Regulasi Kendaraan Elektrifikasi Dinilai Diskriminatif

5 Desember 2022 15:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Staf Khusus Menko Perekonomian Bidang Pengembangan Industri dan Kawasan, I Gusti Putu Suryawirawan. Foto: Sena Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Staf Khusus Menko Perekonomian Bidang Pengembangan Industri dan Kawasan, I Gusti Putu Suryawirawan. Foto: Sena Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Staf Khusus Menko Perekonomian Bidang Pengembangan Industri dan Kawasan, I Gusti Putu Suryawirawan menyoroti regulasi percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) yang dianggap timpang dengan beberapa teknologi kendaraan elektrifikasi yang tersedia saat ini.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, manfaat kebijakan KBLBB yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 55 Tahun 2019 saat ini masih terlalu condong untuk kendaraan listrik murni (EV/BEV). Putu mengatakan, jenis kendaraan elektrifikasi lainnya seperti hybrid dan plug-in hybrid juga perlu diberi insentif khusus.
“Cuma sayangnya ini kendaraan yang berbasis listrik masih sangat diskriminatif, hanya yang full listrik yang boleh bebas ganjil genap, harusnya yang half listrik seperti hybrid maupun plug-in hybrid diberikan kebijakan yang non-fiskal juga sehingga beberapa daerah lain di Indonesia juga bisa menerapkan kebijakan serupa,” ucap Putu saat seminar di ITB, Bandung belum lama ini.
Perpres No 55 Tahun 2019 memiliki banyak turunan regulasi dengan berbagai insentif dalam bentuk fiskal yang meliputi keringanan pajak daerah dan PPnBM, lokalisasi, serta pembebanan tarif bea masuk atas barang impor. Maupun non-fiskal seperti pemberlakuan bebas ganjil-genap untuk wilayah DKI Jakarta.
Mobil elektrifikasi Toyota C+Pod dan Prius PHEV di xEV Center. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
“Saya juga berharap dari akademisi dan lembaga itu membuat kajian-kajian terhadap insentif ini, apakah insentif yang dibuat saat ini sudah cukup atau belum untuk menumbuhkan ekosistem KBLBB tadi,” jelas Putu
ADVERTISEMENT
Sebab, Putu menambahkan, adanya regulasi tersebut dimaksudkan untuk mempercepat populasi kendaraan elektrifikasi atau kendaraan rendah emisi di Indonesia, serta industri pendukungnya.
“Tujuannya untuk lingkungan yang bersih, yang kita tuju adalah net zero (emission). Jadi bukan hanya sekadar biar bersih kita beli mobil listrik saja, belum tentu itu langsung membayar utang dari emisi yang telah dihasilkan sebelumnya,” imbuhnya.
“Sehingga yang kita dorong adalah ekosistem dan rantai pasok dari kendaraan-kendaraan yang rendah emisi tadi,” pungkas Putu.
Indonesia telah menyatakan komitmen pada COP21 untuk mengurangi CO2 sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan usaha yang sama sebesar 41 persen dengan dukungan internasional hingga tahun 2030 mendatang.
***