Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Namun, kesimpulan yang disampaikan Mahardika masih berdasarkan data virus yang terbatas. Sebab, sejauh ini baru terdapat sekitar 24 genome virus Indonesia yang telah didaftarkan di platform Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Dari jumlah itu, 17 di antaranya memiliki data yang lengkap, tapi hanya sekitar 14-15 data virus yang bisa dianalisis.
Berdasarkan data yang terbatas itu, mutasi virus penyebab penyakit COVID-19 di Indonesia belum terlihat. Dalam pemaparannya, terdapat dua clade virus SARS CoV-2 yang sudah diidentifikasi Indonesia, dari enam sampai delapan clade virus di seluruh dunia.
Mahardika mengungkapkan, secara virologi, virus SARS-CoV-2 yang merupakan virus RNA seharusnya bermutasi cepat, namun ia belum menemukan mutasi virus yang signifikan di Indonesia. Padahal kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat, sementara mutasi virus dapat terjadi ketika virus itu menginfeksi tubuh manusia.
ADVERTISEMENT
“Angka kasus di Indonesia masih meningkat tapi agak aneh secara virologi. Saya kira virus ini akan bermutasi cepat sekali, tapi ternyata tidak. Ternyata virus ini tidak punya daya mutasi tinggi seperti virus HIV atau Influenza,” ujarnya dalam konferensi pers bertajuk “Identitas Virus COVID-19 Asal Indonesia” yang diadakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Kamis (18/6).
Menurut Mahardika, perbedaan antara virus corona di Indonesia dan Wuhan itu tidak menyebabkan virus corona di Indonesia menjadi lebih ganas. Meski demikian, terdapat multiple introduction yang artinya virus tersebut sudah berkali-kali masuk ke Indonesia, namun karena data yang terbatas keturunan virus yang bermutasi di Indonesia belum ditemukan.
“Dari enam sampai delapan clade virus di dunia dua sudah diidentifikasi di indonesia yaitu Clade GH dan Clade L&O. Ada beberapa virus yang persis dengan strain Wuhan, ada juga yang berbeda tapi tidak banyak,” jelas Ngurah.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, mutasi virus corona di Indonesia tidak terjadi pada bagian receptor binding site virus tersebut yaitu reseptor ACE2 yang menjadi pintu masuk virus saat menginfeksi tubuh manusia. Konsekuensinya, virus tidak berubah menjadi lebih ganas sehingga tidak menyebabkan antibodi atau vaksin kehilangan khasiat dalam melawan virus ini.
“Memang virus corona di Indonesia sedikit berbeda, tapi perbedaan virus Indonesia dengan virus strain Wuhan tidak pada receptor binding site. Kalau receptor binding site berubah, bisa jadi virus lebih ganas dan antibodi dan vaksin bisa kehilangan khasiatnya,” jelasnya.
Menurut Mahardika, karena tampak belum bermutasi, vaksin virus corona diprediksi akan tetap berkhasiat digunakan di Indonesia. Selain itu, orang yang sudah pernah terinfeksi COVID-19 tetap memiliki antibodi yang mampu menangkal infeksi COVID-19 dari strain virus lain.
ADVERTISEMENT
“Satu orang yang kena COVID-19 dan sembuh punya antibodi. Karena strain tidak berubah signifikan tampaknya tidak bisa tertular dengan strain berbeda sejauh ini. Tapi kemungkinan tertular tetap ada meski sangat kecil,” pungkasnya.