Fakta, Konsumen BBM Subsidi Pertalite dan Biosolar Justru Kalangan Mampu

15 September 2024 12:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melayani pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melayani pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi
ADVERTISEMENT
Bahan Bakar Minyak atau BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Biosolar hingga kini masih tidak tepat sasaran. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memaparkan, 80 persen produk ini dinikmati kalangan mampu.
ADVERTISEMENT
Konsumsi bahan bakar yang disubsidi tersebut selama tahun 2022 totalnya mencapai 19 juta kiloliter. Biosolar lebih bengkak lagi, angka konsumsinya pada tahun yang sama mencapai 15 juta kiloliter dengan, yang mana 95 persen pembelinya dalam kategori kelompok mampu.
"Jadi, yang menjadi isu, ternyata subsidi BBM ini bukan dinikmati golongan menengah bawah, tapi sebenarnya banyak dinikmati sama menengah atas," buka Deputi bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin di Jakarta.
Padahal, negara mengeluarkan anggaran yang tak sedikit untuk mendanai subsidi serta kompensasinya terhadap BBM khusus tersebut. Data yang dipaparkan dari tahun 2019 hingga 2023, rata-rata dana yang dikeluarkan mencapai Rp 119 triliun per tahun.
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di SPBU 74.931.04 Tapak Kuda, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (12/4/2022). Foto: Jojon/ANTARA FOTO
Bahkan pada tahun 2022 lalu, pemerintah perlu merogoh kocek hingga Rp 292 triliun hanya untuk subsidi Pertalite dan Biosolar. Pihaknya tengah menyiapkan langkah-langkah konkret guna semakin membatasi akses kalangan mampu untuk konsumsi BBM bersubsidi.
ADVERTISEMENT
"Kita lihat hari ini penyaluran BBM subsidi yang harusnya dinikmati golongan yang ekonominya lebih rentan atau lemah, ternyata malah dinikmati golongan lebih kuat. Jadi, perlu dibuat subsidinya ini lebih tepat sasaran," imbuh Rachmat.
Adapun, penggunaan kendaraan pribadi saat ini mayoritas dari kalangan mampu. Menjadi alasan penyerapan BBM bersubsidi tidak tepat sasaran menjadi besar. Rachmat bilang, masyarakat kalangan kurang mampu lebih memilih naik transportasi umum.
"Pertanyaannya kalau ditanggung negara terus, angka APBN naik, dan tidak tepat sasarannya lebih tinggi. Alangkah baiknya kalau kita tanggung di APBN, dan dibuat lebih tepat sasaran," jelasnya.
Pengendara sepeda motor mengantre membeli bahan bakar Pertalite di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (30/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Temuan mengejutkan lainnya, sepeda motor ternyata merupakan golongan penerima manfaat subsidi BBM paling rendah. Sebab, akumulasi total konsumsinya lebih sedikit jika dibandingkan dengan mobil.
ADVERTISEMENT
Rata-rata, estimasi dari Kemenko Marves, pembeli bahan bakar Pertalite bisa menerima subsidi sebesar Rp 1.600-2.000 per liternya. Sedangkan untuk Biosolar, setiap pembelian bisa mendapat manfaat subsidi sebesar Rp 5.000 per liter.
"Misalnya orang naik motor pakai bensin tertentu menikmati subsidi BBM Rp 1. Tapi orang pakai LCGC akan dapat Rp 4, low MPV Rp4,6, MPV Rp 5, SUV diesel Rp 10,9-Rp 13,1, diesel itu tidak ada LCGC-nya, enggak ada mobil murah. Motor cuma R p1, diesel sampai Rp 13. Itu kita pikir perlu kita align-kan," pungkas Rachmat.
Melihat fakta tersebut, wacana sementara ini pemerintah akan melakukan pembatasan pembelian BBM bersubsidi dengan skema acuan kapasitas mesin mobil tertentu. Kubikasi 1.400 cc atau di atasnya tidak bisa membeli Pertalite dan untuk diesel 2.000 cc atau di atasnya dilarang keras mengakses solar subsidi.
ADVERTISEMENT
"Anggaplah skenario yang beredar di media itu benar, maka dampaknya tidak sampai 10 persen terhadap kendaraan (di Indonesia)," tandas Rachmat.
***