Ahli: Nyamuk Wolbachia Bukan Rekayasa Genetika, Tekan Kasus DBD di Jogja 77%

24 November 2023 16:06 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi nyamuk DBD pada kulit manusia. Foto: AUUSanAKUL/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi nyamuk DBD pada kulit manusia. Foto: AUUSanAKUL/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Prof. Adi Utarini, peneliti dari Pusat Kedokteran Tropis di Universitas Gadjah Mada, memastikan nyamuk Wolbachia bukan rekayasa genetika, seperti tuduhan yang beredar di masyarakat. Nyamuk tersebut dipastikan aman untuk manusia dan lingkungannya.
ADVERTISEMENT
Nyamuk Wolbachia, atau nyamuk ber-Wolbachia, merupakan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi bakteri Wolbachia. Wolbachia sendiri adalah salah satu genus bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan arthropoda, utamanya lalat buah, capung, dan kupu-kupu.
UGM telah melakukan penelitian tentang penanganan demam berdarah melalui nyamuk ber-Wolbachia sejak 2011. Riset dilakukan di Yogyakarta dengan melalui beberapa fase, mulai dari kelayakan hingga pelepasan nyamuk ber-Wolbachia di wilayah kecil di tingkat dusun.
"Berbekal analisis risiko, kita memahami betul bahwa wolbachia adalah bakteri alami, bukan rekayasa genetika," ujar Utarini yang juga peneliti utama riset nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta dalam acara 'Mengatasi DBD dengan Wolbachia' yang digelar secara daring bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jumat (24/11).
Utarini menambahkan, sebelum melakukan pelepasan nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta secara luas, ada kegiatan analisis risiko yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Kemenkes melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). Tim Kajian Analisis Risiko Nyamuk Ber-Wolbachia ini dipimpin oleh Prof. Damayanti Buchori, peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian berskala luas di Yogyakarta menunjukkan nyamuk A. aegypti ber-Wolbachia mampu menekan kasus demam berdarah (DBD) di lokasi pelepasan hingga 77 persen. Sementara itu, angka rawat inap di rumah sakit kasus DBD juga turun 86 persen.
"Hasil yang terbaru justru juga menunjukkan bahwa fogging bisa berkurang sebesar 83 persen," kata Utarini.
Data tersebut kemudian dibandingkan dengan kasus DBD di Yogyakarta dalam 30 tahun terakhir. Hasilnya, kasus DBD saat ini angkanya terendah dibandingkan dengan periode 3 dekade.

Kemenkes Sebar Nyamuk Ber-wolbachia di 5 Kota

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menilai penelitian nyamuk ber-Wolbachia yang masuk bagian Eliminate Dengue Project dari World Mosquito Program (WMP) ini sangat bagus, sehingga masuk rekomendasi lewat Vector Control Advisory Group (VCAG).
ADVERTISEMENT
Berbekal studi tersebut, Kemenkes memutuskan penyebaran nyamuk ber-Wolbachia sebagai salah satu langkah penanggulangan DBD. Kebijakan ini masuk dalam strategi nasional untuk penanggulangan Aedes aegypti 2021 sampai 2024.
"Setelah melihat hasilnya, Pak Menteri merasa ini bagus. Maka piloting (penyebaran nyamuk ber-Wolbachia) di lima kota besar, plus satu di Bali," ungkap Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, dr. Maxi Rein Rondonuwu, di acara yang sama.
Lima kota yang ditangani langsung oleh Kemenkes dalam program penyebaran nyamuk ber-Wolbachia adalah Kupang, Semarang, Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat. Tiga kota yang pertama disebut sudah melakukan proses pelepasan nyamuk, sementara Bandung dan Jakarta Barat akan dilakukan dalam waktu dekat.
Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia ini tetap akan dilakukan evaluasi. Jika hasil evaluasinya bagus, maka pemerintah akan melanjutkan programnya dan mengimplementasikannya secara nasional.
ADVERTISEMENT
"Mudah-mudah hasil yang sudah kita peroleh ini bisa memberikan harapan baru kepada masyarakat Indonesia agar di masa depan kita lebih baik dalam mengendalikan dengue atau demam berdarah," pungkas Utarini.