Benarkah BPA Pada Kemasan Pangan Pengaruhi Metabolisme Tubuh?

11 September 2024 21:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bisphenol A yang terkandung dalam kemasan plastik. Foto: Vitalii Vodolazskyi/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bisphenol A yang terkandung dalam kemasan plastik. Foto: Vitalii Vodolazskyi/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan peraturan terbaru, yakni Peraturan BPOM No. 6 Tahun 2024 tentang label pangan olahan, pada April 2024.
ADVERTISEMENT
Peraturan ini menambahkan dua pasal dari aturan BPOM terdahulu No. 31 Tahun 2018, khusus untuk air minum dalam kemasan (AMDK). Salah satunya mengenai kewajiban pencantuman label pada air minum dalam kemasan berbahan plastik polikarbonat bertuliskan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’.
Sosialisasi dan edukasi lebih lanjut sangat diperlukan untuk menghindari potensi polemik yang mungkin muncul karena kesalahpahaman dan persepsi yang simpang siur terhadap pasal tambahan ini.
Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA selaku Guru Besar Ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan IPB menyampaikan pentingnya masyarakat memahami dengan benar kondisi apa yang bisa membuat BPA luruh dari kemasan dan masuk ke air minum.
ADVERTISEMENT
"Biasanya, migrasi atau luruhnya BPA dari kemasan ke air minum di dalam galon hanya terjadi pada kondisi tertentu misalnya, jika dipanaskan dalam suhu lebih dari 250 derajat Celsius,” ujar dia dalam forum Diskusi Pakar Bersama Jurnalis Kesehatan: Forum NGOBRAS di Jakarta, Selasa (10/9).
Nugraha menambahkan, dalam proses produksi AMDK tidak ada proses pemanasan yang terjadi. Hanya mungkin terpapar matahari pada proses distribusi, itu pun dengan suhu di bawah 50 derajat Celsius. Oleh karena itu, risiko migrasi BPA ke air minum dari kemasannya akan sangat kecil.
“Masyarakat tidak perlu khawatir dengan risiko paparan BPA pada kemasan galon berbahan polikarbonat. Apabila sudah mendapat izin edar BPOM, maka itu menjadi jaminan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Mendukung pernyataan Nugraha, Kelompok Studi Polimer yang dimotori para peneliti dan ahli polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) telah merilis hasil penelitian independen uji keamanan dan kualitas air minum pada kemasan galon berbahan polikarbonat dari berbagai merek ternama di Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan, semua sampel air minum dalam kemasan galon yang diuji terbukti tidak mengandung BPA dan telah sesuai dengan standar dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga standar internasional, sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Tidak hanya di Indonesia, merek-merek air minum di negara lain seperti Arab Saudi, Qatar, Oman, Amerika Serikat, hingga Jepang masih menggunakan kemasan berbahan polikarbonat.
Ilustrasi yang berbahaya bagi kesehatan. Foto: Shutterstock
Bahkan lembaga US Environmental Protection Agency (EPA), badan independen pemerintah Amerika Serikat yang bertugas untuk urusan perlindungan lingkungan, menetapkan referensi batas aman paparan BPA bagi manusia adalah 50 mikrogram/kg per berat badan per hari.
ADVERTISEMENT
Air minum dalam kemasan berbahan plastik polikarbonat sering dituduh mengandung luruhan BPA dan menjadi pemicu berbagai penyakit seperti gangguan hormon, autisme pada anak, kemandulan, hingga kanker. N
amun tuduhan ini dibantah sejumlah pakar kesehatan yang menyatakan hingga saat ini belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan BPA ataupun air minum dalam kemasan yang terbuat dari bahan plastik polikarbonat dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia.
Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD selaku Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialis Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes, menegaskan, perlu adanya dasar bukti ilmiah penelitian terhadap paparan BPA terhadap manusia.
"Hingga saat ini, BPA belum terbukti secara ilmiah bisa menimbulkan risiko penyakit. Penelitian paparan BPA yang saat ini menjadi isu di tengah masyarakat masih sebatas penelitian pada hewan percobaan, bukan manusia. Tentunya penelitian pada hewan percobaan tersebut berbeda dengan jumlah paparan BPA yang tidak sengaja kita konsumsi sehari-hari," terangnya.
ADVERTISEMENT
Batas aman paparan BPA adalah 4 mg/kg berat badan per hari. Sedangkan, studi menunjukkan dalam air kemasan, paparan BPA 0,01 mg/kg atau 1 per 10,000. Artinya, perlu mengkonsumsi 10 ribu liter air minum kemasan dalam sekali minum untuk sampai mengganggu fungsi tubuh kita.
“Sehingga bisa dikatakan risiko paparannya sangat kecil dengan jumlah konsumsi normal kita. Selain itu, tubuh manusia sendiri memiliki kemampuan untuk mencerna bahan anorganik yang tidak sengaja tertelan dalam jumlah kecil seperti BPA, melalui urine ataupun feses,” tambahnya.
dr. Aswin menambahkan air minum yang dikemas dalam galon polikarbonat adalah produk yang sudah dikonsumsi lintas zaman selama bertahun-tahun. Tidak ada bukti kuat selama ini yang menunjukkan adanya risiko bagi kesehatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu karena terpengaruh isu-isu kurang jelas, sementara faktor risiko kesehatan yang jelas-jelas sudah terbukti diabaikan, seperti kebiasaan kurang berolahraga, pola makan yang buruk, hingga mengkonsumsi alkohol.