Pasar Mobil Stagnan 1 Juta Unit 1 Dekade, Pakar Usul PPnBM Nol Persen

12 Juli 2024 6:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjung mengamati mobil yang dipamerkan pada pameran Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (20/2/2023). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung mengamati mobil yang dipamerkan pada pameran Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (20/2/2023). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia Riyanto Umar memaparkan dua gagasan besar agar pasar kendaraan, terutama penjualan mobil baru di Tanah Air dapat meningkat yaitu pemberian insentif dan meningkatkan pendapatan per kapita.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, insentif berupa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah atau diskon PPnBM DTP untuk pembelian mobil baru yang terakhir dilakukan pada periode 2021-2022 bisa dipertimbangkan kembali.
"Kalau kita lakukan penurunan harga mobil baik insentif fiskal turunan PPnBM, penjualan akan meningkat. Satu sisi, PPnBM turun, tapi PPN akan meningkat termasuk PKB dan BBNKB," kata Riyanto di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Adanya stimulus tersebut, Riyanto menambahkan dapat memperluas produksi mobil dan meningkatkan pembuatan suku cadang. Selain itu, nilai PPh badan maupun PPh orang pribadi juga diklaim mampu meningkat.
Veloz 'nyasar' di arena elektrifikasi booth Toyota di GIIAS 2022. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
Berdasarkan kajiannya, jika PPnBM dapat dipotong menjadi 15 persen, maka akan meningkatkan permintaan mobil baru mencapai 53.476 unit dan total penjualan bisa tembus pada angka 1,12 juta unit.
ADVERTISEMENT
Lalu, bila potongan PPnBM sebesar 7,5 persen, dapat menumbuhkan permintaan kendaraan baru hingga 80.214 unit dengan total penjualan mencapai 1,14 juta unit. Jika potongan PPnBM 5 persen, proyeksi permintaan bisa mencapai 106.952 unit dan total penjualan 1,17 juta unit.
Kemudian, apabila PPnBM ditekan hingga 0 persen, dikatakan mampu menambah permintaan kendaraan baru sampai 160.428 unit dengan total penjualan sebanyak 1,22 juta unit.
“Dari sana dampaknya kepada GDP adalah penciptaan lapangan kerja. Selain itu, investor kalau melihat pasarnya berkembang tertarik juga,” jelas Riyanto.
Sehingga kontribusi sektor industri otomotif terhadap GDP, baik secara langsung atau tidak langsung dapat ikut meningkat. Ini yang disebut dengan multiplier effect, sektor otomotif menyumbang Rp 168,74 triliun terhadap GDP dengan PPnBM sebesar 15 persen.
Produksi Toyota Yaris Cross di Karawang Plant 2 Foto: Gesit Prayogi/kumparan
“Impak memang tidak sampai dua kali, tapi lebih dari satu setengah kali, termasuk tenaga kerja. Kalau ada penambahan tenaga kerja otomotif akan menciptakan tenaga kerja dari perekonomian," beber Riyanto.
ADVERTISEMENT
Insentif fiskal ini, Riyanto menyebut, dirasa perlu untuk mendongkrak penjualan kendaraan baru domestik yang sudah cukup lama tertahan pada angka satu jutaan unit per tahun selama periode 10 tahun. Indonesia masih kesulitan untuk melampaui lebih dari satu juta unit.
“Dengan pasar yang tak bergerak, investor bakal enggan masuk ataupun mengembangkan model baru, hub produksi terancam,” jelasnya.
Selain pemberian insentif, Riyanto tak menampik, soal pendapatan per kapita masyarakat yang tak sebanding dengan harga mobil-mobil baru sekarang ini turut mempengaruhi penjualan. Makanya, dibutuhkan strategi jangka panjang untuk menanganinya.
"Jangka panjang memang harus meningkatkan pendapatan per kapita, tapi untuk tumbuh 6 persen itu tidak bisa tahun depan atau dua tahun lagi. Ini pasti long term kalau mau meningkatkan upper middle," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
***