6 Kesalahpahaman Terbesar tentang Kebahagiaan Menurut Sains

21 Oktober 2017 17:36 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kebahagiaan (Foto: Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kebahagiaan (Foto: Flickr)
ADVERTISEMENT
Sebagian orang menilai kebahagiaan sebagai perasaan di dalam momen kecil seperti saat berbincang dengan teman-teman lama. Sebagian orang lainnya menilai kebahagiaan sebagai sesuatu yang sangat dalam, semacam sebuah pencerahan.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan orang awam, para ilmuwan cenderung melihat kebahagiaan dengan cara lain, yaitu sebagai keadaan yang terus-menerus berubah namun dapat dikendalikan berdasarkan bagaimana orang menjalani kehidupan mereka.
Beberapa temuan terbesar tentang ilmu kebahagiaan bertentangan dengan pemahaman banyak orang tentang bagaimana menemukan kebahagiaan tersebut.
Berikut adalah beberapa dari kesalahpahaman tersebut sebagaimana dilansir Business Insider, Jumat (20/10).
1. Memiliki lebih banyak uang meningkatkan kebahagiaan --tapi hanya hingga pada satu titik.
Uang bukan penentu kebahagiaan (Foto: Thinksctok)
zoom-in-whitePerbesar
Uang bukan penentu kebahagiaan (Foto: Thinksctok)
Gaji yang lebih tinggi selalu bagus, tapi itu tidak serta-merta akan meningkatkan kebahagiaan Anda. Beberapa studi awal di bidang ekonomi perilaku menemukan bahwa gaji sekitar 75 ribu dolar AS per tahun adalah titik di mana kebahagiaan mulai stabil alias tak akan meningkat.
ADVERTISEMENT
Tindak lanjut penelitian tersebut telah menemukan kesamaan berdasarkan biaya hidup di wilayah orang-orang tinggal. Seseorang di Atlanta, misalnya, akan mencapai puncak kebahagiaan saat menghasilkan uang sekitar 42 ribu dolar AS per tahun, sementara bagi orang New York adalah saat memiliki penghasilan 105 ribu dolar AS per tahun.
2. Kebahagiaan hadir saat memberi hadiah, bukan menerimanya.
Memberikan hadiah (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Memberikan hadiah (Foto: Thinkstock)
Membuka bungkus hadiah pada hari libur atau ulang tahun memang tak disangkal sebagai sesuatu yang menyenangkan, tapi sains menemukan orang yang membeli dan membungkus hadiah tersebut sebenarnya mendapatkan lebih banyak kebahagiaan daripada yang mendapatkan hadiah tadi.
Sebuah riset tahun 2008 menemukan bahwa tingkat kebahagiaan orang-orang meningkat saat mereka menghabiskan uang untuk orang lain, bukan untuk diri mereka sendiri. Sebuah studi lanjutan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa temuan tersebut berlaku pada orang-orang di 136 negara, tidak hanya di wilayah Amerika Utara.
ADVERTISEMENT
Dan awal tahun ini, sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kemurahan hati dan kebahagiaan, yang selanjutnya memperkuat ungkapan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
3. Terlalu banyak memiliki kebebasan untuk memilih justru mengurangi kebahagiaan.
Ilustrasi memilih menu (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi memilih menu (Foto: Pixabay)
Lebih baik memiliki beberapa pilihan daripada tidak punya pilihan, kata psikolog Barry Schwartz. Tapi itu tidaklah berarti bahwa memiliki lebih banyak pilihan selalu lebih baik.
Rise yang dilakukan Schwartz menemukan, jika manusia diberi banyak pilihan, kemampuan pengambilan keputusan mereka jadi seolah ditutup. Beberapa penelitian neuroscience juga menunjukkan bahwa membuat pilihan adalah sesuatu yang melelahkan dan dapat melukai kemampuan kognitif di area-area saraf yang lain.
Temuan ini telah menyebabkan ilmuwan neurologi dari Northwestern University, Moran Cerf, mengadopsi kebiasaan yang mengejutkan. Dia selalu mengambil item menu kedua dalam daftar spesial makanan untuk membebaskan otaknya untuk melakukan lebih banyak pilihan penting lain pada hari itu.
ADVERTISEMENT
4. Liburan lebih lama tidak selalu layak untuk dilakukan.
Ilustrasi merencanakan liburan.  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi merencanakan liburan. (Foto: Thinkstock)
Psikolog Daniel Kahneman telah menulis bahwa manusia sebenarnya terdiri dari dua pribadi yang berbeda: diri yang mengalami dan diri yang mengingat. Diri yang mengalami hidup pada saat ini, sementara diri yang mengingat menikmati hidup dengan melihat ke belakang.
Liburan adalah tiket terakhir untuk mendapat kebahagiaan bagi banyak orang. Namun begitu, Kahneman mengemukakan bahwa dari sudut pandang diri yang mengingati, liburan selama dua minggu tidak dua kali lebih baik ketimbang liburan selama satu minggu.
Jika Anda tidak menghabiskan setiap harinya dengan cara yang berbeda, kenangan-kenangan terhadap hari itu akan bercampur dan Anda tidak akan lebih bahagia karenanya.
5. Tidak setiap orang harus selalu berusaha bahagia sepanjang waktu.
Ilustrasi kebahagiaan (Foto: Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kebahagiaan (Foto: Flickr)
Kesalahpahaman besar tentang kebahagiaan adalah bahwa kebahagian adalah sesuatu yang perlu dicapai dan dijaga selamanya. Sains mendorong orang untuk menolak pola pikir tersebut dan sebaliknya perlu memandang kebahagiaan sebagai sesuatu yang multiaspek.
ADVERTISEMENT
Mungkin ada beberapa jenis kebahagiaan yang bertentangan satu sama lain, seperti saat Anda perlu menolak undangan makan malam atau kesenangan lainnya karena Anda telah berkomitmen untuk mengerjakan sebuah buku baru atau beberapa hal dengan tujuan jangka panjang lainnya.
Untuk memaksimalkan kebahagiaan, manusia sepertinya perlu untuk mengetahui seperti apakah momen-momen buruk itu. Kata para ilmuwan, penderitaan adalah sesuatu yang perlu dialami.
6. Dendam benar-benar mencegah orang untuk bahagia.
Tidak memaafkan (Foto: Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Tidak memaafkan (Foto: Flickr)
Menghadapi emosi negatif itu sulit dan merupakan sesuatu yang ingin dihindari oleh banyak orang. Meskin mungkin banyak orang merasa akan puas jika bisa melampiaskan dendamnya, banyak penelitian justru menemukan bahwa memaafkan orang lain (dan diri sendiri) karena kelakuan buruk di masa lalu sebenarnya dapat berhasil untuk mengurangi stres jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan psikologis.
ADVERTISEMENT
Sebuah studi tahun 2015 juga menemukan bahwa melepaskan dendam dapat meningkatkan kemampuan fisik. Peserta yang telah mereka memaafkan seseorang lalu melompat ke udara mencapai ketinggian lebih tinggi daripada orang-orang yang masih menyimpan dendam sebelum melompat.