Apa Itu Paxlovid? Pil COVID-19 Pfizer yang Ampuh Tekan Kematian Hampir 90%

8 November 2021 11:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vaksin corona Pfizer.
 Foto: Dado Ruvic/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vaksin corona Pfizer. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
ADVERTISEMENT
Perusahaan farmasi Pfizer mengeklaim pil COVID-19 buatannya berhasil mencegah perawatan rumah sakit dan kematian bagi pasien gejala berat hingga 89 persen. Pfizer pun hendak mengajukan pil tersebut, yang diberi nama merek Paxlovid, ke Badan Obat dan Makanan AS (FDA) guna mendapat otorisasi penggunaan darurat (emergency use authorization).
ADVERTISEMENT
Klaim kemanjuran Paxlovid untuk mencegah perawatan RS dan kematian disampaikan Pfizer dalam press release pada Jumat (5/11), namun belum melalui tahap peer-review dari komunitas ilmiah. Kendati demikian, Pfizer membagikan ringkasan uji coba pil COVID-19 tersebut dalam press release mereka.
Data terbaru tentang Paxlovid berasal dari analisis sementara terhadap 1.219 orang dewasa yang terdaftar dalam uji coba. Relawan penelitian berasal dari orang yang tidak divaksinasi, dengan gejala COVID-19 ringan hingga sedang, dan dianggap berisiko tinggi untuk dirawat di rumah sakit karena masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes, atau penyakit jantung.
Hasilnya, mereka yang memakai obat mengalami penurunan 89 persen dalam tingkat gabungan rawat inap atau kematian setelah sebulan, dibandingkan dengan pasien yang memakai plasebo.
ADVERTISEMENT
Kurang dari 1 persen pasien yang memakai obat perlu dirawat di rumah sakit dan tidak ada yang meninggal. Pada kelompok pembanding, 7 persen relawan dirawat di rumah sakit dan ada tujuh kematian.
Dalam uji coba, Paxlovid diberikan kepada relawan pada tiga sampai lima hari dari gejala awal muncul. Pengobatan berlangsung selama lima hari. Pasien yang menerima obat lebih awal menunjukkan hasil yang sedikit lebih baik, menggarisbawahi perlunya pengujian dan pengobatan yang cepat.
Ilustrasi suplemen Foto: Pixabay
Pfizer melaporkan bahwa dalam pengujian keamanan yang melibatkan 1.881 pasien, 19 persen relawan yang mendapat Paxlovid mengalami efek samping, sedangkan efek samping pada kelompok plasebo adalah 21 persen. Pfizer tidak merinci efek samping apa yang dialami pasien, namun “sebagian besar intensitasnya ringan”, kata mereka.
ADVERTISEMENT
“Berita hari ini adalah pengubah permainan nyata dalam upaya global untuk menghentikan kehancuran pandemi ini. Data ini menunjukkan bahwa kandidat antivirus oral kami, jika disetujui atau disahkan oleh otoritas pengatur, berpotensi menyelamatkan nyawa pasien, mengurangi keparahan infeksi COVID-19, dan menghilangkan hingga sembilan dari sepuluh rawat inap,” kata CEO Pfizer Albert Bourla, dalam keterangan resminya.
“Mengingat dampak global COVID-19 yang berkelanjutan, kami tetap fokus pada sains dan memenuhi tanggung jawab kami untuk membantu sistem dan institusi perawatan kesehatan di seluruh dunia sambil memastikan akses yang adil dan luas kepada orang-orang di mana pun,” sambungnya.
Pil Paxlovid dari Pfizer adalah pil anti-COVID-19 kedua yang efektif. Yang pertama, dikembangkan oleh perusahaan farmasi Merck Sharp and Dohme, mengurangi risiko rawat inap dan kematian sekitar setengahnya.
ADVERTISEMENT
Badan kesehatan Inggris mengesahkan pil Merck, yang diberi nama Molnupiravir, pada hari Kamis (4/11) lalu.
The Guardian melaporkan, Molnupiravir bekerja dengan mengganggu kode genetik virus corona, pendekatan baru untuk mengganggu virus tersebut. Adapun obat yang dikembangkan Pfizer berasal dari keluarga obat antivirus yang jauh lebih tua yang dikenal sebagai protease inhibitor, yang merevolusi pengobatan HIV dan hepatitis C. Protease inhibitor memblokir kunci enzim yang dibutuhkan virus untuk berkembang biak di dalam tubuh.
Bagaimanapun, para ahli menegaskan bahwa pil anti-Covid bukanlah pengganti vaksin, yang dapat mencegah keparahan penyakit sejak awal. Di sisi lain, pil antivirus corona dianggap sebagai game changer karena harganya lebih murah daripada perawatan antibodi monoklonal dan dapat dipakai dari rumah.
ADVERTISEMENT
“Saya pikir mendapatkan pil oral yang dapat menghambat replikasi virus – yang dapat menghambat virus ini – akan menjadi pengubah permainan yang nyata,” kata mantan komisaris FDA Scott Gottlieb kepada CNN pada bulan Oktober lalu.