Alat Pencatat Pasang Surut Air Laut Ungkap Ketinggian Tsunami di Palu

8 Oktober 2018 8:12 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana jalan di Palu Utara pasca gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo dan tsunami yang menghancurkan bangunan di wilayah tersebut. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana jalan di Palu Utara pasca gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo dan tsunami yang menghancurkan bangunan di wilayah tersebut. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ternyata tsunami menerjang kota Palu hanya delapan menit setelah terjadinya gempa bumi di kabupaten Donggala. Data tersebut dilaporkan tercatat pada alat pencatat pasang surut air laut yang terdapat di Pelabuhan Pantoloan yang berjarak sekitar 28 kilometer dari kota Palu.
ADVERTISEMENT
“Ada catatan pasang surut di Pantoloan. Kami sudah menganalisa itu. Catatan itu memang mengatakan ada tsunami delapan menit setelah gempa bumi,” kata Widjo Kongko, ahli tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) kepada kumparanSAINS, Ahad (7/10)
Selain mencatat waktu terjadinya tsunami yang melanda Palu pada Jumat, 28 September lalu, alat tersebut juga mencatat ketinggian gelombang tsunami tersebut.
“Ketinggian yang dicatat di Pelabuhan Pantoloan itu, tsunami terjadi sekitar 1,9 hingga 2 meter,” beber Widjo.
Namun, tinggi tersebut merupakan tinggi yang tercatat di pelabuhan. Sementara untuk tinggi tsunami yang mencapai Teluk Palu kemungkinan bisa lebih tinggi daripada yang tercatat di pelabuhan. Sebab, gelombang tsunami yang mencapai teluk tersebut telah masuk ke daerah yang lebih dangkal dan sempit sehingga semakin mengerucut dan kemungkinan besar ketinggiannya telah bertambah.
ADVERTISEMENT
Lokasi gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah.
 (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
Menurut data dari tim pendahulu di lapangan, ketinggian tsunami di Teluk Palu bisa mencapai mencapai enam meter. Namun, untuk memastikan apakah data yang didapatkan alat pengukur pasang surut tersebut sesuai dengan kejadian di lapangan, Widjo mengatakan akan ada tim ilmuwan yang melakukan penelitian langsung lebih lanjut.
“Kami ingin mengecek lagi di lapangan dengan tim peneliti lain yang akan berangkat ke Palu.”
Widjo mengatakan, masih banyak hal yang perlu dipelajari dari tsunami di Palu tersebut, termasuk dampak geologis serta dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh gempa bumi berkekuatan 7,4 magnitudo dan tsunami di sana.
Sejumlah rumah serta jalanan rusak parah di Perumnas Balaroa akibat gempa, Palu. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah rumah serta jalanan rusak parah di Perumnas Balaroa akibat gempa, Palu. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Hal lain yang masih perlu dipelajari adalah mengenai penyebab tsunami, apakah tsunami di Palu terjadi hanya karena gempa bumi atau juga dipicu oleh longsoran yang terjadi di bawah laut.
ADVERTISEMENT
“Sumber dari tsunami apakah karena gempa bumi atau juga terjadi longsoran, itu kita masih mengkajinya,” pungkas Widjo.