Pasar Butuh Mobil Murah Buat Keluar Jebakan 1 Juta Unit, Pengamat Usul 'Kei Car'

2 Agustus 2024 10:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kei Car Daihatsu Tanto di Tokyo Motor Show (TMS) 2019. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kei Car Daihatsu Tanto di Tokyo Motor Show (TMS) 2019. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
ADVERTISEMENT
Pasar otomotif nasional tengah dilema, pasalnya total penjualan per tahun tidak pernah jauh-jauh dari angka satu juta unit sejak satu dekade terakhir. Pengamat otomotif Institut Teknologi Bandung (ITB), Agus Purwadi sarankan segmen mobil murah yang baru.
ADVERTISEMENT
Sebab, Agus bilang program mobil Low Cost Green Car atau LCGC yang sudah dicanangkan sejak tahun 2013 silam dianggap tidak sama seperti dahulu. Terutama melihat harga dari model-model yang ditawarkan saat ini.
"Mobil LCGC itu sekarang sudah naik kelasnya. Sudah nggak 'low cost' lagi. Iya kan? Maka saya usul, kalau bisa seperti di Jepang, begitu pasar stagnan, mereka kasih Kei Car yang punya mesin maksimum 660 cc terus dimensinya kompak," ujarnya saat di Tangerang belum lama ini.
Menurutnya, skema mobil mirip Kei Car bisa menjadi pilihan baru, terutama untuk menyasar segmen city car saat ini di Tanah Air. Kei Car dianggap menawarkan beberapa keunggulan dari segi kepraktisan dan efisiensi.
Menjajal fitur Kei Car Daihatsu Tanto yang pertama di kelasrnya. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
"Dengan begitu, orang punya opsi buat city car. Kalau sekarang kan city car pakai mobil yang gede-gede kayak MPV. Bensinnya boros, penumpangnya cuma dua, itu yang enggak benar, segmennya (Kei Car) tinggal di-create aja, karena mesinnya ada, semua ada, ya tinggal buat aja," jelas Agus.
ADVERTISEMENT
Dirinya menilai, kebanyakan masyarakat Indonesia yang gemar membeli kendaraan MPV berkapasitas 7-penumpang sebenarnya kurang ideal bila peruntukannya untuk penggunaan harian.
"Masalahnya (kalau MPV itu) nggak efisien. Bayangkan saja, mobil yang harusnya 7 penumpang, rata-rata diisi 2 orang. Bangku belakang penuh kalau mudik doang, kalau buat harian kosong," papar Agus.

Butuh penyegaran program baru mobil murah

Beda Daihatsu Ayla baru dan lama. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
Sementara itu menurut Plt Direktur Jenderal Industri Logam ILMATE Kemenperin Putu Juli Ardika, ada beberapa faktor yang membuat pasar kendaraan baru, khususnya mobil susah untuk meningkat. Kaitannya dengan pendapatan masyarakat tak sebanding dengan kenaikan harga mobil baru.
Dalam sebuah forum diskusi di Jakarta belum lama ini, Putu membeberkan harga mobil baru yang semakin melambung tinggi dari rata-rata pertumbuhan inflasi setiap tahunnya. Kemudian, faktor lainnya menyangkut pendapatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Kita lihat antara inflasi kendaraan menjadi lebih mahal, dari 2014 ke 2023 itu perbandingan dengan pendapatan semakin besar. Kalau dahulu 2014, gap harga mobil dengan pendapatan masyarakat sekitar Rp 15 juta, tetapi tahun 2023 sudah Rp 30 juta," terang Putu.
Belum lagi, kondisi semakin runyam disebabkan hal lainnya seperti faktor ekonomi makro berupa nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga yang cukup berpengaruh signifikan terhadap penjualan mobil baru di dalam negeri.
Booth Honda di pameran otomotif GIIAS 2024. Foto: HPM
Menurut Putu, pemerintah perlu mempertimbangkan program khusus untuk menggenjot penjualan kendaraan baru. "Tentunya, pemberian stimulus harus tetap mengedepankan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon," jelasnya.
Penjualan mobil di Tanah Air sejak tahun 2013 tak pernah jauh-jauh dari angka satu juta unit, 10 tahun silam juga menjadi momen munculnya kebijakan mobil murah atau Low Cost Green Car (LCGC) secara perdana dan langsung berdampak signifikan.
ADVERTISEMENT
Karena itu, Putu menambahkan pihaknya berencana akan mewujudkan kembali program insentif fiskal berupa PPnBM DTP atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah untuk pembelian mobil baru.
"Pemberian insentif tersebut diberikan kepada kendaraan dengan persyaratan lokal konten atau TKDN tertentu dan mengutamakan jenis-jenis kendaraan rendah emisi karbon untuk tetap mengedepankan target kita bersama memajukan industri komponen dalam negeri dan menciptakan industri net zero emission," paparnya.
Suzuki S-Presso 2022. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
Sektor lain yang perlu diberi dukungan, katanya terkait pengendalian suku bunga untuk memberikan pemantik bagi masyarakat agar semakin mudah membeli mobil baru.
Senada dengan Putu, Peneliti Senior dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Riyanto menambahkan, banyak kelompok orang tertentu yang membutuhkan mobil segmen rendah.
ADVERTISEMENT
"Mungkin sekarang (kelompok upper-middle) masih pakai sepeda motor. Kalau pun bisa menjangkau, kelompok-kelompok ini memang segmen mobilnya yang entry low, LCGC atau segmen A. Mungkin segmen B yang harganya masih di bawah sekitar Rp 200-250 juta atau Rp 300 (juta) lah,” tukasnya.
Riyanto menyarankan, harus ada diskusi dengan pemerintah untuk mewujudkan program serupa dalam waktu dekat, seperti halnya program LCGC dengan produk di bawah Rp 200 jutaan yang berhasil terwujud pada tahun 2013 lalu.
***