Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
ADVERTISEMENT
Setelah ular dan kelelawar, kini ilmuwan mencurigai hewan lain sebagai inang virus corona jenis baru (novel coronavirus) yang telah menewaskan 910 orang hingga Senin (10/2). Peneliti dari Universitas Pertanian China Selatan mengungkap hewan lain, yaitu trenggiling yang diduga kuat jadi sumber virus 2019-nCoV.
ADVERTISEMENT
Mereka menemukan urutan genom coronavirus yang diambil dari trenggiling identik 99 persen dengan sampel virus dari pasien yang terinfeksi novel coronavirus. Temuan ini mendukung spekulasi seorang ahli epidemiologi asal Amerika Serikat, John Epstein dan Ecohealth Alliance, bahwa trenggiling kemungkinan menjadi sumber virus corona jenis baru.
Dalam riset terbaru ini, tidak disebutkan lebih lanjut mengenai metode penelitian yang digunakan. Namun, kantor berita China Xinhua menyebut peneliti telah menguji lebih dari 1.000 sampel hewan liar.
Seperti halnya kelelawar, trenggiling adalah hewan liar yang juga banyak dikonsumsi di China. Pemerintah China telah melarang penyelundupan trenggiling. Tapi, mata rantai perdagangan hewan mamalia dari ordo Pholidota ini sulit diputus sebab tingginya permintaan dalam negeri.
Untuk mengetahui trenggiling lebih mendalam, kumparanSAINS telah merangkum lima fakta terkait hewan bersisik ini yang dikurasi dari berbagai sumber.
ADVERTISEMENT
Diduga jadi inang virus corona
Seperti yang telah disebutkan, virus corona diduga kuat berasal dari daging trenggiling. Penduduk China juga menjadikan trenggiling sebagai salah satu menu makanan di samping kuliner ekstrem lainnya, seperti anjing, landak, ular, dan musang. Selain menjadi santapan sehari-hari, sisik trenggiling banyak diminati sebagai salah satu bahan obat-obatan tradisional khas China.
Jadi hewan yang paling banyak diperdagangkan
Trenggiling dilabeli hewan paling banyak diperdagangkan di dunia. Penyelundupan ilegal pun kian marak, terutama di China. Tingginya permintaan pasar dipicu adanya praktik mencampurkan sisik trenggiling dalam obat tradisional China, sehingga perdagangan trenggiling sulit dibendung.
Padahal secara regulasi, pemerintah China sudah menyetop dana asuransi untuk obat yang mengandung sisik trenggiling pada April 2019. Namun, laporan investigasi 30 jurnalis se-Asia dan Afrika mengungkap, tren penyelundupan trenggiling malah naik pada September 2019.
ADVERTISEMENT
Tim The Pangolin Reports melacak perdagangan trenggiling ilegal dari pasar daging hewan liar di Kamerun dan Nigeria, Afrika Barat, hingga makelar dan penjual di Nepal, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Hong Kong, dan China daratan. China merupakan penyumbang porsi terbesar dalam angka permintaan global terhadap stok trenggiling.
Jadi salah satu bahan baku obat-obatan tradisional China
China telah menyetop dana asuransi untuk obat yang mengandung sisik trenggiling pada April 2019. Kebijakan itu menyusul maraknya penggunaan sisik trenggiling untuk bahan campuran obat-obatan yang dipercaya berkhasiat mengatasi masalah laktasi pada ibu menyusui, penyakit kulit, hingga asma.
Yayasan Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan Hijau China menyebut, ada lebih dari 60 obat-obatan komersil dari lebih 200 perusahaan farmasi yang menggunakan bahan baku sisik trenggiling.
ADVERTISEMENT
Terancam punah
Praktik penyelundupan trenggiling mengancam keberlangsungan hidup seluruh spesies satwa liar ini. Ada total delapan spesies trenggiling, empat spesies hidup di Afrika dan empat spesies lainnya di Asia. Pada 2014, International Union for Conservation of Nature mengklasifikasikan ke delapan spesies trenggiling sebagai hewan yang terancam punah.
Sisik trenggiling menjadi bagian yang khas dan menjadikannya target perdagangan liar. Pada April 2019, otoritas Singapura menyita 25,6 ton sisik trenggiling senilai 76,5 juta dolar AS, berasal dari hampir 38.000 ekor trenggiling. Jumlah ini menjadi rekor tangkapan kelas dunia untuk perdagangan satwa liar ilegal.
Sebelumnya pada Desember 2018, sejumlah sisik dari sekitar 50.000 ekor trenggiling Afrika juga telah disita oleh otoritas China.
ADVERTISEMENT
Melahirkan paling banyak satu anak dalam setahun
Trenggiling berkembang biak dengan sangat lambat, ia melahirkan paling banyak satu anak selama satu tahun. Dengan kata lain, butuh waktu lama untuk mengembalikan populasi yang kian lama kian surut karena praktik perdagangan di pasar gelap.
Selain itu, trenggiling juga mudah stres dan cenderung mati dalam kurungan. Sejauh ini, sebagian besar upaya ilmuwan untuk membiakkan trenggiling berujung gagal. Ahli biologi pun hanya punya sedikit informasi terkait pergerakan hewan ini dan ukuran populasinya. Padahal, kedua hal tersebut menjadi acuan penting untuk meramu upaya perlindungan terhadap trenggiling.