Dasar Hukum Pemerintah Bisa Dituntut Karena Abaikan Jalan Rusak

2 Juli 2024 6:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengendara mobil melintas di antara jalan berlubang yang tergenang air di jalan terusan Ryacudu Jati Agung, Lampung Selatan Lampung, Rabu (3/5/2023). Foto: Ardiansyah/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pengendara mobil melintas di antara jalan berlubang yang tergenang air di jalan terusan Ryacudu Jati Agung, Lampung Selatan Lampung, Rabu (3/5/2023). Foto: Ardiansyah/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fasilitas jalan yang digunakan oleh masyarakat, umumnya harus dalam kondisi yang normal dan tidak rusak. Hal tersebut untuk menghindari kecelakaan yang mungkin saja terjadi bila jalan rusak.
ADVERTISEMENT
Tak jarang, faktor cuaca atau beban kendaraan berlebih bisa mengakibatkan jalan rusak. Kalau dibiarkan kondisi itu sangat mungkin membuat pengendara khususnya pengendara motor hilang kendali dan terjatuh akibat lubang jalan yang rusak.
Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum sekaligus mantan Kasubdit Penegakkan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto menjelaskan, pemerintah atau penyelenggara jalan bisa dituntut jika tidak memperbaiki jalan yang rusak.
Pengendara melintasi Jalan DR. Siwabessy yang rusak dan ditanami pohon pisang di Telanaipura, Jambi, Selasa (4/4/2023). Foto: Wahdi Septiawan/Antara Foto
Budiyanto memaparkan, aturan hukumnya tertuang dalam pasal 24 Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang berbunyi :
(1) Penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
(2) Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, terkait ketentuan pidananya, Budiyanto mengatakan aturannya sudah diatur dalam 273 Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang LLAJ, yang bunyinya:
(1) Setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/ atau kerusakan kendaraan dan/ atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda Rp 12.000.000 (dua belas juta Rupiah).
(2) Apabila mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000 (dua puluh empat juta Rupiah).
(3) Apabila mengakibatkan meninggal dunia, dipidana dengan pidana 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120.000.000 (seratus dua puluh juta Rupiah).
ADVERTISEMENT
(4) Penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu-rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki, dipidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu Rupiah).
Mobil dinas Presiden Joko Widodo melintas di jalan yang rusak saat meninjau jalan rusak di Kampung Rama Nirwana, Seputih raman, Lampung Tengah, Lampung, Jumat (5/5/2023). Foto: Ardiansyah/Antara Foto
“Yang disebut penyelenggara sesuai dengan kelas jalan. Jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten atau kota,” kata Budiyanto saat dihubungi kumparan, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut jika masyarakat menemukan jalan rusak bisa melaporkannya ke instansi terkait. “Lapor ke penyelenggara jalan. Untuk jalan nasional ke Kementerian PUPR, jalan provinsi ke Gubernur, dan seterusnya,” ujarnya.
Lalu, untuk masyarakat yang menjadi korban jalan rusak bisa melaporkan ke polres. “Nanti ditangani Unit Laka Lantas,” tuntasnya.