Arkeolog Ungkap Misteri Mumi Tarim, Ternyata Bukan Keturunan Indo-Eropa

31 Oktober 2021 12:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu mumi Tarim dikubur di pemakaman Xiaohe. Penelitian baru menunjukkan mereka adalah keturunan dari penduduk asli dan bukan dari migran Indo-Eropa ke wilayah tersebut, seperti yang diperkirakan sebelumnya. Foto: Xinjiang Institute of Cultural Relics and Archaeology
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu mumi Tarim dikubur di pemakaman Xiaohe. Penelitian baru menunjukkan mereka adalah keturunan dari penduduk asli dan bukan dari migran Indo-Eropa ke wilayah tersebut, seperti yang diperkirakan sebelumnya. Foto: Xinjiang Institute of Cultural Relics and Archaeology
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Arkeolog berhasil mengungkap misteri Mumi Tarim yang ditemukan di wilayah Xinjiang barat China. Berdasarkan penelitian genetik terbaru, mumi tersebut ternyata peninggalan budaya Zaman Perunggu yang merupakan asli orang pribumi, bukan keturunan orang Indo-Eropa awal.
ADVERTISEMENT
Studi ini membantah asumsi yang beredar satu abad lalu tentang asal-usul manusia prasejarah di Cekungan Tarim yang banyak terdapat sisa-sisa mumi manusia yang terawetkan secara alami, dikeringkan oleh gurun, dan memberi informasi kepada para arkeolog bahwa mereka adalah keturunan Indo-Eropa yang bermigrasi ke wilayah tersebut sekitar tahun 2000 SM.
Tetapi, berdasarkan penelitian terbaru, mereka adalah kelompok terisolasi secara genetik yang tampaknya tidak ada hubungan dengan orang-orang Indo-Eropa.
Mumi Tarim sendiri pertama kali ditemukan oleh penjelajah Eropa di China barat pada awal abad ke-20. Penelitian kali ini berfokus pada mumi yang ada di kompleks makan Xiaohe di tepi timur Gurun Taklamakan.
Pemakaman Xiaohe ditemukan oleh seorang pemburu lokal pada awal abad ke-20. Lebih dari 300 orang dimakamkan di sana pada Zaman Perunggu tetapi banyak makam dijarah oleh perampok sebelum ditemukan. Foto: Xinjiang Institute of Cultural Relics and Archaeology
Sisa-sisa mumi yang terawetkan alami oleh gurun dianggap antropolog punya fitur wajah non-Asia, di mana beberapa mumi tampak memiliki rambut merah atau pirang. Mereka juga mengenakan pakaian yang tidak biasa digunakan di daerah tersebut, seperti terbuat dari wol, kain kempa, dan kulit.
ADVERTISEMENT
Tarim juga memiliki budaya yang khas. Orang-orang biasanya menguburkan mayat di peti kayu berbentuk perahu dan makam ditandai dengan tiang tegak berbentuk dayung. Beberapa orang dikubur bersama potongan keju di lehernya--mungkin sebagai bekal makanan di kehidupan setelah mati.
Tanda-tanda inilah yang memberi informasi kepada beberapa arkeolog bahwa orang Tarim bukan asli penduduk pribumi melainkan keturunan Indo-Eropa yang bermigrasi ke China barat--bisa dari Siberita selatan atau pegunungan Asia Tengah. Beberapa ilmuwan bahkan berspekulasi bahwa orang Tarim berbicara dalam bahasa Tocharian, bahasa Indo-Eropa yang punah dan digunakan di bagian utara China pada 400 M.
Daerah di sekitar pemakaman Xiaohe sekarang menjadi gurun, tetapi itu adalah tepi sungai yang subur ketika orang Tarim tinggal di sana sekitar 4000 tahun yang lalu. Foto: Xinjiang Institute of Cultural Relics and Archaeology
Namun, studi baru membantah asumsi tersebut. Berdasarkan DNA yang diekstrak dari 13 gigi Mumi tertua yang terkubur di Xiaohe berusia 4.000 tahun menunjukkan, tidak ada pencampuran genetik yang ditemukan di antara mumi-mumi Tarim, kata Choongwon Jeong, rekan penulis studi yang merupakan ahli genetik di Seoul National University di Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, orang Tarim adalah penduduk asli Eurasia Utara Kuno (ANE), populasi Pleistosen yang tersebar luas dan menghilang sekitar 10.000 tahun lalu, atau setelah Zaman Es terakhir. Saat ini, Genetika ANE dapat ditemukan sebagian kecil populasi, terutama di antara penduduk asli Siberia dan Amerika.