kumparan NEV Summit 2025: Pengembangan Teknologi Baterai Kendaraan Listrik

3 Mei 2025 17:15 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
kumparan New Energy Vehicle (NEV) Summit 2025.  Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
kumparan New Energy Vehicle (NEV) Summit 2025. Foto: kumparan
Pertumbuhan kendaraan elektrifikasi di pasar otomotif nasional menjadi peluang bagi Indonesia membangun kemandirian dan daya saing industri Battery Electric Vehicle (BEV). Terutama penguasaan teknologi baterai.
Lewat gelaran kumparan New Energy Vehicle (NEV) Summit 2025, publik dapat mengetahui lebih dalam perkembangan isu terkini melalui panel diskusi khusus yang bertajuk 'Pengembangan Teknologi Baterai Kendaraan Listrik'.
Sesi gelar wicara ini akan dihadiri langsung oleh Hafsah Halidah yang merupakan seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan ada Dr. Ir. Agus Purwadi sebagai Akademisi & Peneliti Baterai, Institut Teknologi Bandung (ITB).
Fokus diskusi yang disorot adalah bagaimana proses teknologi baterai BEV dari hulu ke hilir. Indonesia sendiri telah mencatat tonggak penting dengan dimulainya produksi massal baterai kendaraan listrik oleh HLI Green Power pada April 2024.
kumparan New Energy Vehicle Summit 2025. Foto: Dok. kumparan
Serta dukungan investor asing seperti Zhejiang Huayou Cobalt menandai dinamisnya perkembangan industri ini. Namun pengembangan baterai bukan hanya soal investasi, melainkan juga ketahanan teknologi, kesiapan ekosistem, dan keberlanjutan rantai pasok.
Setidaknya ada beberapa hal yang akan digali dari panel diskusi ini yaitu pertama daya saing BEV dan ICE (Internal Combustion Engine) berdasarkan total biaya kepemilikan (total cost of ownership) dan break-even point atau BEP.
Kemudian pembahasan strategi pengembangan teknologi baterai lokal, termasuk potensi baterai generasi lanjut seperti solid-state battery. Sampai hilirisasi nikel nasional untuk mendukung kebutuhan baterai domestik dan ekspor.
Tidak lupa, tantangan pasar sekunder baterai, seperti proses daur ulang, remanufaktur, dan ekosistem mobil listrik bekas. Hingga peran riset dan akademisi dalam membangun ekosistem industri baterai dari hulu ke hilir.
Topik ini dinilai penting karena kebutuhan baterai domestik diproyeksikan mencapai 108,2 GWh pada 2030, sementara kapasitas saat ini baru sekitar 373 GWh, menciptakan potensi investasi dan kolaborasi riset yang besar.
Belum lagi, pemerintah juga menargetkan pembangunan lebih dari 48.000 SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) dan hampir 200.000 SPBKLU (Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum) untuk mendukung ekosistem BEV.
Namun, ekosistem tidak akan matang tanpa penguatan sisi teknologi, efisiensi biaya, dan keberlanjutan. Panel ini akan membuka ruang diskusi terbuka antara ilmuwan, akademisi, dan pelaku industri untuk menjawab pertanyaan besar: bisakah Indonesia menjadi pemain utama dalam rantai pasok baterai global?
Jangan lewatkan sesi penting ini dalam kumparan NEV Summit 2025, tempat berbagai inovasi dan strategi bertemu untuk mempercepat penguasaan teknologi baterai yang akan menggerakkan masa depan kendaraan Indonesia.
***