Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tapi jangan sampai modifikasi justru membahayakan keselamatan berlalu lintas. Hal ini pun tertuang di Pasal 52 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ).
Salah satu modifikasi yang dimaksud adalah pengubahan knalpot bawaan menjadi produk aftermarket. Memang untuk yang satu ini tergantung tingkat kebisingannya.
Sayangnya untuk kendaraan modifikasi, belum ada aturannya. Sementara Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009 mengatur ambang batas kebisingan kendaraan tipe baru, bukan modifikasi.
Celakanya lagi banyak knalpot yang diperjualbelikan tanpa jaminan memenuhi ketentuan ambang batas kebisingan. Sehingga yang terjadi, penggunaan knalpot dengan sebutan racing, brong, atau ember yang bising di telinga merajalela.
"Yang bikin ganggu adalah ketika dia ngegeber atau nggak narik dan ngebut. Udah pasti berisik, kita terusik, emosi jadinya," terang Oki, pegawai swasta di bilangan Jakarta yang menceritakan pengalaman tidak enaknya ketika dihadapkan pada gangguan knalpot brong.
ADVERTISEMENT
Konsentrasi terganggu, membahayakan pengendara
Oki menambahkan, selain suara, yang dihasilkan dari knalpot aftermarket adalah hembusan angin kencang yang bisa memecah konsentrasi.
"Belum lagi knalpotnya nembak-nembak, ngarahnya ke muka. Udah deh kalau di depan tahu ada motor begitu langsung tutup kaca helm sih biar nggak kena muka," lanjutnya.
Adapun saat ini penggunaan knalpot tersebut terikat pada Pasal 285j UULLAJ, yang intinya setiap orang yang mengemudikan motor tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan salah satunya knalpot bisa dipidana paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.
Selain knalpot, Oki juga menyoroti modifikasi bentuk spakbor. Tak jarang ditemukan motor yang bagian spakbor atau fender-nya dipotong atau dihilangkan sama sekali.
ADVERTISEMENT
Padahal hal ini melanggar aturan Pasal 48 UULLAJ, yang menegaskan kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, salah satunya persyaratan teknis atas susunan.
Susunan yang dimaksud tertera di Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2012, di mana pada huruf J juga menyatakan komponen pendukung, yang salah satunya adalah spakbor yang dijelaskan pada Pasal 35 huruf e.
Lebih jelas lagi Pasal 40 menyebutkan, spakbor harus memiliki lebar paling sedikit selebar telapak tangan, serta mampu mengurangi percikan air atau lumpur ke belakang kendaraan.
"Entah supaya ngikutin motor balap MotoGP barangkali, tapi saat hujan itu cipratan airnya ngeselin. Beruntung kalau nggak sampai kelilipan. Fungsi spakbor ada supaya cipratannya nggak ke atas, malah dipapas, heran," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Tak kalah menjengkelkan katanya adalah modifikasi di sektor lampu. Umum ia temui lampu kendaraan yang menyilaukan yang sekali lagi berpotensi memecah fokus saat berkendara.
"Ya dari yang kedap-kedip, lampu tembak, sampai yang nyalanya terang banget itu paling sering lah bikin silau nggak mobil atau motor," pungkasnya.
Khusus lampu sejatinya diatur di Pasal 58 UULLAJ yang berisikan kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang memasang perlengkapan yang mengganggu keselamatan berlalu lintas, salah satunya lampu menyilaukan.
***
Live Update