Bagaimana Mitos Babi Ngepet Populer di Masyarakat?

29 April 2021 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diduga babi ngepet ditangkap warga Bedahan, Sawangan, Depok. Selasa (27/4). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Diduga babi ngepet ditangkap warga Bedahan, Sawangan, Depok. Selasa (27/4). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Penangkapan hewan yang dipercaya babi ngepet di Bedahan, Sawangan, Depok, pada Selasa (27/4) menghebohkan masyarakat. Penangkapan babi ngepet dilakukan dengan petunjuk seorang ustaz, dini hari sekitar pukul 00.30 WIB. Beberapa orang telanjang agar bisa menangkap babi ngepet tersebut.
ADVERTISEMENT
"Memang dengan cara telanjang menangkapnya, karena itu syaratnya. Sebelumnya kami sempat menangkap dengan cara tidak telanjang tetapi gagal," ujar Martalih, salah seorang warga Bedahan, Selasa (27/4).
Martalih mengatakan, sebelum babi itu ditangkap, warga melihat tiga orang menggunakan motor matic warna merah memasuki lingkungan warga. Ia melihat salah seorang yang menggunakan jubah warna hitam mendekati rumah warga dan melakukan ritual untuk berubah menjadi babi ngepet.
"Perubahannya sekitar satu jam lalu berubah menjadi babi ngepet," ucap Martalih.
Dari sini, warga telah bersembunyi sambil telanjang kemudian mendapatkan instruksi dari ustaz yang berperan sebagai komando penangkapan untuk segera meringkus babi ngepet tersebut. Tanpa membutuhkan waktu lama, warga pun berhasil menangkap babi ngepet dan segera dimasukkan ke dalam kandang yang sudah disiapkan.
ADVERTISEMENT
Setelah babi tertangkap, warga dibuat kaget melihat tubuh hewan itu menyusut. Ditemukan pula sebuah kalung yang melingkar pada tubuh babi. Tatkala tubuh babi menyusut, kalung itu terlepas.
Kalung yang digunakan babi ngepet mirip tasbih di Depok, Selasa (27/4). Foto: Dok. Istimewa

Mitos babi ngepet dilihat dari kacamata antropologi

Mitos babi ngepet sendiri sudah lama diadopsi oleh masyarakat Indonesia, terutama di kalangan suku Sunda dan Jawa. Menurut Antropolog Universitas Padjadjaran, Budi Rajab, babi ngepet adalah bagian dari pesugihan yang digunakan orang untuk memperkaya diri.
“Sudah lama orang mencari kekayaan melalui babi ngepet. Yang saya tahu, sejak zaman penjajahan Belanda praktik dan cerita tentang babi ngepet ini sudah ada,” kata Budi saat dihubungi kumparan, (29/4).
Dijelaskan dalam sebuah makalah berjudul “Cerita-cerita Pesugihan Jawa Timur” yang ditulis oleh Mashuri dari Balai Bahasa Jawa Timur, pesugihan diartikan sebagai praktik ngelmu yang dilakukan di tempat-tempat tertentu, ‘suatu sarana esoterik untuk menjadi kaya’.
ADVERTISEMENT
Tempat-tempat tertentu itu memberikan ruang untuk berhubungan dengan makhluk halus yang mampu mengubah menjadi binatang. Makhluk itu menjamin bagi mereka yang telah mengikat kontrak akan memperoleh imbalan kekayaan. Logika dari kontrak tersebut adalah pada suatu imbalan jasa, yang pada hakekatnya orang-orang tersebut menggadaikan jiwanya.
Tak heran, posisi pesugihan dalam alam kultur Jawa dipandang negatif, bahkan dianggap residu bagi konstruksi kebudayaan Jawa yang dipersepsi adiluhung, meskipun religi orang Jawa mempercayai kekuatan alam di luar diri manusia, termasuk makhluk halus dan roh.
Cerita pesugihan di beberapa tempat selalu dikaitkan dengan hewan luar biasa, karena dalam ngelmu pesugihan selalu mengadopsi kekuatan hewan. “Hewan itu sebagai manifestasi. Tapi yang sebenarnya pesugihan itu hubungan antara manusia dan setan, tapi diwujudkan dalam babi ngepet atau ular,” kata Budi.
Babi ngepet yang diamankan warga RT2/4, Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Foto: Dok. Istimewa
Budi mengatakan, setiap daerah biasanya memiliki penyebutan masing-masing terhadap babi jadi-jadian ini. Clifford James Geertz, seorang antropologi asal Amerika Serika, mencatat ada tiga penyebutan yang sering disematkan orang pada pesugihan babi, yakni babi ngepet, ama menthek, dan kebleg.
ADVERTISEMENT
Sementara antropolog John Pemberton mencatat, ada dua jenis hewan yang juga jadi mitos pesugihan di Jawa, yakni bulus jimbung Klaten dan harimau jadi-jadian di Setra Kombor Wonogiri. Kendati menurut Budi, yang paling populer di masyarakat adalah tuyul, ular, dan babi ngepet.

Apakah babi di Depok adalah babi ngepet?

Tidak ada yang tahu. Tapi pihak berwenang dan peneliti LIPI menyebut bahwa babi di Depok adalah jenis babi hutan biasa. Hal ini diungkap oleh Peneliti Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Taufiq Purna Nugraha. Ia mengatakan, dari analisis visual hewan, hewan tersebut dipastikan seekor babi hutan.
“Kalau dari jenisnya seperti Sus Scofa (Babi hutan). Cukup umum,” katanya saat dihubungi kumparan, Rabu (28/4).
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan, dalam kacamata zoologi, tidak ada istilah babi ngepet. Sementara itu, terkait dengan menyusutnya ukuran babi dari laporan warga, ia menyebut hal itu bisa saja terjadi kendati tidak bisa dalam waktu cepat, memerlukan proses.
"Dari sudut pandang ilmiah, masa otot dan lemak bisa saja menyusut. Demikian juga dengan rangka tubuh masa tulang bisa menurun karena pengeroposan misalnya di usia senja. Tetapi memakan waktu yang lebih lama lagi," tambahnya.
Ia melihat foto tersebut, hewan itu hanya terlihat kurus. "Ini hanya terlihat menjadi lebih kurus. Bukan menyusut secara ekstrem. Karena secara anatomi tidak memungkinkan," pungkasnya.