Harga Mobil Baru Makin Mahal, Tak Sebanding dengan Kenaikan Pendapatan

11 Juli 2024 12:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo meninjau pameran GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2021 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang, Rabu (17/11). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo meninjau pameran GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2021 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang, Rabu (17/11). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia, Riyanto menyoroti penyebab harga mobil baru di Tanah Air lebih tinggi daripada pendapatan masyarakat. Menjadi salah satu sebab penjualan mobil anyar mandek dalam waktu cukup lama.
ADVERTISEMENT
"Gap antara harga mobil (baru) dan pendapatan per kapita, harga Avanza tahun 2013 itu berkisar Rp 170 jutaan, sekarang Rp 255 jutaan. Ini menandakan ada masalah, kenaikan lebih besar dari pada pendapatan per kapita," ujar Riyanto di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (10/7).
Menurut Riyanto, pertumbuhan pendapatan per kapita alami perlambatan sejak tahun 2012 hingga tahun 2022-2023 dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Rapor itu, tidak sebanding dengan harga mobil baru yang terus melambung setiap tahunnya.
"Perbandingan dengan negara lain sudah membandingkan kalau pendapatan 2021 masih sekitar USD 4.000, sekarang USD 4.800. Tapi, dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, masih kalah jauh," imbuhnya.
Pekerja melintas di pelican crossing di kawasan perkantoran Sudirman, Jakarta, Rabu (26/4/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Kalau pendapatan per kapita kelompok naik, itu potensi luar biasa. Jangan heran, pabrikan tergiur apalagi pendapatan per kapita pada level USD 6.000," terang Riyanto.
ADVERTISEMENT
Dirinya memaparkan perbandingan rasio pertumbuhan pendapatan per kapita periode tahun 2000-2013 yang mampu mencapai 28,26 persen. Sedangkan, periode 2013-2022 hanya bisa tumbuh sebesar 3,56 persen yang menyebabkan penjualan mobil baru selama 2013-2022 rata-rata minus 1,6 persen setiap tahunnya.
"Jadi konsisten, penyebabnya adalah harga mobil tidak terjangkau oleh pendapatan per kapita. Kenaikan harga mobil 2013-2022 itu misalnya, MPV entry low per tahun 7 persen lebih rendah dari rata-rata inflasi," jelas Riyanto.
Senada dengan Riyanto, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo Kukuh Kumara menyebut, ada faktor lainnya yang membuat harga mobil baru terus meningkat yaitu pengenaan beban pajak daerah di Indonesia.
Mobil-mobil LCGC di Indonesia. Foto: istimewa
"Kalau harga mobil (baru), diskusi dengan Pemda karena BBNKB menjadi isu itu yang membuat harga mobil luar biasa mahal. Kalau ditotal bisa 30-40 persen adalah bentuk pajak, rata-rata pendapatan Pemprov 80 persen dari pajak kendaraan bermotor," terangnya di tempat yang sama.
ADVERTISEMENT
Kukuh mengakui, minat masyarakat untuk membeli mobil baru sebenarnya sangat ada, hanya saja pilihannya kini sangat terbatas dan merujuk pada segmen tertentu. LCGC misalnya, dengan produk-produk di bawah Rp 200 juta mampu menyumbang 20 persen total pangsa pasar otomotif nasional.
"Jadi gaung di masyarakat adalah LCGC. Padahal LCGC ini menarik, sekarang kena 3 persen, dulu 0 persen. Kami pertimbangkan LCGC bukan barang mewah, apakah mungkin bisa diberikan insentif karena ini market-nya cukup besar," katanya.
Dia berharap, pemerintah mau mempertimbangkan kembali bentuk-bentuk stimulus baru agar penjualan mobil anyar di Indonesia bisa bertambah. Diakui Kukuh, potensinya masih sangat besar, terutama untuk daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Toyota Calya dan Avanza di GIIAS 2023. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
"Muncul isu generasi milenial itu tidak tertarik (beli) mobil (baru), (maunya) pakai Grab (taksi online). Tapi, ternyata masih ada minat, walau ada perbedaan xyz tetapi masih ada potensi di sana," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Kukuh bilang, kemungkinan penjualan mobil baru di pulau Jawa akan bergeser ke luar dalam 15-20 tahun. Menurutnya, ini menjadi kesempatan untuk mengembangkan potensi pasar baru di daerah-daerah Indonesia lainnya.
"Pulau Jawa tinggal 53 persen, walau pun volume masih tinggi. Mungkin ini salah satu cara kita untuk mempertahankan penjualan tidak hanya satu juta unit saja dengan memulihkan (pasar) pulau Jawa dan mengembangkan luar daerah," pungkasnya.
"Karena kalau ekonomi bagus, kebutuhan mobilnya juga bagus. Pemerintah Daerah juga datang bagus tertarik forecast karena ada pajak daerah," tutur Kukuh.
***