Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Mengoperasikan ponsel atau bermain HP, merupakan aktivitas yang berbahaya bagi pembonceng sepeda motor atau bocengers. Namun sayangnya, perilaku seperti ini sudah menjadi kegiatan lumrah.
ADVERTISEMENT
Iya, mereka yang melakukannya punya banyak alasan, mulai dari kebutuhan pekerjaan, mengabari pacar atau keluarga, bermain game, atau hanya sekadar update di media sosial.
Namun, seperti dijelaskan oleh Instruktur & Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, pembonceng yang bermain gawai ketika motor sedang melaju, punya pengaruh besar terhadap risiko ketika menghadapi situasi buruk di jalanan (kecelakaan).
“Walau tugas utama mengoperasikan sepeda motor adalah pengemudi, tapi pembonceng juga harus ikut berkonsentrasi ketika berkendara terlebih terhadap cara, dan gaya membawa kendaraan si pengemudi tersebut. Jadi ketika si pembonceng asyik dan fokus dengan HP-nya, kondisi berbahaya tak akan bisa diminimalisir olehnya,” kata Jusri saat kepada kumparan, Senin (28/10).
Lebih lanjut, Jusri menjelaskan pembonceng harus mengikuti dinamika saat berkendara. Maksudnya harus paham soal duduk yang benar, fokus dengan gerakan pengemudi, mengetahui ketika pengemudi membuka gas maupun menekan pedal rem.
ADVERTISEMENT
“Kalau itu tidak dilaksanakan, dia (pembonceng) akan memberikan kontribusi kesalahan kepada pengemudi. Artinya ketika pengemudi terasa terancam dan harus membelokkan kendaraan ke kanan, badan penumpang tak mengikuti gerakan ini maka itu akan menyulitkan pengendara. Dan ketika pengemudi hilang kendali pembonceng yang asyik main HP tak akan menyadari itu,” tutur Jusri.
Ketika terjadi kecelakaan, lanjut Jusri, pembonceng akan mengalami cedera yang lebih serius dari pada pengemudi. Hal ini dikarenakan pembonceng biasanya tak punya gerakan antisipasi yang lebih luas ketimbang pengemudi. Oleh karena itu, agar mengurangi resiko dan cedera berlebih, dirinya menyarankan untuk menunda bermain gawai ketika berkendara.
“Faktanya dari 10 kasus kecelakaan saat berboncengan, 6 di antaranya pembonceng mengalami risiko cedera lebih parah. Nah, ketika ditambah memainkan ponsel, fokus (pembonceng) saat berkendara akan hilang, selanjutnya ditambah posisi duduk yang tidak benar. Karena penumpang tak tahu apa yang dihadapi pengemudi pada situasi kecelakaan atau bermanuver mendadak," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Situasi lebih parah sering kali dialami oleh pembonceng karena terkejut, dengan kondisi yang tak direspons secara tepat oleh inderanya. Iya baik itu penglihatan maupun pendengaran. Sementara pengemudi punya antisipasi yang lebih besar, karena sudah tahu dan lebih sigap ketika menghadapi situasi berbahaya.
“Contohnya, ketika terjadi kecelakaan tabrakan dengan kecepatan 60 km/jam, penumpang otomatis akan terpental dengan kecepatan yang sama yakni 60/km jam. Sedangkan si pengendara tak seperti itu, karena tertahan oleh komponen seperti kemudi pada motor,” ujar Jusri.
Konsentrasi adalah hal mutlak yang harus dilakukan setiap orang ketika berkendara. Bahkan hal ini dituangkan dalam Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi,”
ADVERTISEMENT
Mengacu pada pasal 283 No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan. Setiap pelanggaran yang berkaitan dengan ketidak konsentrasian bisa dikenakan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu.
Bagaimana, masih nekat main gawai ketika boncengan atau berkendara?