Bahaya Mengemudi Setelah Konsumsi Obat yang Sebabkan Kantuk

11 Mei 2025 15:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi obat-obatan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi obat-obatan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kerap disepelekan, namun bahaya mengemudi setelah konsumsi obat yang bisa sebabkan kantuk nyata adanya. Ini disampaikan Pendiri sekaligus Instruktur Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), Jusri Pulubuhu.
ADVERTISEMENT
"Oke, obat yang mengandung zat penyebab kantuk bagi yang mengonsumsinya perlu mengetahui bahwa setelah itu tidak diperkenankan mengemudi. Salah satu aktivitas yang dilarang setelah konsumsi obat itu," buka Jusri dihubungi kumparan.
Ini menyambung dari kasus kecelakaan fatal yang terjadi pekan ini, sebuah mobil travel Toyota Hiace dengan nomor polisi D 7838 AV menabrak bagian kanan belakang truk yang ada di depannya. Bodi angkutan penumpang itu rusak sebagiannya.
Kecelakaan terjadi di ruas jalan tol Cisumdawu KM189 arah Cirebon pada pukul 10 pagi. Dilaporkan 3 orang tewas, 4 lainnya alami luka ringan, dan satu dinyatakan luka berat. Sementara pengemudi mobil travel tersebut sedang dalam perawatan di rumah sakit.
Kecelakaan maut yang melibatkan truk box dan mobil travel di Tol Cisumdawu KM 189,Selasa (29/4/202). Foto: PJR Cisumdawu
“Untuk pengemudi travel itu negatif alkohol, narkotika, tapi dia habis mengkonsumsi obat diabet. Jadi mungkin mengandung obat tidur ya itu,” ungkap Kasi Humas Polres Sumedang, AKP Awang Munggardijaya saat dikonfirmasi.
ADVERTISEMENT
Mengetahui itu, Jusri kembali mengingatkan agar tidak mengambil risiko berkendara setelah baru saja konsumsi obat yang bisa menyebabkan gejala kantuk. Terutama untuk seseorang yang berprofesi sebagai pengemudi.
"Ini karena hubungannya dengan aktivitas berkendara, artinya ia bergerak. Mungkin kalau di kantor atau apa itu masih aman setelah konsumsi obat yang sebabkan kantuk, pengemudi harus paham soal ini, apalagi jika menyangkut profesi," jelasnya.
Jusri turut menyoroti perusahaan jasa angkutan orang atau transportasi umum agar lebih memperhatikan riwayat penyakit yang diidap pengemudinya. Apalagi, profesi ini identik dengan waktu istirahat yang kurang.
Ilustrasi mengantuk saat mengemudi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Tidak hanya sekadar keselamatan, tetapi bagi korporasi ini juga penting untuk keberlanjutan usahanya dia. Ingat, aktivitas fisik yang paling banyak menyebabkan kecelakaan di dunia ini terjadi di jalan raya. Itu nomor satu, jadi seharusnya kita perlu bijak mengenai ini," terangnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu gejala kantuk yang karib menghantui para pengemudi di jalan raya, seperti ruas tol panjang dan lengang adalah microsleep atau momen hilangnya kesadaran atau perhatian seseorang karena kondisi dan kebugaran tubuh yang menurun.
"Microsleep itu terjadi begitu cepat, hanya sekitar 5-10 detik. Tetapi masalahnya, apabila ini terjadi saat kita bergerak pada kecepatan tinggi, maka potensi dampaknya sangat mengerikan. Bayangkan saja, misalnya saat sedang dalam posisi berkendara dengan kecepatan 100 km/jam, lalu terjadi microsleep itu kita sudah melewati sekitar 27 meter dengan keadaan mata tertutup. Bagaimana kalau lebih dari itu," imbuhnya.
"Atau misalnya hanya 80 km/jam, itu satu detiknya sudah sekitar 22 meter. Ini sangat panjang, kendaraan kalau sudah hilang kendali 2 meter saja, mengendalikannya sangat susah bisa tabrak sana sini," pungkas Jusri.
ADVERTISEMENT