Alasan Gammaraas Dipakai untuk Pasien Corona, Harga Rp 63 Juta per 13 Botol

24 September 2020 7:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas medis menyusun kantong berisi plasma konvalesen dari pasien sembuh COVID-19 di Unit Tranfusi Darah (UTD) RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, Selasa (18/8). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas medis menyusun kantong berisi plasma konvalesen dari pasien sembuh COVID-19 di Unit Tranfusi Darah (UTD) RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, Selasa (18/8). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Saat ini, Gammaraas menjadi benda berharga bagi pasien corona. Sebab, ia dapat membantu mereka yang terinfeksi bertahan dari masa kritis. Hal ini juga dialami oleh Loki--bukan nama sebenarnya-- yang dirawat di sebuah rumah sakit di Tangerang Selatan.
ADVERTISEMENT
Loki adalah pasien COVID-19 yang mengalami kritis. Ia harus menghabiskan 13 botol Gammaraas dengan cara diinfuskan pada tubuhnya untuk bertahan dari serangan virus corona SARS-CoV-2.
Loki memang selamat dari masa-masa kritis berkat penggunaan terapi itu. Namun siapa sangka ia justru harus menalangi biaya pengobatan Gammaraas dengan biaya fantastis. Bagaimana tidak, harga 13 botol Gammaraas yang dikonsumsi Loki dalam sehari bisa mencapai Rp 63.794.120. Itu artinya, satu botol Gammaraas dijual dengan harga Rp 4.907.240.
Selama perawatan, entah berapa banyak Loki menghabiskan Gammaraas, yang pasti secara total ia harus merogoh kocek sekitar Rp 300 juta.
Cerita lengkap tentang Loki dapat dibaca pada tautan berita di bawah ini:
Seperti dibahas dalam artikel sebelumnya, secara singkat Gammaraas bisa juga disebut intravenous immunoglobulin (IVig) adalah terapi yang digunakan untuk menguatkan ketahanan tubuh secara alami guna mengurangi risiko infeksi yang dialami seseorang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
ADVERTISEMENT
Obat ini terbuat dari plasma darah manusia yang sehat, di mana kandungan antibodi di dalamnya mampu melawan kuman atau penyakit. Immunoglobulin diambil dari puluhan ribu pendonor darah yang sudah di-screening. Plasma kemudian dimurnikan sebelum digunakan untuk terapi IVig.
Obat Gammaraas. Foto: LKPP

Gammaraas dipakai untuk pasien kritis

Menurut Dr. Dewangga Gegap Gempita, Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia Depok, pengobatan terapi Gammaraas sebenarnya bukan barang baru di dunia kedokteran. Gammaraas biasanya digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, seperti malaria, kawasaki, lupus, termasuk COVID-19.
“Jadi pengobatan plasma darah itu sudah ada sejak lama. Plasma darah diambil melalui screening dari para pendonor yang kira-kira sudah memiliki antibodi banyak. Jadi tidak semua orang bisa mendonorkan plasma darahnya. Seluruh pendonor yang ingin diambil plasma darahnya harus melalui screening terlebih dahulu.” kata Dewangga saat dihubungi kumparanSAINS, Rabu (23/9).
ADVERTISEMENT
Contoh, orang yang sembuh dari COVID-19 biasanya diminta plasma darahnya karena sudah memiliki antibodi corona di dalam tubuh. Antibodi inilah yang diharapkan bisa membantu pasien yang terserang dari virus, termasuk bagi mereka yang mengalami kondisi kritis.
“Ketika pasien mengalami kritis, terapi Gammaraas diharapkan dapat membantu meningkatkan imunitas pasien. Supaya, ketika imunitasnya meningkat, antibodi bisa menyerang balik virus yang menyerang tubuhnya. Tubuh akan mengeluarkan respons untuk menyerang balik virus tersebut. Jadi harus dipahami, terapi plasma darah bukan membunuh virus, tapi meningkatkan imunitas tubuh,” katanya.
Obat Gammaraas. Foto: Shanghai RAAS

Faktor yang menyebabkan harga Gammaraas mahal

Menyoal soal harganya yang mahal, menurut Dewangga ada beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebabnya. Pertama, selain langka, pendonor plasma atau darah di Indonesia tergolong rendah. “Sekarang saja PMI banyak kekurangan stok darah. Untuk darah saja kekurangan apalagi plasma darah,” ujar Dewangga.
ADVERTISEMENT
Kedua, di situasi pandemi seperti ini membuat orang-orang enggan mendonorkan darahnya karena ada kecenderungan takut terinfeksi corona saat pergi ke PMI atau layanan kesehatan. Ini membuat plasma darah semakin langka dan sulit didapatkan.
Terakhir, di masa pandemi seperti ini permintaan plasma darah semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan barang menipis. Faktor-faktor inilah yang mungkin menyebabkan harga Gammaraas bisa melambung tinggi.
“Saya kira, kalau banyak orang yang ingin mendonorkan plasma darahnya, terutama penyintas COVID-19 mengingat angka kesembuhan terus meningkat, kelangkaan tidak akan terjadi. Makin banyak orang yang mendonor, mungkin harga plasma darah enggak mahal harganya,” ungkap Dewangga.