Nyetir Kamu Norak Kalau Lakukan 5 Hal Ini di Jalan Tol

4 Mei 2022 17:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pihak kepolisian melakukan penutupan jalan yang menuju ke jalur puncak setelah pintu keluar tol Jagorawi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (3/5/2022). Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pihak kepolisian melakukan penutupan jalan yang menuju ke jalur puncak setelah pintu keluar tol Jagorawi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (3/5/2022). Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jalan tol kini jadi rute favorit bagi para pemudik yang hendak bepergian ke arah Barat maupun Timur Pulau Jawa. Waktu tempuh yang lebih cepat, jadi beberapa alasan banyak orang menyukai rute tol.
ADVERTISEMENT
Kendati banyak difavoritkan sebagai rute utama, sayangnya masih banyak pengemudi yang belum memahami etika berkendara di jalan tol yang benar. Ini terbukti dari banyaknya pengemudi yang melakukan berbagai kebiasaan buruk atau pelanggaran yang berulang-ulang dan bisa menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas.
Nah, berdasarkan penelusuran kumparanOTO, setidaknya ada 5 pelanggaran yang masih sering dilakukan pengemudi hingga saat ini. Lalu apa saja ya pelanggaran-pelanggaran itu? Berikut lengkapnya.

Tidak jaga jarak

Kendaraan memadati ruas Tol Jagorawi di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Selasa (3/5/2022). Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO
Menurut pendiri sekaligus instruktur senior Jakarta Defensive Driving Consultant, Jusri Pulubuhu, kesalahan pertama yang paling sering dilakukan para pengemudi, yakni tidak menjaga jarak.
Kesalahan atau pelanggaran itu, sambung Jusri, tidak hanya terjadi pada rute tol luar kota, namun juga dalam kota. Ini jelas berbahaya, karena bisa jadi penyebab kecelakaan beruntun.
ADVERTISEMENT
“Kita akui di Indonesia kesadaran dalam menjaga jarak ini sangat lemah, karena sosialisasi dalam menjaga jarak aman antar kendaraan itu juga kurang, di samping itu kedisiplinan berlalu lintas di Indonesia pun sangat kurang,” kata Jusri beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Jusri menjelaskan jarak aman antar kendaraan apabila mengacu pada waktu reaksi manusia dan reaksi mekanikal, yakni sekitar 3 detik.
"Teori safety driving di seluruh dunia itu pakainya hitungan 3 detik untuk memperhitungkan jarak aman kendaraan. Mudahnya, kalau di tol kita suka lihat ada patokan di sisi kanan atau tiang, kita hitung saja setelah mobil di depan kita melewati patokan itu lalu hitung 3 detik. Apabila belum 3 detik mobil kita sudah melewati tiang itu, artinya kita terlalu dekat," beber Jusri.
ADVERTISEMENT

Menyalip lewat bahu jalan

Sejumlah kendaraan memadati ruas jalan tol Jakarta-Cikampek kilometer 47 dan Jalan Layang Mohammed Bin Zayed (MBZ) di Karawang, Jawa Barat, Jumat (29/4/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Kebiasaan atau kesalahan lain yang sering dilakukan pengemudi di jalan tol, yakni menggunakan bahu jalan untuk menyalip. Ini jelas berbahaya, karena bisa menyebabkan kecelakaan manakala ada mobil yang berhenti dalam kondisi darurat di bahu jalan.
"Inilah lemahnya pemahaman tentang aturan. Tidak adanya empati pengguna jalan, sehingga mereka menggunakan bahu jalan untuk menyalip. Padahal ini berbahaya, sebab kalau di depannya ada mobil berhenti maka bisa terjadi tabrakan," ujar Jusri.
Karena itu, Jusri pun mengingatkan agar bahu jalan digunakan saat kondisi darurat atau apabila ada diskresi dari Kepolisian.

Memacu di atas kecepatan maksimum

Ilustrasi kendaraan melintas saat pemberlakuan 'Contraflow' di jalan tol Jakarta-Cikampek. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Melaju dengan kecepatan tinggi melebihi batas kecepatan maksimal jadi kebiasaan buruk lain yang sering dilakukan pengemudi. Padahal untuk melaju di ruas tol luar kota, maksimal hanya boleh 100 Km/jam, dan ruas tol dalam kota 80 Km/jam.
ADVERTISEMENT
Memacu mobil dengan kecepatan tinggi, jelas sangat berbahaya. Karena akan membuat potensi kecelakaan akibat hilang kendali jadi lebih besar.
"Entah kenapa itu sudah membudaya di kita budaya tertib berlalu lintas masih susah diterapkan. Kalau diperhatikan di tol Cipularang atau Trans Jawa itu biasanya kecepatannya sangat tinggi, lebih dari batas yang ditentukan, potensi tabrakan akan sangat besar sekali," tutur Jusri.
Saat ini, guna meminimalisir pengendara yang melaju dengan kecepatan tinggi, Kepolisian sudah menerapkan tilang elektronik speed cam di beberapa ruas tol Trans Jawa.

Lane Hogger

Pemberlakuan contraflow di Gerbang Tol Cawang. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selain berkendara dengan kecepatan tinggi, ternyata ada kebiasaan buruk lain yang sering dilakukan pengemudi di jalan tol, yakni berkendara terlalu pelan namun di lajur paling kanan saat kondisi lalu lintas di depannya sepi.
ADVERTISEMENT
Pengendara seperti itu biasanya disebut juga dengan istilah lane hogger. Sama seperti berkendara terlalu kencang, tipe pengendara lane hogger juga sangat berbahaya dan bisa menjadi penyebab tersendatnya arus lalu lintas.

Menyalakan hazard saat hujan dan melintasi terowongan

Ilustrasi penggunaan lampu hazard saat hujan Foto: dok. Istimewa
Terakhir ada kebiasaan menyalakan hazard saat kondisi hujan deras dan melintasi terowongan. Kebiasaan buruk ini tidak hanya terjadi di ruas tol luar kota, tapi juga dalam kota.
Penggunaan lampu hazard ini jelas tidak dibenarkan. Karena akan membuat pengendara lain menjadi bingung dan sulit membedakan antara kendaraan normal yang sedang melaju dengan pengendara yang berhenti akibat kondisi darurat.
Belum lagi, dengan menyalakan lampu hazard akan membuat pengendara lain jadi sulit membedakan kendaraan di depannya apakah mau berbelok ke kanan atau ke kiri. Jusri pun menyarankan apabila visibilitas gelap saat hujan deras, sebaiknya cukup gunakan lampu utama hingga lampu kabut.
ADVERTISEMENT
"Karena dengan begitu lampu depan dan belakang otomatis menyala, itu sudah cukup memberikan tanda posisi ke pengemudi lain. Jadi tak perlu lagi ditambah atau cuma menyalakan lampu hazard," beber Jusri.
Bahkan, apabila penggunaan lampu utama dan lampu kabut juga tidak bisa menolong, Jusri menyarankan agar pengendara berhenti di tempat yang aman seperti rest area dan jangan memaksakan melanjutkan perjalanan.
***