Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Isu pengenaan tarif cukai untuk emisi karbon kendaraan bermotor terus bergulir. Wacana tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat Rapat Kerja bersama Komisi XI DRP RI, Rabu (19/2).
ADVERTISEMENT
Menurut Sri Mulyani, pengurangan konsumsi kendaraan bermotor beremisi karbon lebih tepat jika menggunakan cukai emisi dibanding pajak PPnBM yang hanya mengatur besaran pajak berdasarkan kubikasi tanpa timbal balik insentif.
Sementara Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin, mengatakan usulan pengendalian emisi dengan skema cukai sudah diusung sejak 2010. Menurutnya, cukai emisi harus segera diterapkan salah satunya untuk mempercepat ekosistem pasar Low Carbon Electric Vehicle (LCEV).
“Reformulasi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) harus dilakukan sehingga nantinya hanya dikaitkan dengan tingkat kemewahan kendaraan dan tidak perlu dicampuradukkan dengan ketentuan emisi karbon,” kata Ahmad Safrudin di kantor KPBB, Jumat (28/2).
Menurut Safrudin, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi memiliki tren yang terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi kendaraan. “Faktanya, berdampak pada peningkatan emisi CO2 dan penyusutan energi, lalu menjadi beban APBN dan kontributor utama defisit neraca perdagangan yang mengganggu sistem moneter,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dengan skema PPnBM, pengendalian CO2 dinilai tidak efektif karena harga jual LCEV—hybrid dan listrik—tetap lebih tinggi dari kendaraan konvensional sehingga gagal menstimulasi pasar.
Oleh karena itu, upaya penurunan emisi karbon kendaraan bermotor dapat dipercepat dengan cukai emisi berdasarkan standar konsumsi BBM (fuel economy standard/FES) 20km/L, setara dengan standar karbon 118 grCO2/km.
Artinya produsen harus mengembangkan teknologi kendaraan bermotor yang mampu berjalan sejauh 20 km dengan 1 liter BBM dan standar karbon 118 grCO2/km.
“Kendaraan dengan level karbon (grCO2/km) lebih rendah dari standar akan dapat diskon harga dari insentif yang didapat dari cukai atau denda kendaraan yang melebihi standar karbon,” jelasnya.
Sehingga, lanjut Safrudin, kendaraan dengan level CO2 terendah—hybrid dan listrik—akan punya harga terjangkau tanpa harus menurunkan kualitas teknologi dan fitur keselamatan. “Kalau skemanya seperti ini kendaraan akan dikejar konsumen, produsen akan berbondong-bondong memproduksinya,”pungkasnya.
ADVERTISEMENT