Respons Gaikindo Soal Pajak Mobil Tak Lagi Berdasarkan Ukuran Mesin

12 Maret 2019 15:57 WIB
clock
Diperbarui 20 Maret 2019 20:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pada pameran GIIAS 2018 di ICE, BSD, Tangerang, Sabtu (4/8). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pada pameran GIIAS 2018 di ICE, BSD, Tangerang, Sabtu (4/8). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya memperjelas wacana penyesuaian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor, melalui skema baru. Memang tak dalam waktu dekat akan diterapkan, melainkan pada 2021, sementara saat ini masih tahap sosialisasi.
ADVERTISEMENT
Memang saat ini Pemerintah bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia tengah menggodok aturan mengenai PPnBM baru.
Setidaknya ada tiga poin yang menjadi highlight dalam penyesuaian ini, yaitu soal CO2 Taxation atau besaran pajak berdasarkan emisi karbon, pengelompokan kendaraan penumpang hanya pada dua kategori di bawah 3.000 dan di atas 3.000 --tak ada pembatasan jenis mobil seperti MPV, minibus, dan sedan.
Mitsubishi Xpander di pameran GIIAS 2018, ICE, BSD, Tangerang, Jumat (3/8). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Lalu mobil listrik dinjanjikan PPnBM-nya bisa nol persen. Sementara untuk mobil di atas 5.000 cc dipastikan masih dikenakan tarif barang mewah di angka 125 persen.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi, menganggap ini merupakan langkah tepat dan sejalan dengan kemajuan industri otomotif dunia.
ADVERTISEMENT
“Memang kami juga pernah berdiskusi soal hal ini dengan Kementerian Perindustrian terkait peraturan di Indonesia (PPnBM khususnya) mengacu pada bentuk kendaraan dan besar cc itu sudah kadarluarsa. Saat ini seluruh dunia sudah mengacu pada namanya, emisi gas buang,” kata Nangoi kepada kumparan, Selasa (12/3).
Lamborghini Huracan Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparanOTO
Terkait penerapan yang akan dilakukan di 2021, Nangoi tak menyebut itu kelamaan. Dirinya menyebut jeda waktu dua tahun --yang dimulai 2019-- itu sudah sesuai. Sehingga transisinya bisa berjalan mulus dan industri tak kaget.

Berorientasi Ekspor

Nangoi mengatakan juga, penyesuaian PPnBM bisa membuka peluang buat semua model kendaraan --tak hanya MPV-- bisa bersaing di Indonesia. Tentu saja lebih dari itu, menjadi basis produksi global, menjadi tak sulit untuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
“PPnBM baru membuat pasar di Indonesia semakin terbuka dan intinya adalah kita bisa ekspor lebih banyak variannya. Sejauh ini yang kita ekspor sangat limited bentuknya hanya seperti MPV. Jadi intinya ke arah sana,” ucap Nangoi.

Penerimaan PPnBM Meningkat

Mengacu pada forecast pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor domestik sesuai target Kemenperin, pada 2020 mencapai 1,25 juta unit, dan di 2021 diproyeksikan menjadi 1,33 juta unit, dengan penerimaan PPnBM kendaraan bermotor sebesar Rp 29,5 triliun.
Sementara di 2022, penjualan kendaraan bermotor akan mencapai 1,41 juta unit dan pemasukan lewat PPnBM sebesar Rp 32,2 triliun dengan skema baru.
Angka tersebut tersebut lebih tinggi, dibanding memakai aturan saat ini. Pada 2021, penjualan kendaraan bermotor diperkirakan hanya 1,19 juta unit dan PPnBM sebesar Rp 26,2 triliun. Di 2022, proyeksi penjualan kendaraan hanya akan mencapai 1,22 juta dengan penerimaan PPnBM sebesar Rp 27,8 triliun.
ADVERTISEMENT
"Sesudah kami analisa, apabila kita gunakan skema kebijakan yang baru, maka penerimaan negara kita dari pajak ini PPnBM akan lebih tinggi dibandingkan dengan aturan lama," kata Sri Mulyani.