196 Suku Primitif di Dunia Terancam Punah karena Tambang dan Influencer

4 November 2025 11:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
196 Suku Primitif di Dunia Terancam Punah karena Tambang dan Influencer
Masih ada setidaknya 196 kelompok masyarakat adat yang belum pernah melakukan kontak dengan dunia luar.
kumparanSAINS
Suku pedalaman Amazon Mascho Piro.  Foto: Survival International
zoom-in-whitePerbesar
Suku pedalaman Amazon Mascho Piro. Foto: Survival International
ADVERTISEMENT
Ada sekitar 196 kelompok masyarakat adat yang belum pernah melakukan kontak dengan dunia luar. Namun, keberadaan mereka kini menghadapi ancaman serius, dalam situasi yang oleh sebagian orang disebut sebagai “momen genosida yang dilegalkan.”
ADVERTISEMENT
Selama ini, ancaman terbesar datang dari tambang, pembalakan liar, dan pengeboran minyak. Namun laporan terbaru memperingatkan munculnya bahaya baru, yakni para influencer media sosial dan orang luar lain yang berusaha melakukan kontak demi konten atau kepentingan pribadi.
Laporan setebal 300 halaman berjudul "Uncontacted Indigenous Peoples: at the Edge of Survival" yang diterbitkan oleh organisasi Survival International, menyoroti apa yang mereka sebut sebagai “silent, ongoing genocide” terhadap suku-suku adat terpencil di dunia.
Organisasi tersebut mengonfirmasi bahwa ada setidaknya 196 kelompok adat yang belum tersentuh peradaban modern. Sekitar 95 persen di antaranya hidup di Lembah Amazon, terutama di Brasil, yang menjadi rumah bagi 124 kelompok. Sebagian kecil lainnya tersebar di wilayah Asia dan Pasifik.
ADVERTISEMENT
“Mereka hidup mandiri tanpa ketergantungan, menyesuaikan diri dengan lingkungan yang bagi kebanyakan orang akan terasa sangat keras. Sebagian besar hidup nomaden, berpindah mengikuti kebutuhan. Mereka berburu, memancing, mengumpulkan hasil hutan, dan terkadang menanam. Mereka membangun tempat tinggal, berbagi makanan, serta memanfaatkan pengetahuan botani untuk membuat apa pun yang mereka butuhkan, dari obat, keranjang, hingga bahan bangunan,” tulis laporan itu.
“Bukti menunjukkan bahwa selama tidak diserang, komunitas mereka sehat dan berkembang,” tambahnya.
Suku Sentinel india. Foto: Facebook/Straight Up Amazing Photos

Dikepung dari Segala Arah

Laporan tersebut menemukan kini 96 persen kelompok adat terpencil menghadapi ancaman eksploitasi sumber daya, baik legal maupun ilegal. Sekitar 65 persen di antaranya terancam oleh pembalakan hutan, bahaya paling umum dan sering kali menjadi pintu awal eksploitasi lebih dalam. Tambang mengancam lebih dari 40 persen kelompok terasing ini, sementara sepertiganya menghadapi kekerasan atau pengusiran oleh geng kriminal.
ADVERTISEMENT
Sektor agribisnis juga mempersempit wilayah mereka. Peternakan sapi, misalnya, menjadi pendorong utama deforestasi Amazon dan membuat sejumlah komunitas adat nyaris punah. Bahkan proyek infrastruktur pemerintah, seperti pembangunan jalan, rel kereta, dan pelabuhan, kini berdampak langsung pada 38 kelompok adat terpencil yang berada di ambang kepunahan.
“Mereka gagal membunuh kami saat masa kolonisasi, dan gagal pula menyingkirkan kami di era kediktatoran. Tapi sekarang kami hidup di masa genosida yang dilegalkan. Mereka membunuh kami dengan pena dan kertas,” kata Célia Xakriabá, aktivis adat dari masyarakat Xakriabá di Brasil, mengutip IFLScience.
“Kami, masyarakat adat, tidak hanya mati saat pemimpin kami dibunuh. Kami mati bersama ketika tanah kami dirampas.”
Di abad ke-21, ancaman terhadap kelompok adat terpencil tidak lagi datang hanya dari korporasi atau pemerintah. Laporan ini juga menyoroti ancaman baru yang muncul dari media sosial, termasuk influencer yang mencoba melakukan kontak demi konten monetisasi, serta misionaris evangelis yang didanai organisasi bernilai jutaan dolar untuk menyebarkan agama ke komunitas-komunitas terpencil.
Suku Sentinel yang terisolasi dari dunia luar. Foto: Indian Coast Guard/Survival
Salah satu kasus yang paling terkenal menimpa Suku Sentinel, kelompok paling terisolasi di dunia yang tinggal di Pulau Sentinel Utara, Samudra Hindia. Awal tahun ini, seorang YouTuber asal Amerika Serikat ditangkap karena mencoba merekam perjalanannya menuju pulau tersebut.
ADVERTISEMENT
Kasus serupa pernah terjadi pada 2018, ketika seorang misionaris Kristen asal AS menyusup secara ilegal ke pulau itu, dan tewas setelah diserang panah oleh penduduk setempat.
Menurut Survival International, perlindungan lahan adat adalah kunci untuk menyelamatkan kelompok-kelompok ini dari kepunahan. Meskipun hukum internasional mengakui hak masyarakat adat, pelaksanaannya sangat berbeda di tiap negara. Di Amerika Selatan, terutama Brasil, perlindungan tersebut relatif kuat. Namun di banyak negara Asia dan Pasifik, hukum yang ada sering kali lemah atau tidak ditegakkan.
“Gagal mengakui keberadaan masyarakat adat terpencil adalah pelanggaran besar terhadap hak mereka. Hak mereka untuk dilindungi tidak boleh hanya ada di atas kertas, tapi juga dalam kenyataan,” ujar Maipatxi Apurinã, perwakilan masyarakat Pupīkary (Apurinã) dari Brasil.
ADVERTISEMENT
Direktur Survival International, Caroline Pearce, menegaskan bahwa dunia kini berada di titik kritis.
“Ada bencana besar yang sedang mengintai, tapi juga ada cara jelas untuk menghindarinya. Kita bisa menghormati pilihan masyarakat adat yang dengan tegas ingin dibiarkan hidup sendiri. Atau kita bisa terus menghancurkan hutan mereka untuk tambang, kayu, dan peternakan, membiarkan misionaris atau influencer menyerbu wilayah mereka, dan berisiko memusnahkan hingga separuh kelompok adat terpencil dalam 10 tahun ke depan,” ujarnya
“Solusinya jelas, industri dan pemerintah harus segera bertindak menghentikan kolonisasi yang terus berlanjut, agar masyarakat adat yang belum tersentuh bisa hidup bebas sesuai pilihan mereka.”