Uni Eropa Patok Tarif Impor Tinggi Mobil Listrik China, Tiga Merek Jerman Protes

21 Juni 2024 10:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 2 Juli 2024 10:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mobil listrik Han EV di Pabrik BYD, China. Foto: dok. BYD
zoom-in-whitePerbesar
Mobil listrik Han EV di Pabrik BYD, China. Foto: dok. BYD
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keputusan Uni Eropa (UE) menetapkan tarif impor tinggi untuk mobil listrik buatan China ternyata tidak sepenuhnya disambut dengan positif. Bahkan, tiga raksasa Jerman seperti Mercedes-Benz, BMW, dan Volkswagen rama-ramai memprotes kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dilansir Arena EV, masing-masing menyuarakan kekhawatirannya yang kuat tentang potensi dampak buruk soal tarif tersebut terhadap operasi bisnisnya. Seperti yang disebutkan, ketiganya telah memiliki pasar yang cukup matang di China.
CEO BMW Oliver Zipse misalnya, pengenaan tarif impor mobil listrik China sebesar 38 persen dengan dalih tindakan proteksi UE dapat memicu perang dagang, merugikan perusahaan dan kepentingan Eropa.
Begitu juga CEO Mercedes-Benz, Ola Kallenius yang juga mengutarakan sentimen serupa. Dirinya menekankan perlunya perdagangan terbuka dan kerja sama, bukannya hambatan.
Mobil listrik BMW iX3. Foto: dok. BMW
Volkswagen di sisi lain mempertanyakan waktu pengambilan keputusan UE, dengan alasan lemahnya permintaan kendaraan listrik bertenaga baterai di Eropa saat ini.
Badan komunitas negara-negara Eropa itu memandang kebijakan tarif yang tinggi sebagai bentuk tindakan balasan terhadap besarnya subsidi yang dinikmati produsen mobil Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Namun, langkah tersebut menuai kritik dari badan industri VDA Jerman, yang berpendapat bahwa tarif tersebut akan lebih merugikan sektor otomotif Eropa.
Kemudian, fakta bahwa aplikasi tarif tinggi itu tidak terbatas untuk produsen mobil Tiongkok saja. Produsen lain seperti Tesla, BMW, Volvo, dan Renault Dacia, yang semuanya mengekspor kendaraan listrik buatan Tiongkok ke Eropa, juga akan merasakan dampaknya.
Hal ini dapat menyebabkan biaya tambahan sebesar miliaran euro bagi perusahaan-perusahaan tersebut, yang sudah bergulat dengan lambatnya permintaan dan jatuhnya harga mobil listrik di pasar domestik mereka.
Pekerja merakit kerangka mobil BMW di Pabrik Perakitan BMW di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Pendapat lain datang dari wakil CEO Volvo, Bjorn Annwall yang memperingatkan bahwa biaya tambahan ini pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen, sehingga membuat harga kendaraan listrik menjadi lebih mahal.
ADVERTISEMENT
Merek Volvo, yang dimiliki oleh Zhejiang Geely Holding asal Tiongkok, sangat menganjurkan perdagangan bebas dan melihat tarif ini sebagai hambatan terhadap hal tersebut.
Meskipun keputusan UE bertujuan untuk melindungi industri kendaraan listrik mereka dari masuknya model kendaraan listrik China yang dijual lebih murah, beberapa ekonom berpendapat bahwa dampak langsung dari tarif tersebut akan minimal.
Namun, Institut Kiel untuk Ekonomi Dunia memperkirakan bahwa tarif tersebut dapat mengurangi impor kendaraan listrik Tiongkok secara signifikan, dan berpotensi diimbangi oleh produksi yang lebih tinggi di Eropa.
Tiongkok, pada bagiannya, berjanji untuk melindungi hak dan kepentingannya. Namun, negara itu belum menentukan tindakan pembalasan apa pun.
Asosiasi Mobil Penumpang China tampaknya kurang khawatir dan menyatakan keyakinannya terhadap potensi pertumbuhan berkelanjutan dari produsen kendaraan listrik Negeri Tirai Bambu di Eropa.
ADVERTISEMENT
***