Ada Variasi Genetik Unik di Balik Kemahiran Menyelam Para Wanita di Pulau Jeju

8 Mei 2025 10:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyelam wanita tradisional di Pulau Jeju, juga disebut Haenyeo. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Penyelam wanita tradisional di Pulau Jeju, juga disebut Haenyeo. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Untuk bertahan hidup di Bumi, setiap makhluk melakukan berbagai upaya seperti beradaptasi atau berevolusi, dan ini dilakukan oleh para penyelam wanita di Pulau Jeju, Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Tubuh manusia akan berubah dari generasi ke generasi, mengubah sifat-sifatnya untuk mengoptimalkan kemampuan kita untuk tidak hanya hidup, tapi juga berkembang.
Di dataran tinggi, manusia akan beradaptasi dengan kadar oksigen yang lebih rendah di udara. Terbaru, para ilmuwan telah menemukan adaptasi genetik manusia yang tinggal di Pulau Jeju, Korea Selatan, yang ditulis dalam kode genetik Haenyeo: Wanita yang menyelam bebas ke perairan dingin, sepanjang tahun, untuk memanen makanan di dasar laut.
Selama berabad-abad, Pulau Jeju bergantung pada pekerjaan Haenyeo. Kini kebutuhan akan jasa mereka mulai berkurang, dan sebagian besar wanita di sana sudah tua, dengan usia rata-rata sekitar 70 tahun--mungkin mereka akan menjadi generasi terakhir yang menjalankan tradisi Haenyeo.
“Mereka adalah wanita yang luar biasa. Setiap hari, mereka keluar dan masuk ke dalam air, dan di sanalah mereka bekerja sepanjang hari. Saya melihat wanita berusia 80 tahun menyelam dari perahu bahkan sebelum perahu itu berhenti bergerak,” ujar Melissa Ilardo dari University of Utah.
ADVERTISEMENT
Ilardo telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempelajari adaptasi manusia terhadap lingkungan ekstrem. Pada 2018, ia dan rekan-rekannya menerbitkan sebuah makalah menjelaskan populasi pertama yang mengembangkan adaptasi genetik dari aktivitas penyelaman bebas di laut. Mereka menemukannya pada masyarakat Bajau Laut atau disebut juga Orang Bajau yang salah satunya tinggal di Sulawesi, Indonesia.
Ilustrasi haenyeo, para penyelam perempuan dari Pulau Jeju, Korsel. Foto: Shanae Ennis-Melhado/Shutterstock
Dia dan rekannya ingin tahu apakah adaptasi serupa meningkatkan kemampuan Haenyeo saat mereka menyelam hingga kedalaman sekitar 10 meter untuk mengumpulkan bahan-bahan seperti abalon, dan rumput laut dari bawah air yang dingin.
Studi mereka melibatkan 91 peserta, terdiri dari 30 penyelam Haenyeo, 30 penduduk Jeju yang bukan penyelam, dan 31 orang dari Seoul di daratan Korea. Usia rata-rata peserta adalah 65 tahun. Sampel DNA diambil, peserta diuji detak jantung dan tekanan darahnya baik saat istirahat maupun selama simulasi penyelaman di mana para peserta membenamkan wajah mereka dalam semangkuk air dingin.
ADVERTISEMENT
“Jika Anda menahan panas dan memasukkan wajah Anda ke dalam semangkuk air dingin, tubuh Anda akan bereaksi seolah-olah Anda sedang menyelam,” jelas Ilardo seperti dikutip Science Alert. “Banyak proses yang sama terjadi di tubuh Anda seperti yang terjadi jika Anda melompat ke laut, tetapi prosesnya dilakukan dengan cara yang aman bagi orang yang tidak memiliki pengalaman menyelam.”
Menariknya, tidak ada perbedaan genetik antara penyelam Haenyeo di Pulau Jeju dan penduduk lokal lain di pulau tersebut. Namun, populasi Jeju empat kali lebih mungkin memiliki variasi genetik terkait dengan tekanan darah rendah dibandingkan penduduk Seoul.
Hal ini mungkin karena menahan napas, seperti yang dilakukan saat menyelam bebas, meningkatkan tekanan darah seseorang. Para peneliti menduga, tekanan darah rendah secara alami sangat penting bagi penyelam Haenyeo, yang terus bekerja bahkan saat hamil. Tekanan darah tinggi selama kehamilan dapat mengakibatkan kondisi seperti preeklamsia yang dapat berbahaya bagi ibu dan janin.
ADVERTISEMENT
“Hubungan ini mungkin mencerminkan seleksi alam untuk mengurangi komplikasi hipertensi diastolik yang dialami oleh penyelam wanita saat menyelam selama hamil,” kata Ilardo. “Karena wanita Bajau juga menyelam saat hamil, kami bertanya-tanya apakah kehamilan sebenarnya mendorong banyak perubahan genetik pada populasi penyelam ini.”
Menariknya, tingkat kematian akibat stroke di Jeju lebih rendah daripada penduduk yang tinggal di kota lain di Korea Selatan, menunjukkan bahwa adaptasi ini mungkin memiliki sejumlah manfaat lain, karena stroke dikaitkan dengan tekanan darah tinggi.
Perbedaan genetik lain antara populasi Jeju dan populasi daratan yang diamati para peneliti berkaitan dengan toleransi tubuh terhadap rasa sakit akibat dingin. Mereka percaya, ini dapat membantu para penyelam tidak mudah terserang hipotermia, bahkan menyelam saat musim dingin ketika suhu berada di titik beku.
ADVERTISEMENT
Ada satu perbedaan yang sangat menarik antara Haenyeo dan non-penyelam di Pulau Jeju. Ketika ditempatkan dalam skenario penyelaman, denyut jantung Haenyeo melambat jauh lebih banyak daripada denyut jantung kedua kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian denyut jantung merupakan respons yang dipelajari, bukan respons genetik–hasil dari pengalaman selama puluhan tahun.
Hasil studi, kata para peneliti, dapat membantu ilmuwan lebih memahami cara kerja tubuh manusia, bagaimana kita merespons tekanan lingkungan, dan dampak perubahan tersebut terhadap hasil kesehatan lainnya.
“Kami sangat antusias untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana perubahan genetik ini dapat memengaruhi kesehatan warga Jeju. Jika kami dapat mendalami bagaimana perubahan tersebut memengaruhi fisiologi, hal itu dapat menginspirasi pengembangan terapi untuk mengobati berbagai kondisi, seperti gangguan hipertensi pada kehamilan dan stroke.”
ADVERTISEMENT