Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Selama Mei hingga Juni, jumlah pendakian di Gunung Everest sering kali meningkat drastis. Ini menandakan puncak musim kunjungan telah tiba. Saat ini, 381 izin pendakian telah dikeluarkan oleh pejabat Himalaya dengan harga 11.000 dolar AS atau sekitar Rp 157,8 juta.
ADVERTISEMENT
Itu merupakan jumlah izin yang berpeluang memecahkan rekor baru untuk total pendaki gunung. Jumlah pendaki 807 orang pada tahun lalu bisa saja dipecahkan tahun ini, yang kini sudah mencapai 550 orang.
Akan tetapi, terlalu banyak wisatawan sebetulnya juga merupakan masalah. Lumrah terjadi bila banyak orang akan rela mengantre demi berfoto di puncak Everest, bahkan menunggu hingga berjam-jam lamanya dalam kondisi yang sangat berpotensi menewaskan.
"Menghabiskan waktu yang lama di atas zona kematian dapat meningkatkan risiko radang dingin, penyakit ketinggian dan bahkan kematian," ujar Ang Tsering, mantan presiden Asosiasi Pendaki Gunung Nepal.
Maka, ketika awal pekan ini ratusan pendaki rapi berbaris pada ketinggian hampir 9.100 meter, kekhawatiran atas keselamatan semestinya menjadi soal yang telah disadari oleh mereka. Sekalipun cuaca di Nepal sedang cerah dalam bebera hari ini, nyawa para pendaki ini betul-betul sedang dipertaruhkan.
ADVERTISEMENT
Momen terburuk pun tiba dengan dua orang pria berusia 52 dan 27 tahun meninggal setelah harus menunggu sangat lama untuk bisa naik ke puncak secara bergiliran. Menurut Keshav Paudel dari Peak Promotion, salah satu dari mereka telah terjebak dalam antrean selama lebih dari 12 jam, mengalami kelelahan, dan akhirnya wafat.
Di sisi lain, seorang pria berusia 55 tahun justru meninggal tatkala berhasil melewati antrean dan sedang berfoto di puncak Everest. Sementara seorang wanita 55 tahun mencoba untuk turun dari puncak setelah lelah mengantre terlalu lama, namun nyawanya tetap tak terselamatkan.
"Dia wanita berusia 55 itu harus menunggu lama untuk mencapai puncak dan kemudian turun," diungkapkan Thupden, seorang pemandu Sherpa, warga lokal yang tinggal di lereng-lereng Pegunungan Himalaya. "Sayangnya dia tidak bisa bergerak sendirian dan akhirnya mati ketika pemandu Sherpa membawanya turun."
ADVERTISEMENT
Dilansir dari IFL Science, seorang pendaki berusia 33 tahun juga meninggal dalam periode puncak pendakian tersebut. Hanya saja dia tidak berada dalam antrean. Ia meninggal di base camp setelah diselamatkan karena sakit.