Etika Ngecas di SPKLU: Sering Cek Aplikasi hingga Pindahkan Bila Daya Penuh

31 Desember 2024 12:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mobil listrik Neta V di SPKLU TMII. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mobil listrik Neta V di SPKLU TMII. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengamat Otomotif dan Akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu menekankan pentingnya memahami etika penggunaan fasilitas Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum atau SPKLU.
ADVERTISEMENT
"Fenomena penggunaan SPKLU sebagai tempat parkir seperti rest area atau public facilities semakin marak terjadi, terutama saat musim liburan ini. Bukan hanya bagi pengguna mobil bensin, tetapi juga pemilik mobil listrik," kata Yannes kepada kumparan akhir pekan kemarin.
Fasilitas SPKLU yang biasanya diletakkan bersama dengan area strategis atau tempat parkir umum, rentan dimanfaatkan pengguna kendaraan yang tak mengisi daya listrik. Terutama jika adanya peningkatan jumlah kunjungan yang membuat area parkir terbatas.
"Jadi perlu segera disusun model kerja sama antara pemerintah, pengelola jalan tol, operator SPKLU, hingga masyarakat pengguna mobil listrik bahwa SPKLU adalah fasilitas pengisian daya, bukan sebagai tempat parkir," imbuh Yannes.
Ilustrasi mobil listrik terparkir di SPKLU. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Tak sedikit yang menganggap bahwa SPKLU adalah tempat parkir khusus mobil listrik. Padahal, Yannes bilang SPKLU mirip dengan SPBU biasa yakni sebagai tempat hanya untuk mengisi daya listrik.
ADVERTISEMENT
Alurnya pemilik mobil listrik datang ke SPKLU, membeli token listrik atau keluaran daya yang dibutuhkan, kemudian mengisi daya ke mobil listrik, selanjutnya pemilik diharuskan memindahkan mobilnya ke tempat parkir jika sudah selesai melakukan pengisian.
"Jadi permasalahan ini tampaknya kurang diantisipasi para operator SPKLU, kita sejauh ini baru fokus memperbanyak titik dan jumlah infrastrukturnya. Pendekatan human factor untuk antisipasi perilaku pengguna masih belum," papar Yannes.
Yannes juga membeberkan ada beberapa alasan yang membuat pemilik mobil listrik tidak memindahkan mobilnya ketika sudah selesai melakukan pengisian daya. Seperti jarang memeriksa notifikasi aplikasi SPKLU.
Ilustrasi charging station atau SPKLU. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
"Notifikasi pada aplikasi PLN sebatas pemberitahuan, tanpa ada mekanisme lanjutan untuk mendorong pengguna memindahkan kendaraan. Hal ini membuat SPKLU PLN rentan terhadap penyalahgunaan, terutama jika notifikasi diabaikan pengguna," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Jika hal tersebut dibiarkan, Yannes bilang tentunya akan sangat mengganggu dan menghambat proses pengisian daya untuk mobil listrik lainnya. Terutama jika SPKLU berada di area yang ramai pengunjung.
"Beberapa operator lain ada yang menambahkan fitur proaktif, seperti permintaan langsung kepada pengguna untuk memindahkan mobilnya (jika sudah selesai melakukan pengisian daya). Tampaknya memang perlu ada kolaborasi antar operator SPKLU," jelas Yannes.
Salah satu aplikasi operator SPKLU yang ada di Indonesia bahkan memiliki kebijakan denda berupa penambahan biaya penalti bagi pemilik mobil listrik yang tak kunjung mencabut colokan ketika pengisian daya dinyatakan selesai.
"Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa langkah yang harus dilakukan pengelola SPKLU. Mulai dari meningkatkan petugas pengawasan dan penegakan aturan, termasuk penerapan denda bagi pengendara yang menyalahgunakan fasilitas tersebut sebagai tempat parkir tanpa melakukan pengisian daya," pungkas Yannes.
ADVERTISEMENT
***