Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, apakah mobil berbasis listrik benar-benar bisa menjadi solusi dalam konteks efisiensi dan bisa mengurangi produksi emisi gas buang. Apalagi Indonesia masih sangat bergantung pada pembangkit listrik dengan energi fosil.
Mengacu data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kontribusinya pembangkit listrik terhadap bahan bakar fosil mencapai 85,31 persen, yang mana batu bara menjadi penyumbang terbesar yakni 49,67 persen. Sebagai catatan, total kapasitas listrik secara nasional mencapai 70.900 MW.
Efisiensi bensin vs listrik
Oke, pertama mari kita bahas soal efisiensi. Kali ini kumparan menggunakan Hyundai Kona sebagai ilustrasi. Kebetulan, SUV kompak ini memiliki varian mesin bensin dan listrik penuh.
Data yang kami ambil berdasarkan rilis dari pabrikan dan kami simulasikan dengan perjalanan Jakarta-Surabaya dengan jarak 784,7 kilometer.
ADVERTISEMENT
Hyundai Kona bensin mengandalkan mesin 2.0L dan dia memiliki kapasitas tangki bahan bakar sebesar 50 liter. Menurut pabrikan, konsumsi rata-rata mobil ini adalah 14,3 km/liter.
Sementara untuk varian listrik, Hyundai Kona Electric disokong baterai 39,2 kWh, yang dalam satu kali pengisian penuh bisa berjalan sejauh 289 kilometer. Di atas kertas, mobil ini menjanjikan efisiensi 7,37 km/kWh.
Mari kita hitung kebutuhan dayanya.
Hyundai Kona Electric
Kapasitas baterai: 39,2 kWh
Jarak tempuh baterai: 289 km
Tarif dasar listrik: Rp 1.650 per kWh*
Kemampuan daya 1 kWh: 7,37 km (289 km : 39,2 kWh)
Biaya pengisian listrik dari 0 hingga 100 persen
ADVERTISEMENT
Hyundai Kona bensin
Kapasitas tangki BBM: 50 liter
Konsumsi BBM rata-rata: 14,3 km/liter
Harga BBM Pertamax per liter: Rp 9.000
Kemampuan jarak tempuh: 715 km (14,3 km x 50 liter)
Biaya BBM full
ADVERTISEMENT
Kebutuhan BBM Jakarta-Surabaya (784,7 km)
Total biaya BBM
*Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, ditentukan besaran tarif dasar listrik untuk mobil listrik, yakni Rp 1.650 per kWh.
Secara biaya, Hyundai Kona Electric memang relatif lebih murah dibandingkan versi mesin konvensional.
Akan tetapi, SUV listrik itu memerlukan setidaknya tiga kali pengisian. Belum tersedianya fasilitas pengisian listrik cepat tentu menjadi kendala ketika bepergian jarak jauh.
ADVERTISEMENT
Sementara varian konvensional setidaknya hanya perlu dua kali mengisi bahan bakar dan SPBU jumlahnya cukup banyak.
Itu soal efisiensi, lalu bagaimana dengan produksi emisi gas buang?
Mengacu formulasi perhitungan Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat, dari 106,47 kWh yang dibutuhkan Hyundai Kona Listrik untuk perjalanan Jakarta-Surabaya, mobil ini setidaknya melepas 95,9 gram CO2 per kilometer.
Sementara Hyundai Kona bensin yang menghabiskan 54,87 liter bahan bakar, memproduksi 45,3 gram CO2 per kilometer.
Untuk aspek ini, Hyundai Kona Electric ternyata menghasilkan emisi gas buang yang 2 kali lebih besar dibandingkan versi konvensional.
Hyundai Kona Electric
Total daya listrik yang dibutuhkan untuk Jakarta-Surabaya: 106,47 kWh
ADVERTISEMENT
Hyundai Kona Bensin
Total bensin yang dibutuhkan untuk Jakarta - Surabaya: 54,87 liter
Ya, ini tentu saja tak terlepas dari sumber listrik yang dikonsumsi Hyundai Kona listrik yang saat ini mayoritas masih dipasok dari pembangkit berbahan bakar fosil.
Akan tetapi, hadirnya pilihan kendaraan listrik tentu menjadi awal baik untuk mulai mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Sejumlah pabrikan setidaknya melakukan aksi nyata dan perlu kita apresiasi bagi mereka yang telah menyediakan produk, syukur-syukur dijual dengan harga terjangkau.
ADVERTISEMENT
Lagipula Indonesia telah berkomitmen memangkas 29 persen produksi karbon pada 2030 yang disepakati Konferensi Perubahan Iklim ke 21 di Paris. Sejumlah upaya tentu tengah dipersiapkan dan meremajakan pembangkit juga jadi salah satu pekerjaan ke depan.
Di samping itu, pemerintah juga perlu memformulasikan kebijakan yang menarik untuk pabrikan dan sejumlah pihak yang terkait untuk ikut membangun infrastruktur pengisian listrik hingga sistem penanganan limbah baterai yang ramah lingkungan.
Bila sudah begitu, kendaraan listrik bisa benar-benar menjadi solusi bukan sekadar memindahkan masalah polusi udara dari jalan raya ke pembangkit-pembangkit.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )