Apa Itu Gempa Swarm yang Terus Guncang Salatiga? Ini Penjelasan BMKG

26 Oktober 2021 17:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi seismograf gempa bumi. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seismograf gempa bumi. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Sejak pertama kali muncul pada Sabtu (23/10), rentetan gempa swarm di wilayah Salatiga, Banyubiru, Ambarawa, Semarang, dan sekitarnya masih terus terjadi sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Hasil monitoring Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Senin (25/10) hingga pukul 24.00 WIB, setidaknya telah terjadi 3 kali gempa swarm di Banyubiru, Ambarawa dan sekitarnya. Aktivitas gempa swarm terjadi pada pukul 5.05.59 WIB (2,5 magnitudo) kemudian pukul 14.43.18 WIB (2,7 M) dan pukul 21.29.16 WIB (2,6 M).
Dengan begitu, total aktivitas gempa swarm sejak pertama kali muncul pada Sabtu (23/10) menjadi 36 kali gempa. Ditinjau magnitudonya, aktivitas gempa swarm Banyubiru dan Ambarawa didominasi oleh aktivitas gempa kecil dengan magnitudo kurang dari 3,0 sebanyak 30 kali, di mana magnitudo terkecil 2,1. Sedangkan gempa dengan magnitudo di atas 3,0 terjadi sebanyak 6 kali dengan magnitudo terbesar 3,5.
“Menurunnya frekuensi aktivitas swarm dari hari pertama hingga hari ini belum terjadi gempa, tentu patut kita syukuri semoga ini menjadi petunjuk bahwa aktivitas swarm akan segera berakhir,” kata Daryono, Kepala Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG dalam keterangan yang diterima kumparan, Selasa (26/10).
ADVERTISEMENT
“Namun yang patut diwaspadai adalah perilaku swarm yang bersifat kambuhan. Meskipun aktivitas swarm sudah luruh secara signifikan, terkadang masih bisa muncul lagi dan meningkat lagi seperti pada kasus aktivitas swarm di Jailolo Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dan Swarm Mamasa Sulawesi Barat.”
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono Foto: Utomo Priyambodo/kumparan

Apa itu gempa swarm?

Gempa swarm sendiri dicirikan dengan serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian yang sangat tinggi, berlangsung dalam waktu “relatif lama” di suatu kawasan, tanpa ada gempa kuat sebagai gempa utama (mainshock).
Umumnya penyebab gempa swarm antara lain berkaitan dengan transpor fluida, intrusi magma, atau migrasi magma yang menyebabkan terjadinya deformasi batuan bawah permukaan di zona gunung api. Gempa swarm memang banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian.
ADVERTISEMENT
Selain berkaitan dengan kawasan gunung api, beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan non-vulkanik (aktivitas tektonik murni), meskipun kejadiannya sangat jarang. Swarm dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh sehingga mudah terjadi retakan.
Terkait fenomena swarm yang mengguncang Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya ada dugaan jenis swarm tersebut berkaitan dengan fenomena tektonik (tectonic swarm), karena zona ini cukup kompleks berdekatan dengan jalur Sesar Merapi Merbabu, Sesar Rawapening dan Sesar Ungaran.
Dugaan tektonik swarm ini tampak dari bentuk gelombang geser (shear wave) yang sangat jelas dan nyata menggambarkan adanya pergeseran 2 blok batuan secara tiba-tiba. Tectonic swarm umumnya terjadi karena adanya bagian sesar yang merayap (creeping) sehingga mengalami deformasi seismik atau bagian/segmen sesar yang tidak terkunci (locked) bergerak perlahan seperti rayapan (creep).
Pegawai rumah sakit memeriksa tembok ruang pasien yang retak akibat gempa bumi di RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (25/10). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
Selain kedalaman hiposenter gempanya yang sangat dangkal, efek tanah lunak setempat (local site effect) di zona swarm Banyubiru, Ambarawa Salatiga dan sekitarnya dapat menyebabkan terjadinya resonansi gelombang gempa sehingga makin membuat guncangan gempa kecil terasa lebih kuat oleh warga.
ADVERTISEMENT
“Terkait beberapa bangunan rumah warga yang sudah mengalami kerusakan ringan, munculnya retakan dinding tembok akibat swarm menunjukkan kualitas bangunan tembok yang kurang bagus,” papar Daryono.
Saat terjadi aktivitas swarm, masyarakat juga diimbau agar mewaspadai lereng tebing, karena swarm yang terus terjadi dapat mengganggu kestabilan lereng hingga mudah longsor.
Dampak swarm bukan saja melemahkan struktur bangunan yang sudah lemah, tetapi juga dapat memicu terjadinya longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rockfall) di wilayah perbukitan, sehingga selama dalam masa aktivitas swarm untuk sementara waktu diimbau tidak melakukan pendakian dan jika tidak sangat penting agar menghindari jalan bertebing terjal dan berbatu.
***
Jangan lewatkan informasi seputar Festival UMKM 2021 kumparan dengan mengakses laman festivalumkm.com. Di sini kamu bisa mengakses informasi terkait rangkaian kemeriahan Festival UMKM 2021 kumparan, yang tentunya berguna bagi para calon dan pelaku UMKM.
ADVERTISEMENT