Toyota Siap Hengkang dari Segmen LCGC, Bila Tak Ada Insentif

19 April 2019 18:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Toyota Calya  Foto: Gesit Prayogi/kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Toyota Calya Foto: Gesit Prayogi/kumparan.com
ADVERTISEMENT
Model mobil yang masuk program Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau dikenal dengan LCGC, bakal tak lagi jadi anak emas. Pasalnya pemerintah saat ini sedang mengarah pada kendaraan hybrid dan listrik.
ADVERTISEMENT
Lewat harmonisasi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), yang bakal diberlakukan pada 2021, nantinya pajak yang dikenakan pada kendaraan bermotor khususnya roda empat, akan berdasarkan emisi CO2 yang dihasilkan.
Semakin rendah maka pajak makin murah, di mana untuk kendaraan listrik yang emisinya nol (zero emission) tarif pajaknya bisa sampai nol persen. Imbasnya, membuat mobil LCGC bakal dikenakan pajak.
New Agya mesin 1.0L dan 1.2L Foto: Gesit Prayogi/kumparan
Fransiscus Soerjopranoto, Executive General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) menyebut, rumornya KBH2 mau dikenakan pajak 3 persen oleh pemerintah.
Hal tersebut tentu bakal berdampak ke market, yang diprediksi bisa menimbulkan tren penurunan. Apalagi, jika pemerintah tidak memberikan insentif pajak atau regulasi baru terkait LCGC tersebut.
Menurutnya, jika pemerintah tidak lagi berfokus pada peraturan mobil LCGC, maka kemungkinan besar, Toyota juga tidak berminat untuk menghadirkan mobil berjenis LCGC lagi dan lebih memilih berfokus pada elektrifikasi.
ADVERTISEMENT
“(Nasib LCGC) tergantung dari arah pemerintah, jika arahnya kesana (LCGC) mungkin kami ada effort juga untuk ke sana. Karena kalau tidak kan, biaya R&D (Research & Development) nya kita keluarin tapi di akhirnya tidak dapat apa-apa. Kalau disuruh milih (produksi) LCGC atau elektrifikasi, tentunya jika lihat dari regulasi yang sekarang pasti ya elektrifikasii,” tambah Soerjo.
Memang pemerintah sendiri saat ini sedang menggarap dan mengkaji peraturan terkait kendaraan listrik, dan pajak berdasarkan emisi gas buang. Sayangnya, hingga saat ini peraturan tersebut belum juga ditetapkan.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto kepada kumparan mengatakan, insentif untuk KBH2 tak lantas ditutup rapat. Apalagi bila efisiensi bahan bakarnya meningkat dan emisi semakin rendah (penyematan hybrid atau teknologi lain), pajaknya bisa lebih kecil dari itu.
ADVERTISEMENT
“PP KBH2 berlaku sampai dengan tahun 2019 dan akan dilanjutkan dengan PP baru dan harapannya konsumsi BBM kilometer per liternya lebih tinggi dari 22kpl,” ucap Airlangga ketika ditanyakan soal nasib KBH2 beberapa waktu lalu.
Menarik untuk menunggu langkah apa yang akan dilakukan Pemerintah dan Toyota.