Air Mata Tak Akan Luluhkan Hati Para Psikopat

6 Agustus 2018 8:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pria Menangis (Foto: StockSnap/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pria Menangis (Foto: StockSnap/Pixabay)
ADVERTISEMENT
Biasanya tangisan air mata akan membantu meluluhkan hati banyak orang. Namun riset terbaru menyebutkan, orang yang punya sifat psikopat tidak akan mampu memberikan respons yang sama seperti kebanyakan orang terhadap tangisan.
ADVERTISEMENT
Dilansir IFL Science, dalam riset yang dipublikasikan di jurnal Personality Disorders: Theory, Research, and Treatment, para peneliti mempelajari bagaimana para psikopat bereaksi terhadap orang-orang mengekspresikan beberapa emosi berbeda, yang dicampur antara asli dan palsu.
Hasil studi menunjukkan, peserta riset yang memperlihatkan sifat psikopat tidak bersimpati terhadap mereka yang merasa sedih atau menangis. Bahkan, para psikopat juga mengalami kesulitan untuk mengetahui apakah seseorang benar-benar sedang menangis sedih atau hanya pura-pura.
"Bagi kebanyakan orang, jika melihat seseorang yang merasa sedih, mereka akan turut bersimpati, yang kemudian memotivasi mereka untuk kemudian membantu," ujar Amy Dawel, pemimpin riset. "Orang-orang dengan spektrum psikopati yang tinggi tidak menunjukkan respons tersebut."
Meski begitu, peneliti justru menemukan bukti lain yang memperlihatkan para psikopat tidak memiliki kesulitan dalam mendeteksi emosi lain, seperti marah, tidak percaya, dan juga rasa bahagia.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Psikopat (Foto: fi.wikipedia.org)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Psikopat (Foto: fi.wikipedia.org)
Dijelaskan bahwa orang yang didiagnosis psikopati adalah mereka yang tidak bisa menunjukkan rasa bersalah, memiliki tendensi melakukan kekerasan, melawan hukum, moral sosial, serta dengan mudah melanggar hak orang lain. Para psikopat juga dikatakan sebagai ahli manipulasi dan sangat memikat bagi orang lain.
Ada beberapa faktor biologis yang berkontribusi dalam membuat seseorang menjadi psikopat, seperti kombinasi dari suatu gen tertentu, struktur otak, dan juga keadaan lingkungan. Di otak seorang psikopat, bagian otak yang diasosiasikan dengan perasaan empati atau peduli pada sesama memiliki cara kerja yang berbeda dengan orang kebanyakan.
Dawel berharap penelitian ini akan membantu memahami dan mengobati mereka yang memiliki tendensi psikopati.
"Memahami apa yang salah dengan emosi penderita psikopati akan membantu kita untuk mengidentifikasi masalah tersebut dengan lebih cepat, dan bisa membantu mereka memahami moral sosial," imbuhnya.
ADVERTISEMENT