasi rombongan moge Harley Davidson. Foto: Northernontario
Pemicunya disebabkan oleh tingkah laku beberapa anggota HOG SBC yang dianggap kurang sopan saat menggelar touring. Berniat memperingati, justru ditanggapi dengan pemukulan hingga 2 TNI tersebut mengalami luka.
Lalu, apakah benar sikap arogansi pengguna moge sudah mendarah daging ketika di jalan raya?
Peserta dan instruktur bersiap melakukan pelatihan Safety Riding Foto: dok. Istimewa
Head of Safety Riding Promotion Wahana Makmur Sejati (WMS), Agus Sani yang juga kerap melatih para pengguna moge mengatakan, dalam satu grup moge biasanya memiliki anggota yang etika kurang baik. Si oknum ini yang kerap kali memanasi anggota lain.
ADVERTISEMENT
"Saya beberapa kali melatih komunitas moge dan dari semua peserta itu ada 1 atau 2 orang yang bisa dibilang biang kerok. Mereka menghasut yang lain untuk tidak tertib, tidak semua pengguna moge seperti itu sebenarnya," kata Agus kepada kumparan belum lama ini.
Peserta Safety Riding sedang bersiap melakukan pelatihan Foto: Bangkit Jaya Putra/kumparan
Oknum moge yang arogansinya meluap, kata Agus, sebenarnya bisa diubah dari pendekatan klub motor masing-masing. Maksudnya, apabila dalam grup moge tersebut memiliki banyak anggota yang santun ketika di jalan, biang kerok ini secara naluri juga akan ikut ke arah yang positif.
"Pendekatan harus dari ketua. Karena biasanya si oknum-oknum ini akan nurut dengan kepalanya. Seperti contohnya waktu itu saya melatih Paspampres, ada satu orang mengarah ke situ saya bicara dengan komandannya lalu akhirnya dia mengikuti instruksi," jelasnya.
ADVERTISEMENT

Sanksi tegas hingga dikeluarkan dari klub

Rolling thunder di Suryanation Motorland 2019. Foto: Bangkit Jaya Putra/kumparan
Sementara senior instructor sekaligus founder dari Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), Jusri Pulubuhu menyebut harus ada pengurus komunitas atau klub motor yang mengambil langkah tegas seperti mengeluarkan anggotanya jika terindikasi punya perilaku tidak baik.
"Punishment yang berat itu memang tidak ada, hanya sebatas dikeluarkan. Tapi dari kejadian banyak klub motor lain yang bersuara untuk oknum tersebut dipidana penjara," kata Jusri.
Rolling thunder di Suryanation Motorland 2019. Foto: Bangkit Jaya Putra/kumparan
Jusri bilang, satu tindakan arogansi yang dilakukan oleh oknum akan berimbas pada pengguna moge lainnya. Meski dalam faktanya tak semua pengguna moge atau klub motor seperti itu.
"Semangat berbagi ketika di jalan itu penting sekali. Jujur saja arogansi ini ada di semua kelompok pengguna kendaraan bermotor, ciri-cirinya ketika mereka berkelompok dan merasa eksistensi dan superiornya tinggi," pungkas Jusri.
ADVERTISEMENT