Aktivis soal Makna Deforestasi Menteri LHK: Tidak Tepat

4 November 2021 18:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri LHK Siti Nurbaya dalam video conference soal penerimaan pendanaan USD 103,8 juta karena Indonesia sukses menekan deforestasi. Foto:  Dok. KLHK
zoom-in-whitePerbesar
Menteri LHK Siti Nurbaya dalam video conference soal penerimaan pendanaan USD 103,8 juta karena Indonesia sukses menekan deforestasi. Foto: Dok. KLHK
ADVERTISEMENT
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar tengah jadi sorotan usai posting sebuah thread kicauan di Twitter pada Rabu (3/11). Salah satu tweet yang jadi sorotan adalah pemaknaan istilah deforestasi menurut sang menteri, yang dianggap tidak tepat oleh aktivis.
ADVERTISEMENT
Dalam thread tersebut, Siti pada awalnya menjelaskan bahwa Indonesia FoLU Net-Sink 2030, komitmen pemerintah untuk menekan emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan, tidak sama dengan zero deforestation atau sama sekali tak melakukan deforestasi. Menteri LHK pun menegaskan bahwa menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.
“Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi,” kicau Siti.
Twit tersebut lantas menuai kritik negatif dari netizen dan organisasi aktivis lingkungan yang menganggap Menteri LHK justru mendukung aktivitas berpotensi merusak lingkungan. Namun, cuitan tersebut bukan satu-satunya kicauan yang dipermasalahkan oleh aktivis.
Di kicauan yang lain, Siti menolak penggunaan istilah deforestasi yang dia anggap tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. “Karena di Eropa contohnya, sebatang pohon ditebang di belakang rumah, itu mungkin masuk dalam kategori dan dinilai sebagai deforestasi. Ini tentu berbeda dengan Indonesia,” katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut Siti, mencegah terjadinya deforestasi bakal mengganggu pembangunan infrastruktur jalan bagi 34 ribu desa yang tinggal di daerah sekitar hutan.
“Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,” ujarnya.
Menanggapi kicauan Siti tersebut, juru kampanye hutan dari Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menilai bahwa Menteri LHK telah salah kaprah memaknai deforestasi.
“Yang dimaksudkan deforestasi yang ditekan itu kan deforestasi yang didorong oleh izin-izin berbasis lahan (yang dipakai) perusahaan-perusahaan atau industri berbasis lahan seperti kelapa sawit, dan sebagainya,” kata Iqbal kepada kumparanSAINS, Kamis (4/11).
“Sehingga, yang dimaksudkan memotong pohon di depan rumah disebut deforestasi, agak tidak tepat. Karena deforestasi yang dimaksudkan itu berkurangnya lahan tutupan hutan.”
Ilustrasi Greenpeace. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Iqbal juga menyoroti argumen Siti yang bilang bahwa ketiadaan deforestasi dapat mengganggu pembangunan jalan bagi masyarakat. Sebab, justru Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) lebih banyak diberikan kepada sektor tambang ketimbang non-tambang.
ADVERTISEMENT
“Karena kalau kita lihat data izin kawasan hutan untuk tambang dan non-tambang … itu masih lebih tinggi IPPKH yang diberikan kepada pertambangan ketimbang untuk pembangunan infrastruktur,” ungkap Iqbal, yang mendasari pernyataannya dari data IPPKH Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Deforestasi di Indonesia juga didorong oleh industri-industri berbasis ekstraktif tadi, bukan didorong oleh pembangunan infrastruktur."
Grafik luas hutan yang dipakai dalam IPPKH. Foto: Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK
Iqbal menjelaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebenarnya telah memiliki definisi deforestasi menurut mereka sendiri. Sehingga, seharusnya Siti merujuk makna deforestasi yang telah dirumuskan oleh kementeriannya.
Makna deforestasi tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 70 tahun 2017. Di regulasi tersebut, deforestasi berarti “perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan.”
Peraturan itu juga memuat definisi deforestasi gross, yang bermakna deforestasi tanpa memperhitungkan pertumbuhan atau pembuatan hutan kembali, dan deforestasi nett, yang memperhitungkan pertumbuhan atau pembuatan hutan kembali.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan situs pemantau hutan Global Forest Watch, Indonesia telah kehilangan 10 persen hutan primernya atau sekitar 9,75 juta hektare dari tahun 2000 hingga 2020. Global Forest Watch juga mencatat bahwa dari tahun 2001 hingga 2020, Indonesia kehilangan 27,7 juta hektare tutupan pohon, membuat tutupan pohon di Indonesia berkurang 17 persen sejak tahun 2000.
Sejak 2001 hingga 2019, sebanyak 94 persen kehilangan tutupan pohon di Indonesia terjadi akibat deforestasi, menurut catatan Global Forest Watch.