Soal Usulan Mobil-Motor Ditempel Stiker Tingkat Emisi dan Konsumsi BBM

2 Maret 2020 13:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kendaraan  bermotor di Jakarta Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kendaraan bermotor di Jakarta Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Rencana pengenaan cukai emisi karbon kendaraan bermotor saat ini masih dikaji Kementerian Keuangan, bersama Direktorat Bea Cukai. Dan masih belum ada kepastian apakah benar akan diimplementasi.
ADVERTISEMENT
Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), diwakili Eksekutif Direktur KPBB, Ahmad Safrudin menyebut, cukai emisi bisa dilakukan secara bertahap, sehingga industri otomotif bisa lebih siap menyiapkan ekosistem produksi kendaraan rendah karbon.
"Pertama, pemerintah menetapkan standar karbon kendaraan bermotor (sebagai acuan penghitungan tarif. Lalu tahap kedua penetapan cukai dengan penalti dan insentif tunai (feebate and rebate)," ujarnya belum lama ini.
Stiker emisi
Namun, kata Safrudin, sebelum menjalankan skema cukai emisi, pemerintah bisa lebih dahulu mendorong pabrikan untuk menempel stiker informasi konsumsi BBM, dan level karbon pada bodi kendaraan baru.
"Itu dilakukan agar masyarakat memperoleh informasi yang memadai, terkait level konsumsi energi BBM dan atau level Carbon kendaraan yang ada di pasar di masa transisi --sekaligus sosialisasi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Prinsip stiker tersebut sama seperti stiker pada kulkas, atau perangkat elektronik lainnya yang dipasang sebelum produk keluar dari pabrik. Nantinya informasi pada stiker tersebut, akan memudahkan masyarakat untuk menetapkan pilihan, khususnya pada kendaraan yang rendah emisi dan irit energinya.
Target Penurunan Emisi Karbon
Ilustrasi asap putih keluar dari knalpot. Foto: carfromjapan.com
Penetapan standar karbon kendaraan bermotor yang direkomendasikan Safrudin untuk menekan emisi karbon yaitu 20km/l pada 2020 dan 28 km/l pada 2025. Dampaknya diklaim dapat menurunkan emisi sebanyak 280 juta ton atau 59 persen.
"Dari situ ada penghematan dana Rp 677 triliun per tahun pada 2030 dari penghematan bensin 59.86 juta KL per tahun dan solar 56 juta per tahun," ucapnya.
Ia pun menyambut positif keputusan Sri Mulyani membahas wacana kebijakan tersebut di DPR RI. Menurutnya, masyarakat harus mulai diajak melihat potensi pasar kendaraan listrik melalui kebijakan ini.
ADVERTISEMENT
"Anggapan masyarakat belum siap (kendaraan listrik) itu dikembangkan oleh industri otomotif yang masih ingin memproduksi ICE, semoga Menteri Perindustrian sadar kita harus mengarah ke era kendaraan bermotor berkarbon rendah. Jangan berkutat dengan kendaraan berkarbon tinggi, karena efeknya boros BBM jadi beban APBN negara, belum lagi harus impor sehingga memengaruhi neraca perdagangan," singgungnya.