Arkeolog Temukan Makam Berisi 76 Anak dengan Dada Terbelah, Diduga Korban Ritual

7 November 2024 11:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Situs pengorbanan 76 anak-anak dan dua wanita merupakan temuan terbaru di Pampa la Cruz, sebuah situs arkeologi di Peru.  Foto: Huanchaco Archaeological Program/Gabriel Prieto
zoom-in-whitePerbesar
Situs pengorbanan 76 anak-anak dan dua wanita merupakan temuan terbaru di Pampa la Cruz, sebuah situs arkeologi di Peru. Foto: Huanchaco Archaeological Program/Gabriel Prieto
ADVERTISEMENT
Sebuah pemakaman berusia 700 tahun ditemukan di Peru, berisi sisa jasad 76 anak dan dua orang dewasa. Semua tengkorak anak dalam keadaan dada terbelah, diduga menjadi korba ritual.
ADVERTISEMENT
Makam tersebut berada di situs pengorbanan terbaru di Pampa la Cruz, dekat kota pesisir Trujillo di Peru barat laut, pada 2022. Semua situs ini terkait dengan Chimú, peradaban besar yang berkembang pesat di wilayah tersebut dari abad ke-12 hingga abad ke-15. Suku Chimú sudah ada sebelum suku Inca dan dikenal dengan karya seni dan tekstilnya.
Hasil analisis menunjukkan, anak-anak itu dikubur dalam keadaan telanjang, pakaiannya disimpan di dekat jenazah. Dada mereka dipotong dari tulang selangka hingga ke tulang dada, tulang rusuknya terbelah, kemungkinan untuk mengambil jantung mereka.
Di dalam pemakaman berukuran 60x20 meter, para peneliti juga menemukan kotak perak dan tembaga yang mungkin telah dijahit ke pakaian anak-anak tersebut. Ada juga hiasan telinga dan cangkang Spondylus, semacam tiram berduri.
ADVERTISEMENT
“Cangkang tiram berduri lebih berharga daripada emas bagi orang-orang ini,” kata Gabriel Prieto, asisten profesor antropologi di University of Florida yang memimpin penggalian di Pampa La Cruz, dikutip dari Live Science.
Cangkang Spondylus kala itu hanya bisa ditemukan di utara, tepatnya di wilayah Lambayeque, tempat pekerja logam yang terampil hidup dan bermukim. Keberadaan kerang-kerang ini hanyalah petunjuk pertama tentang hubungan lokasi pemakaman dengan suku Lambayeque.
Berdasarkan analisis lebih lanjut pada 76 kerangka anak, peneliti menemukan fakta bahwa semua korban mengalami modifikasi tengkorak, dengan tengkorak anak yang lunak dibikin panjang menggunakan papan atau penutup kepala.
Cangkang Spondylus sangat berharga bagi suku Chimu. Foto: Huanchaco Archaeological Program/Gabriel Prieto
Pratik ini dilakukan oleh Chimú, tapi dengan tingkat modifikasi yang tak terlalu ekstrem. Intensitas modifikasi tengkorak yang lebih tinggi menunjukkan bahwa korban mungkin berasal dari suku Lambayeque.
ADVERTISEMENT
Adanya kombinasi modifikasi tengkorak dan cangkang membuat ilmuwan melakukan penelitian lebih lanjut. Tim meneliti isotop atau variasi unsur dalam sisa-sisa setiap anak. Berdasarkan analisis isotop, pola makan korban cocok dengan mereka yang tinggal di wilayah Lambayeque.
Peneliti menduga, anak dan keluarga suku Lambayeque ini ditaklukkan oleh suku Chimú dan dibawa ke lokasi di Pampa la Cruz untuk membangun sistem irigasi. Suku Chimú memperluas pertanian ke daerah yang secara alami tidak subur, dan mereka membutuhkan sistem irigasi rumit untuk menanam makanan di daerah Pampa la Cruz. Setelah saluran irigasi ini selesai dibangun, anak-anak tersebut kemungkinan dikorbankan untuk memperkuat kesuburan tanah.
“Pemakaman anak-anak ini mungkin merupakan persembahan untuk memberi energi pada ladang,” kata Prieto. “Dalam kosmologi Andes, orang yang meninggal menjadi leluhur, dan leluhur melegitimasi hak atas tanah, serta membenarkan dan mendukung sistem yang menjaga tanah tetap produktif.”
ADVERTISEMENT
Ini adalah penggalian pertama di situs pengorbanan Pampa La Cruz dengan tumbal berasal dari orang nonlokal.
“Namun ini bukan hanya kota-kota lokal yang mengorbankan anak-anak mereka, tampaknya dikendalikan oleh pemerintah pusat suku Chimú,” kata John Verano, antropolog biologi di University of Tulane yang juga bagian dari tim penggalian.
Peneliti akan menyelidiki lebih lanjut dan memperluas penggalian ke Chan Chan, ibu kota peradaban Chimú. Penelitian di Pampa la Cruz juga akan terus berlanjut.
“Ini membuka banyak sekali jendela untuk mempelajari tentang suku Chimú yang melampaui sekadar gagasan tentang pengorbanan ritual mereka,” kata Prieto.