Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kemenperin Gagas Carbon Trading, Apresiasi Pabrikan Otomotif yang Turunkan Emisi
30 April 2021 9:31 WIB
ADVERTISEMENT
Menurunkan emisi karbon jadi pekerjaan rumah pemerintah. Indonesia komitmen dalam COP 21 di Paris, akan menurunkan emisi gas rumah kaca (CO2) sebesar 29 persen pada 2030.
ADVERTISEMENT
Sektor yang paling didorong untuk bisa mereduksi emisi gas buang adalah transportasi, yang menjadi penyumbang terbesar.
Berbagai kebijakan ditelurkan, mulai dari Euro4, B30, B100, sampai insentif pajak kendaraan listrik. Bahkan ada lagi yang sedang diusulkan adalah carbon trading .
Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam Mesin Alat Transportasi, dan Elektronik (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier menyebut, instrumen tersebut tentunya sebagai apresiasi terhadap perusahaan, khususnya pabrikan otomotif yang berhasil menurunkan emisi karbon.
"Di luar negeri tentu sudah ada carbon trading, nah itu nanti juga bisa digagas di Indonesia. Otoritasnya di Kemenkeu, tapi kami memberikan masukan bahwa itu ide bagus," ucapnya kepada kumparan beberapa waktu lalu.
Jadi melalui perdagangan karbon di dalam negeri, pemerintah bisa memberikan satu apresiasi kepada siapa pun, masyarakat atau industri yang bisa mengurangi karbon. Ada reward yang bisa diberikan dan bisa diperjual belikan (carbon credit).
ADVERTISEMENT
Skema tersebut bisa implementasi ke daerah-daerah. Taufiek memberikan contoh Kanada, yang di tiap provinsinya sudah mendesain konsep tersebut.
Bila di 33 provinsi Indonesia ada gelombang mengurangi carbon emission sangat bagus. Upaya itu di reward, dengan bentuk kembalian dan sebagainya sebagai modal investasi di daerah itu.
"Jadi lingkungannya bersih, teknologi yang digunakan juga bersih, trus masyarakat juga dapat untung," ucapnya.
Apresiasi peningkatan teknologi otomotif
Melalui PP 73 mengenai PPnBM kendaraan bermotor kini sudah berbasis emisi karbon . Jadi bisa diukur, berapa nilai karbon yang keluar per gram per kilometer.
Di Eropa standarnya masuk 95 g/km, yang itu bisa in-line dengan program Euro 4 di Indonesia. Dan itu semua membutuhkan teknologi yang lebih maju lagi.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya kata Taufiek, teknologi secara langsung dan tak langsung akan mengikuti perubahan lingkungan.
"Semakin canggih teknologinya, maka bisa menyerap atau mengeluarkan carbon sedikit mungkin, dan tentunya harus ada apresiasi untuk upaya tersebut," ucapnya.