Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana sains melihat doppelganger? Fenomena tersebut kebetulan diteliti oleh sekelompok ilmuwan di Barcelona, Spanyol, belum lama ini.
Hasil risetnya menungkapkan orang yang punya wajah dan fisik mirip, yang biasa kita sebut doppelganger sehari-hari, ternyata memiliki kesamaan lain selain penampakan. Penelitian yang terbit di jurnal Cell Report per 23 Agustus 2022 itu turut menjelaskan dua orang kembar tanpa hubungan keluarga juga punya kemiripan di genetik dan kebiasaan hidup.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Manel Esteller, ilmuwan biomedis dari Josep Carreras Leukaemia Research Institute, mengumpulkan 16 pasang orang yang punya wajah mirip. Partisipan direkrut dari proyek fotografik François Brunelle, artis asal Kanada yang mengumpulkan foto orang-orang mirip di seluruh dunia sejak 1999.
ADVERTISEMENT
Foto wajah mereka kemudian dicocokkan dengan tiga algoritma AI pengenal wajah berbeda: Neural network milik Custom-Net; algoritma MatConvNet; dan Microsoft Oxford Project face API. Ketiga sistem pengenal wajah ini bekerja dengan mengenali jutaan foto wajah dari ribuan subjek, dan masing-masing dibangun dengan tujuan spesifik yang berbeda.
Wajah yang mirip diberi skor 1, dan yang tidak mirip sama sekali diberi angka 0. Hasilnya, 16 pasang (dari semula 32 pasang kandidat) memenuhi kriteria ‘mirip’ berdasarkan ketiga algoritma pengenal wajah tersebut.
Ilmuwan juga mengumpulkan sampel DNA partisipan yang diperoleh dari air liur mereka. Hasilnya, kembaran doppelganger juga punya kemiripan DNA.
Setidaknya sembilan dari 16 pasangan menunjukkan kesamaan yang peneliti sebut sebagai ultra look-alike. Sembilan pasangan tersebut memiliki kesamaan di 19,277 variasi genetik di 3.730 yang dianalisis.
ADVERTISEMENT
Uniknya, doppelganger ini tidak terhubung kekerabatan setidaknya tiga derajat kekerabatan (kakek buyut), dan kesamaan genetik ini tidak dapat dijelaskan dengan kesamaan nenek moyang atau ras.
Tidak berhenti di situ, tim peneliti juga mencari tahu soal kepribadian dari partisipan doppelganger. Partisipan diberikan kuesioner terkait kebiasaan dan gaya hidup mereka dengan 64 parameter yang dicari, mulai dari ras, gender, bahasa, penggunaan kacamata, peliharaan, kebiasaan merokok dan olahraga, alkohol, preferensi teh dan kopi hingga alergi.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, 16 pasang doppleganger tidak hanya memiliki kesamaan wajah dan kemiripan DNA, tapi juga kesamaan kebiasaan. Misalnya, satu peserta punya kebiasan merokok, maka doppleganger-nya sangat mungkin juga seorang perokok.
Kesamaan genetik dan bentuk wajah ini suatu saat dapat digunakan untuk memprediksi bagaimana seseorang akan tubuh di masa depan.
"Kami memberikan pengetahuan unik tentang karakteristik molekuler yang berpotensi memengaruhi konstruksi wajah manusia," tambah Esteller, seperti dikutip ScienceAlert. "Kami menyarankan bahwa determinan yang sama ini berkorelasi dengan atribut fisik dan perilaku yang membentuk manusia."