Toyota Minta Pemerintah Kaji Ulang Wacana Cukai Emisi Karbon Kendaraan Bermotor

24 Februari 2020 6:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kendaraan hybrid Toyota. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kendaraan hybrid Toyota. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan pengenaan tarif cukai untuk emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan kendaraan bermotor.
ADVERTISEMENT
"Pabrikan akan membayar biaya cukai saat produknya keluar dari pabrik, jadi bukan pengguna. Tarif cukainya advalorum (dipungut berdasarkan persentase dari nilai barang) dan atau spesifik berdasarkan emisi CO2 yang dihasilkan," kata Sri Mulyani di Rapat Dengar Pendapat Cukai di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Rabu (19/2).
Menanggapi wacana tersebut, Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, menyebut konsumen tidak akan terlepas dari dampaknya, meskipun skema pembayaran berbeda dengan PPnBM.
"Perlu diketahui baik cukai dan PPnBM akan terefleksi di harga jual, yang terdampak juga konsumen dan sudah pasti akan berdampak kepada kemampuan beli konsumen (menurun sehingga market sulit berkembang)," kata Bob Azam saat dihubungi kumparan, Minggu (23/2).
Ilustrasi kendaraan bermotor di Jakarta Foto: Istimewa
Bob juga mengisyaratkan, sebaiknya rencana kebijakan tersebut dikaji ulang dengan membandingkan kebijakan industri otomotif yang juga berlaku di negara lain. Terlebih saat ini pasar otomotif Indonesia tidak begitu menunjukkan tren positif.
ADVERTISEMENT
Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil selama 2019 tercatat 1,042,994 unit atau menurun sekitar 9,5 persen dari 2018 yang terserap 1,152,641 unit. Sementara jika dibandingkan pada 2017, angka penjualan cenderung stagnan sekitar Rp 1 juta unit.
"Kita harus punya riset based risk, menganalisis sebelum mengeluarkan suatu kebijakan. Kita perlu lihat negara tetangga kita di ASEAN, bagaimana sistem perpajakannya, dan bagaimana pasar otomotif di negara kita dibanding negara ASEAN lainnya. Lalu bagaimana dengan imvestasi dan ekspor, penyerapan tenaga kerja, pengembangan rantai pasok, alih teknologi dan sebagainya," jelasnya.
Suasana GIIAS 2019, di ICE BSD, Tangerang Selatan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Sementara Business Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor (HPM), Yusak Billy, mengatakan perlu pembahasan lebih mendalam terkait cukai emisi kendaraan bermotor karena saat ini sudah ada Peraturan Pemerintah No 73/2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
ADVERTISEMENT
Yusak enggan menjelaskan lebih lanjut, soal dampak kebijakan tersebut terhadap industri otomotif di Indonesia dan menunggu pembahasan langsung dari Gaikindo. Namun, ia mengaku sebelumnya sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan pelaku industri otomotif Tanah Air soal pertimbangan beban pajak dan cukai berdasarkan emisi karbon.
"Perlu pembahasan lebih lanjut dengan Gaikindo kalau soal wacana cukai emisi karbon kendaraan bermotor. Dulu sebelum keluar PP 73, kami di team Gaikindo sudah membahas bersama Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu dan kemenperin dan memutuskan menggunakan PPnBM untuk emisi, bukan cukai," jelasnya.