Apa Itu Tripsin Babi? Enzim yang Disebut Ada di Vaksin Covid AstraZeneca

21 Maret 2021 14:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vaksin corona AstraZeneca. Foto: Gonzalo Fuentes/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vaksin corona AstraZeneca. Foto: Gonzalo Fuentes/REUTERS
ADVERTISEMENT
Vaksin AstraZeneca dinyatakan haram oleh Ulama Indonesia (MUI) karena memanfaatkan tripsin babi dalam pembuatannya. Meski begitu, ia masih boleh digunakan dengan sejumlah syarat.
ADVERTISEMENT
AstraZeneca sendiri sudah membantah dugaan vaksinnya menggunakan tripsin babi. Mereka menegaskan bahwa vaksin vektor virus buatannya tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya.
Sebagai catatan, tripsin babi memang tak jarang digunakan dalam pembuatan vaksin. Untuk lebih jelasnya, mari mengenal lebih dekat soal enzim satu ini yang memicu kontroversi.

Mengenal tripsin dalam pembuatan vaksin

Ahli biologi molekuler independen, Ahmad Utomo, menjelaskan proses pembuatan vaksin AstraZeneca dan Sinovac memiliki perbedaan. Jika Sinovac menggunakan virus SARS-CoV-2 yang telah dimatikan (inactivated virus), AstraZeneca menggunakan bagian dari virus tersebut, yaitu spike (semacam protein berbentuk paku duri di tubuh virus corona).
Ahmad melanjutkan bagian virus corona tersebut dipindahkan ke Adenovirus untuk berkembang ke sel inang. Adenovirus yang telah disisipi gen protein spike ini akan memasuki sel manusia yang memicu kekebalan terhadap virus SARS-CoV-2.
ADVERTISEMENT
"Baik Sinovac dan AstraZeneca itu sama-sama menggunakan jalur sel. Kalau Sinovac menggunakan sel vero, AstraZeneca menggunakan MRC-5. Dalam memperbanyak virusnya harus menumbuhkan sel dulu, agar menjadi inang buat si virus. Teknologi yang digunakan adalah cawan. Sel MRC-5 sifatnya melekat pada cawan, tidak bisa mengapung," jelas Ahmad dalam video di channel YouTube miliknya.
Vaksin Astrazeneca dan Sinovac. Foto: Reuters dan Shutter Stock
Sel MRC-5 yang melekat pada cawan telah terinfeksi Adenovirus akan mereplikasi diri. Akhirnya, cawan akan penuh dan sel bisa mati atau tidak dapat berkembang. Untuk memijah atau melepas sel tersebut dibutuhkan tripsin, enzim yang diekstrak dari pankreas hewan (dalam kasus ini berarti babi untuk menjadi porcine trypsin atau tripsin babi).
"Sel melekat sekali di cawan, harus dilepaskan agar sel bisa dipindahkan ke cawan yang lain. Kalau dipisahkan secara fisik nanti mati, melepas harus secara hati-hati, makanya digunakan enzim tripsin, supaya bisa memisahkan sel dan melepaskan ikat dari cawan," katanya.
ADVERTISEMENT
Ahmad menegaskan setelah pengangkatan sel, tripsin sudah tidak dan bersih dari sel. Kemudian di tahap akhir, virus yang dikembangbiakkan yang sudah terpisah dari sel inang juga tidak terdapat kandungan tripsin.
"Tripsin yang paling umum digunakan pengembangan dalam culture cell asalnya dari babi. Tapi, ada juga tripsin yang tidak berasal dari pankreas babi, tetapi secara rekombinan. Jadi, tripsin diproduksi di jamur," terangnya.
Ilustrasi Virus Corona. Foto: kumparan
Ahmad meyakini bahwa AstraZeneca menggunakan tripsin babi, karena pada umumnya menggunakan gen dari hewan tersebut. Jarang sekali vaksin yang tidak menggunakan tripsin babi, tetapi ada yang tidak seperti diproduksi di makhluk yang lain.
Kemudian, menurut Ahmad, ada beberapa vaksin yang tidak menggunakan tripsin, seperti Novavax yang terbuat dari sel serangga, hingga Moderna dan Pfizer yang keduanya bahkan tidak menggunakan sel untuk mengembangkan virus. Dalam akhir video, Ahmad menegaskan semua vaksin yang ada saat ini tidak ada kandungan babinya lagi.
ADVERTISEMENT

Kontroversi Vaksin AstraZeneca

Vaksin AstraZeneca terus menemui kontroversi soal penggunaannya di Indonesia. Setelah selesai isu soal menimbulkan penggumpalan darah saat vaksinasi, kini vaksin yang dikembangkan oleh oleh Inggris dan Swedia itu dinyatakan haram oleh MUI.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri telah menyatakan vaksin AstraZeneca dapat digunakan di Indonesia, menyusul isu kasus penggumpalan darah yang banyak terjadi di Eropa. Berdasarkan keterangan BPOM, vaksin AstraZeneca dinilai memiliki lebih banyak manfaatnya ketimbang risiko yang dihasilkan.
"Manfaat pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca lebih besar dibandingkan risiko yang ditimbulkan, sehingga vaksin COVID-19 AstraZeneca dapat mulai digunakan," tulis keterangan tersebut, dikutip pada Jumat (19/3).
Setelah BPOM memberikan izin, MUI juga mengeluarkan fatwa terkait vaksin AstraZeneca yang dinyatakan haram. Meski haram, MUI menyatakan vaksin AstraZeneca masih boleh digunakan dengan syarat.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am di Graha BNPB Foto: Dok. BNPB
"Vaksin AstraZeneca memanfaatkan tripsin (yang ada dalam babi) dalam proses pembuatannya," kata Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam jumpa pers virtual, Jumat (19/3).
ADVERTISEMENT
Penggunaan tripsin babi pada vaksin Astrazeneca menjadi hal yang dipermasalahkan oleh MUI. Bantahan pun datang dari pihak AstraZeneca, yang menjelaskan tidak ada kandungan babi atau hewan lain di vaksin buatannya.
"Penting untuk dicatat bahwa Vaksin COVID-19 AstraZeneca, merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk berasal dari hewan, seperti yang telah dikonfirmasi oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris," kata pihak AstraZeneca dalam keterangannya, Minggu (21/3).
"Semua tahapan proses produksinya, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," tegas mereka.