Rem ABS hingga ESC Diusulkan Masuk Revisi Aturan tentang Kendaraan

28 Agustus 2024 7:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kecelakaan motor. Foto: Sofirinaja/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kecelakaan motor. Foto: Sofirinaja/Getty Images
ADVERTISEMENT
Sepeda motor punya kontribusi besar dalam menyumbang angka kecelakaan di Indonesia. Ada banyak hal yang harus dibenahi untuk menekan angka kecelakaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kepala Seksi Penggunaan Kendaraan Bermotor, Korps Lalu Lintas Polri, Komisaris Polisi Deni Setiawan menjelaskan, sebanyak 44 persen angka kecelakaan terjadi akibat kegagalan fungsi rem.
Pada tahun 2022, sepeda motor menyumbang hingga 78 persen angka dari total 137.851 kejadian. Di tahun 2023, persentase kontribusi meningkat menjadi 79 persen dari total 152.008 kecelakaan kendaraan bermotor.
“Selain edukasi terhadap perilaku pengendara, kami mengusulkan agar teknologi kendaraan juga diadopsi ke dalam sistem regulasi kita,” kata Deni dalam Diskusi Kelompok Terbatas yang digelar Road Safety Association di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Selain itu, Deni juga mengusulkan setidaknya ada enam teknologi yang harus dipertimbangkan sebagai regulator untuk diadopsi ke dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan yang sedang digodok oleh Kementerian Perhubungan.
ADVERTISEMENT
Teknologi-teknologi tersebut adalah Anti-lock Braking System (ABS), blind spot detection, traction control system, Advanced Rider Assistance Systems (ARAS), connected vehicle technology, dan electronic stability control.
“Kepolisian mendukung perubahan revisi PP 55 Tahun 2012 agar sesuai dengan standar internasional untuk meningkatkan keselamatan berkendara di Indonesia,” kata Deni.
Ilustrasi rem ABS di motor. Foto: Shutterstock
Sementara itu, peneliti Road Safety Association (RSA) Ahmad Safrudin mengungkapkan, kecelakaan kendaraan bermotor disebabkan oleh multifaktor seperti kondisi infrastruktur seperti jalan, jembatan, keadaan cuaca, perilaku pengguna, hingga kondisi kendaraan.
Dari beberapa faktor tersebut, RSA mendorong adanya peningkatan signifikan pada teknologi komponen kendaraan untuk menunjang keselamatan lewat instrumen peraturan perundang-undangan yang sifatnya wajib.
Tujuannya, sebagai salah satu strategi untuk menekan angka kecelakaan, selain intervensi terhadap perilaku pengendara. “Khususnya teknologi pengereman,” kata Safrudin di acara yang sama.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Kepala Sub Direktorat Uji Tipe Kendaraan Bermotor, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan Yusuf Nugroho memastikan, perkembangan teknologi pada kendaraan akan diadopsi oleh Kementerian Perhubungan untuk menekan angka kecelakaan.
Setidaknya ada 19 kategori teknologi yang akan diadopsi Kementerian Perhubungan termasuk teknologi pengereman seperti ABS, sebagaimana direkomendasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Yusuf menegaskan, nantinya produsen kendaraan dan pemilik teknologi juga harus terlibat mengedukasi pengguna sepeda motor terkait penggunaan teknologi kendaraan. Nantinya, pengenalan teknologi kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan manual penggunaan, penyelesaian kerusakan (troubleshooting) serta panduan pemeliharaannya.
Indikator ABS yang menyala Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparanOTO
Selain itu, Ketua Tim Pokja Harmonisasi VII Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan HAM Nurfaqih Irfani bilang, pemerintah sangat terbuka dengan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi terkait dengan kendaraan yang aman.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2024 tentang Program Penyusunan, materi pokok revisi PP tentang Kendaraan setidaknya menyangkut peningkatan keselamatan teknis kendaraan bermotor serta optimalisasi pemanfaatan perkembangan teknologi kendaraan bermotor.
Irfani juga mendorong pengaturan teknis tentang detail teknologi yang akan diadopsi, sebaiknya diatur melalui peraturan menteri. Tapi, nantinya masyarakat tetap bisa memberikan masukan dan usulan perubahan melalui organisasi massa atau asosiasi ketika proses pembahasan masih berlangsung di kementerian pemrakarsa yaitu Kementerian Perhubungan.
“Meskipun dalam tahap harmonisasi kami masih akan tetap terbuka menerima masukan publik, tapi silakan maksimalkan proses di kementerian terkait,” ujar Irfani.