Apa itu Flare, Suar Penyebab Bukit Teletubbies Bromo Terbakar?

7 September 2023 18:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi padang savana yang terbakar di Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Malang, Jawa Timur, Rabu (30/8/2023). Foto: ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi padang savana yang terbakar di Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Malang, Jawa Timur, Rabu (30/8/2023). Foto: ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya
ADVERTISEMENT
Kebakaran terjadi di Bukit Teletubbies kawasan Gunung Bromo, pada Kamis (7/9). Penyebabnya bukan karena faktor alam, tetapi ulang pengunjung atau wisatawan yang hendak melaksanakan foto prewedding dengan menggunakan suar atau flare.
ADVERTISEMENT
Kebakaran yang terjadi di kawasan Gunung Bromo tersebut terekam kamera ponsel milik warga. Enam orang berhasil diamankan oleh pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) kemudian dibawa ke Polsek Sukapura.
Lantas, kenapa flare berbahaya dan bisa menyebabkan Bukit Teletubbies Bromo terbakar? Mari kita bahas lebih lanjut.

Mengenal Flare

Flare atau suar adalah salah satu bentuk piroteknik yang menghasilkan cahaya sangat terang atau panas tinggi tanpa menghasilkan ledakan. Awalnya flare digunakan dalam kegiatan militer, terutama saat perang. Atau digunakan nelayan di laut sebagai tanda kedaruratan atau butuh pertolongan.
Penggunaan suar mulai bergeser seiring berjalannya waktu. Flare di zaman modern banyak digunakan untuk penerangan dan dukungan suporter sepak bola fanatik di stadion. Suar juga sering dipakai dalam berbagai perayaan seperti tahun baru atau festival.
ADVERTISEMENT
Flare sendiri akan menyala pada suhu antara 700 hingga 1.700 derajat Celsius, mencapai titik leleh baja. Ketika flare dibakar, itu akan menghasilkan zat kimia berupa sulfur, nitrogen, dan oksida logam padat dalam jumlah besar yang menyebabkan asap tebal.
Kabut beracun yang dikenal sebagai polusi partikel ini dianggap berbahaya karena kemampuannya memengaruhi paru-paru dan jantung manusia. Adapun efek racun dari flare bisa menyebabkan gangguan kesehatan seperti sesak napas, asma, dan mata merah imbas dari asap yang dihasilkan.
Selain berbahaya bagi kesehatan, flare kembang api juga berbahaya bagi lingkungan. Dikutip Earth.org, bahan kimia dalam kembang api tidak akan hilang begitu saja. Ketika dibakar dan terkena oksigen, zat mengalami reaksi kimia yang disebut pembakaran. Reaksi kimia ini menghasilkan polutan atmosfer yang beracun.
Sejumlah suporter PSM Makassar menyalakan flare di Stadion Gelora BJ Habibie, Kabupaten Pare-Pare, Sulawesi Selatan, Minggu (16/4/2023). PSM Makassar berhasil keluar sebagai juara BRI Liga 1 2022/2023. Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Para peneliti pernah mencoba menganalisis dampak menyalakan flare di stadion pada polusi udara sekitar. Polusi udara diukur selama pertandingan sepak bola berlangsung. Hasil studinya yang terbit di Sciencedirect menemukan jumlah partikel halus dan ultra-halus (PM2.5) melonjak hingga 550 persen ketika suporter menyalakan flare.
ADVERTISEMENT
Kualitas udara yang memburuk akibat flare dapat berkontribusi pada perubahan iklim karena zat kimia yang dilepaskan. Dampak buruk yang dihasilkan suar pada lingkungan sama bahayanya dengan kembang api yang meledak di udara.
Sebuah penelitian yang terbit di Springer Link pada 2015 menyebutkan, konsentrasi partikel polutan di malam hari meningkat selama kembang api dinyalakan di pusat kota London, Inggris. Kembang api juga meningkatkan konsentrasi gas berbahaya seperti karbon monoksida (beracun karena menghalangi kemampuan organisme hidup untuk menyerap oksigen ke seluruh tubuhnya), dan oksida nitrat (beracun jika terhirup dan diserap oleh kulit).
Peristiwa lain di mana karbon monoksida, oksida nitrat, dan karbon dioksida (CO2) meningkat tajam terjadi saat acara kembang api yang diselenggarakan dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan di Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Dalam studi yang juga terbit di Springer Link pada April 2022, para peneliti menemukan ketika kembang api dinyalakan di pusat kota Minneapolis, Minnesota, konsentrasi karbon monoksida di atmosfer meningkat sebesar 32 persen, karbon dioksida sebesar 17 persen, dan oksida nitrat berfluktuasi sebelum “berlipat ganda dalam semalam.”
Selain mencemari atmosfer, puing-puing kimia dari flare atau kembang api akan tertinggal di tanah. Salah satu bahan yang terkandung di dalamnya adalah perklorat. Bahan kimia ini bertahan di lingkungan dalam jangka waktu lama dan mudah diserap oleh flora di sekitarnya. Jika sampai mencemari air, ini bisa memengaruhi perkembangan ikan.
Para ilmuwan dari Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) dan National Park Service pernah mempelajari tingkat perklorat terkait kembang api hingga flare yang ditemukan di tanah, air permukaan, dan air tanah di Mount Rushmore National Memorial di AS. Mereka mengatakan perklorat ditemukan di tanah tempat kembang api dinyalakan dan puing-puingnya mengendap. Ada juga peningkatan kadar bahan kimia ini di air permukaan dan air tanah karena aktivitas kembang api di masa lalu di dekatnya.
ADVERTISEMENT
Intinya, flare dan kembang api dapat melepaskan emisi ke atmosfer, termasuk partikulat, sulfur dioksida, oksida nitrat, dan masih banyak lagi. Partikel halus atau Particulate Matter (PM) dan oksida nitrat dapat bertahan lebih lama di atmosfer, sehingga menyebabkan kontaminan terbawa ke berbagai wilayah.
Ketika PM, oksida nitrat, bersama dengan sulfur dioksida terbawa angin dan bercampur dengan oksigen, air, serta bahan kimia lainnya, tumbullah hujan asam. Ini bisa merugikan ekosistem, terutama ekosistem yang berada di perairan dan hutan.

Flare penyebab Bukit Teletubbies Bromo terbakar

Untuk kasus di Bukit Teletubbies, Gunung Bromo, ada kemungkinan percikan api dari flare yang dibakar selama prewedding telah membakar rumput atau tanaman kering akibat musim panas yang saat ini melanda Indonesia. Terlebih, suar tidak dapat dipadamkan sampai api benar-benar mati sehingga meningkatkan risiko kebakaran.
ADVERTISEMENT
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Lahan (KLHK), penyebab kebakaran hutan secara garis besar bisa disebabkan oleh dua hal: Faktor alam dan akibat ulah manusia. Kebakaran yang terjadi akibat alam, misalnya, bisa karena sambaran petir, atau kemarau panjang membuat matahari membakar tanaman kering melalui hal sederhana seperti percikan api akibat pembiasan cahaya dari kaca atau kaleng yang mengkilap.
Sementara itu, kebakaran yang disebabkan oleh manusia bisa terjadi melalui dua hal: Tidak sengaja membuang sumber api ke tanaman yang mudah terbakar dan sengaja membakar hutan untuk membuka lahan. Faktanya, pada beberapa waktu lalu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut kebakaran hutan dan lahan di Indonesia 99 persen disebabkan oleh ulah manusia.
So, hati-hati gaes dalam bertindak. Karena, kesalahan sedikit bisa berakibat fatal.
ADVERTISEMENT