Polisi Jelaskan Tilang Aksesori Pelat Nomor Tempel di Palembang yang Viral

23 April 2024 12:00 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sepeda motor dengan pelat nomor putih STCK dan TCKB. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sepeda motor dengan pelat nomor putih STCK dan TCKB. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Ramai warganet di media sosial yang bingung dan melemparkan beragam komentar terkait petugas kepolisian yang melakukan tindakan penilangan kepada pengendara sepeda motor dengan aksesori pelat nomor tempel.
ADVERTISEMENT
Aksesori jenis ini kian banyak muncul di lokapasar atau toko aftermarket dewasa ini. Daya tarik dari produk tersebut adalah menawarkan tampilan kendaraan dengan pelat nomor yang rapi tanpa adanya baut pemasang yang mengganggu. Perekatnya menggunakan bahan velcro, bukan sejenis lem.
Melalui akun Instagram (@emirateseatcover), seorang petugas polisi yang tengah bertugas sedang menilang sebuah motor dengan aksesori pelat nomor tempel. Ia menilai, hal tersebut merupakan termasuk perbuatan melanggar lalu lintas.
"Menggunakan pelat nomor yang bisa dilepas dan tempel seperti ini, jadi kami mengimbau kepada masyarakat Sumatera Selatan khususnya kota Palembang untuk melakukan hal yang seperti ini karena ini melanggar aturan lalu lintas," terang petugas kepolisian yang bernama Rudi dalam video tersebut.
ADVERTISEMENT
Sontak, aksi tersebut mengundang reaksi dari warganet yang menyaksikannya. Kebanyakan bertanya di mana letak pelanggaran lalu lintas yang dimaksud petugas kepolisian tersebut, serta menyoal aturan yang tertuang dalam undang-undang.

Polisi beri penjelasan soal tindak tilang motor dengan pelat nomor tempel

Dikonfirmasi Direktur Regident Korlantas Polri Brigjen. Pol. Yusri Yunus, perkara terkait penindakan tilang yang terjadi di Palembang, Sumatera Selatan itu memiliki maksud dan tujuan tertentu. Bukan karena aksesorinya, melainkan risiko penyalahgunaan dari pemasangan aksesori tersebut.
"Jadi begini, Saya sudah cek ke sana. Di Sumatera Selatan khususnya Palembang itu sudah banyak sekali menggunakan teknologi kamera elektronik ETLE untuk penegakan hukum (lalu lintas)," kata Yusri dihubungi kumparan, Senin (22/4).
Pemotor tutup pelat nomor hindari ETLE. Foto: Dok. Istimewa
"Ya, memang ada beberapa dari pengguna kendaraan bermotor ini berusaha untuk mengakali menghindari ETLE dengan menggunakan (aksesori) itu agar tidak terbaca kamera. Jadi arahnya (tindak penilangan) ke sana," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Makanya, apa yang disebut dengan tilang pada video tersebut, diakui Yusri hanya merupakan bentuk teguran. Sebab, secara hukum tidak ada ketentuan atau larangan menggunakan aksesori pelat nomor dengan sistem tempel. Namun, dalam praktiknya pihak kepolisian menemukan tak sedikit masyarakat yang menyalahgunakan aksesori tersebut.
"(bentuk) pelanggarannya tidak ada, jadi apa yang mau ditilang? Makanya kita cuma bisa beri imbauan dan saran ke masyarakat, seperti Anda misalnya jalan-jalan tidak pakai baju. Apakah tidak pakai baju akan ditangkap? Tidak, tapi secara etika kan sebaiknya pakai, ya," tegasnya.
Selain itu, Yusri juga menyoroti potensi dampak yang dapat terjadi bila masyarakat menggunakan aksesori pelat nomor tempel tersebut. Misalnya, ada risiko pelat nomor dapat terjatuh saat motor atau mobil dipacu dalam kecepatan tinggi dan melewati jalan rusak.
Ilustrasi sepeda motor dengan pelat nomor putih STCK dan TCKB. Foto: Dok. Istimewa
"Jadi kami tetap menyarankan kepada para pemilik kendaraan bermotor agar menggunakan cara pemasangan pelat nomor dengan baik (model pakai baut). Kalau model tempel seperti itu dikhawatirkan pelat nomor dapat terjatuh dan malah menjadi termasuk pelanggaran lalu lintas karena tidak mengenakan pelat nomor," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum sekaligus mantan Kasubdit Penegakkan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Budiyanto aturan soal pelat nomor atau yang kerap disebut Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) hanya sebatas pada bentuk, ukiran, kode, dan wilayah.
"Secara eksplisit memang tidak ada yang mengatur, tindakan diskresi dari petugas supaya dipasang ditempatnya dengan menggunakan baut yang tidak mudah lepas," urai Budiyanto kepada kumparan, Senin (22/4).
Kemudian, Senada dengan Yusri, menurut Budiyanto tindakan penilangan yang dilakukan petugas kepolisian tersebut merupakan bentuk penegakan hukum yang bersifat represif non-yustisial atau berupa teguran dan anjuran.
Ini sesuai dengan aturan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pada Pasal 18 yang Ayat (1) dan (2) yang berbunyi.
ADVERTISEMENT
(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Dengan adanya temuan tersebut dengan kewenangan diskresi cukup diberikan arahan atau teguran karena aturan secara eksplisit tentang hal tersebut tidak ada," jelas Budiyanto.
***