Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Tes psikologi untuk pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM ) di wilayah Polda Metro Jaya baru diwajibkan untuk kendaraan penumpang umum dan angkutan barang. Golongan SIM tersebut meliputi SIM A Umum, SIM B I Umum, dan SIM B II Umum.
ADVERTISEMENT
Menurut Kasi SIM Subdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Lalu Hedwin, penerapan tes psikologi masih diprioritaskan untuk kendaraan umum dan barang karena menyangkut masalah keselamatan dan dimensi kendaraan yang lebih besar.
Sementara untuk kendaraan pribadi seperti sepeda motor masih dalam tahap pengkajian. Di samping itu, terbatasnya fasilitas tes psikologi di Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) SIM juga menjadi kendala.
"Masih dalam tahap pengkajian, memang kecelakaan lalu lintas kendaraan pribadi, apalagi motor cukup tinggi. Itu (tes psikologi motor) nanti memang perlu ke depan akan ada," ujar Hedwin saat dihubungi kumparan, Selasa (10/3).
Namun, Hedwin belum bisa mengungkapkan kapan tes psikologi untuk motor bisa diterapkan.
"Kami masih menunggu petunjuk Korlantas, nanti sarana prasarana tes psikologi di satpas harus siap juga, tidak bisa asal-asalan," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Pakar Transportasi, Jusri Pulubuhu, tes psikologi juga menjadi syarat wajib untuk pembuatan SIM C. Pertimbangannya, saat ini populasi sepeda motor membuat lalu lintas semakin semrawut dan berkontribusi besar kepada kecelakaan lalu lintas.
"Seharusnya memang dipertimbangkan agar kendaraan pribadi khususnya motor juga perlu tes psikologi, karena motor jauh lebih berbahaya jika terjadi kecelakaan karena kurangnya kompetensi pengendaranya dalam berlalu lintas," kata Jusri kepada kumparan, Selasa sore (10/3).
Berdasarkan data Korlantas Polri, kecelakaan sepeda motor di Indonesia menyumbang persentase mencapai lebih dari 70 persen. “Sepeda motor adalah kendaraan yang paling rentan. Korban meninggal dan cacat di atas 65 persen,” kata Dirkamsel Korlantas Polri Brigjen Pol Chryshnanda DL kepada kumparan beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sambung Jusri, implementasi tes psikologi SIM harus benar-benar bertujuan untuk menekan angka kecelakaan. Tidak sekadar menjadi jadi prasyarat, tapi substansi dan metodenya harus berkualitas.
"Nah ini substansinya bagaimana, sama tidak dengan psikotes yang menganalisis kestabilan emosi, berinteraksi dengan lingkungan sekitar, bertahan dari intimidasi pengendara lain, di situ yang dilihat. Jangan melaksanakan begini tapi akhirnya justru menimbulkan stigma buruk bagi proses pembuatan SIM," pungkasnya.