Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Belajar dari Kecelakaan Pikap di Tangerang
26 November 2018 14:12 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Akibat kejadian itu, pikap yang mengangkut 20 santri Pondok Pesantren Miftahul Huda, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat mengalami luka-luka dan beberapa tutup usia.
Pendiri sekaligus Instruktur Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC) Jusri Pulubuhu menilai kejadian itu merupakan buah dari lemahnya pemahaman masyarakat akan keselamatan berlalu lintas .
"Pastinya ini indikasi lemahnya pemahaman keselamatan lalu lintas, karena ini bukan pertama kali, tapi sering, sering, dan sering terjadi, karena apa, tidak ada tindakan lebih lanjut, penegak hukum atau pemerintah hanya melihat penyebabnya langsung bukan penyebab dasarnya," buka Jusri saat dihubungi kumparanOTO, Senin (26/11).
Menurutnya, ada dua hal yang harus dievaluasi. Pertama dari sisi kendaraan yang tidak diperuntukkan untuk mengangkut orang, apalagi jumlahnya yang melebihi kapasitas.
ADVERTISEMENT
"Dari sisi kendaraan sebenarnya tidak diperuntukkan untuk angkut penumpang. Kalau over capacity maka seluruh komponen kendaraan tidak bekerja secara optimal, ada gaya dinamika yang terjadi pada sistem setir, suspensi, ban dan lain-lain maka akan mudah hilang kendali," sambungnya.
Kemudian dari sisi pengemudi yang harus ditindak lebih jauh dari unsur legalitasnya sebagai pengemudi mobil barang.
"Angkutan penumpang atau barang dengan angkutan umum persyaratannya ada dua hal, satu berumur 18 tahun, kemudian harus memiliki SIM minimal satu tahun, nah ini yang perlu diperiksa apakah SIM-nya legal atau tidak," imbuh Jusri.
Aturan mobil barang
Bila merujuk Undang-Undang, mobil bak terbuka atau pikap dikelompokkan ke dalam mobil barang sesuai Pasal 5 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
ADVERTISEMENT
Isinya mengatur bahwa kendaraan berjenis mobil barang meliputi, mobil bak muatan terbuka, mobil bak muatan tertutup, mobil tangki, dan mobil penarik.
Sedangkan pada Pasal 1 poin 7 dalam aturan yang sama menjelaskan, mobil barang adalah kendaraan bermotor yang dirancang sebagian atau seluruhnya untuk mengangkut barang.
Namun ada pengecualian mobil barang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk mengangkut orang seperti pada Pasal 137 ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi:
a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;
b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.
ADVERTISEMENT
Adapun kepentingan lain yang tertulis adalah kepentingan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan keamanan, sosial, dan keadaan darurat yang disebabkan tidak dapat menggunakan mobil penumpang atau mobil bus.
Hanya saja bila merujuk toleransi atau keringanan mobil barang dapat digunakan sebagai angkutan penumpang, Jusri menjelaskan sebaiknya harus dihapuskan, karena kurangnya aspek keselamatan pada mobil jenis tersebut.
"Harusnya sesuatu yang menyangkut keselamatan itu tidak ada pengecualian, kalau itu tidak dibereskan maka kecelakaan serupa akan terus terjadi," tutup Jusri.