news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Benarkah Herd Immunity Bisa Hentikan Pandemi Virus Corona?

23 Maret 2020 18:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi corona di Italia. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi corona di Italia. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Italia sudah terlanjur babak belur dihajar wabah virus corona dengan angka kematian tertinggi di dunia melampaui China. Ahli kesehatan di sana tak ingin negara tetangganya, Inggris, mengalami hal serupa.
ADVERTISEMENT
Ia adalah Dr. Roberto Cosentini, yang menyerukan agar Inggris segera melakukan lockdown. Alih-alih menanggapi peringatan dari kepala perawatan darurat di Papa Giovanni XXII Hospital itu, Inggris, justru sempat membuat gempar dunia dengan strategi yang dianggap cukup berisiko dalam melawan wabah COVID-19.
Mulanya, pemerintah Inggris juga melarang adanya kerumunan orang dengan menerapkan kebijakan social distancing yang ketat. Namun dalam praktiknya, kebijakan tersebut dilakukan secara bertahap. Hal ini sempat menjadi pro kontra di kalangan tenaga medisnya.
Agenda besar dari kebijakan tersebut berujung pada rencana pemerintah membangun apa yang disebut herd immunity. Tujuannya agar masyarakat di Inggris memiliki kekebalan terhadap virus corona dengan lebih dulu mengidap penyakit COVID-19.
“Tak sedikit dari kita yang mengalami gejala penyakit ringan untuk kemudian menjadi kebal,” ujar Patrick Vallance, Kepala Penasihat Ilmiah Pemerintah AS menanggapi kebijakan pemerintah Inggris, sebagaimana diberitakan National Geographic.
Sejumlah pejalan kaki mengenakan masker saat berjalan di London, Inggris. Foto: AFP/ISABEL INFANTES
Di saat COVID-19 memunculkan gejala klinis yang tidak terlalu berisiko, secara teknis bisa dibilang penyakit tersebut malah berperan membangun kekebalan tubuh di sebuah populasi. Namun perlu diingat, jika skenario ini dijalankan, akan terjadi ledakan jumlah pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit terutama bagi mereka yang mengalami kondisi kritis. Hal ini tentu bukan menjadi kabar baik mengingat kapasitas layanan kesehatan yang terbatas.
ADVERTISEMENT
Setelah dilakukan sebuah simulasi yang dirancang Imperial College London, hasilnya terbukti, rumah sakit-rumah sakit bakal kewalahan menampung lonjakan jumlah pasien.
Rencana membangun herd immunity untuk warganya bubar jalan. Pemerintah Inggris pun berubah pikiran. Pada Jumat (20/3), Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menginstruksikan seluruh fasilitas umum termasuk restoran dan tempat hiburan serta pusat kebugaran ditutup.
Di sisi lain, masih banyak pihak yang penasaran dengan keampuhan herd immunity yang disebut-sebut bisa menjadi solusi memperlambat penyebaran virus corona. Apalagi ada yang berpendapat cara ini bisa mendorong keberhasilan pengembangan vaksin yang hingga saat ini masih diupayakan para ilmuwan medis.

Cara kerja sistem kekebalan tubuh melawan virus

Wujud asli virus corona SARS-CoV-2 penyebab penyakit COVID-19. Foto: National Institute of Allergy and Infectious Diseases via flickr (CC BY 2.0)
Virus adalah makhluk mikro yang pandai bersembunyi. Ia menyaru ketika menginfeksi dan menembus sel inangnya. Di saat seperti itulah sistem imun memberikan respons, kemudian sel tertentu mengenalinya sebagai tanda-tanda patogen, ia mengirimkan sinyal alarm ke sistem kekebalan tubuh.
ADVERTISEMENT
Tetapi itu baru tahap awal sehingga belum cukup untuk memukul mundur si virus. Sebab ia masih memiliki waktu untuk mereplikasi diri dan menginfeksi inang baru sebelum akhirnya sistem kekebalan tubuh kita beraksi melawannya.
Ahli Virologi dari Roslin Intitute, University of Edinburgh, menjelaskan bahwa sistem kekebalan tubuh kita baru bisa memberikan reaksinya setelah 24 jam. Respons imun yang menyeluruh bisa memakan waktu lebih lama lagi yakni sekitar tiga hari.
Padahal, virus yang menyerang sistem pernapasan seperti flu, bisa bereplikasi hanya dalam waktu delapan jam. Itu artinya, mereka selangkah di depan dibandingkan cara sistem kekebalan tubuh kita bekerja.
Itulah mengapa pengalaman pertama seseorang yang mengidap penyakit menular kebanyakan sangat buruk. Barulah ketika sebuah virus kembali menginfeksi tubuh seseorang untuk kedua kalinya, sistem kekebalan tubuhnya memiliki memori sehingga tak mudah lagi diperdayai.
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Ketika sewaktu-waktu virus itu kembali menyerang, tubuh kita sudah menyimpan amunisi khusus untuk melawan patogen itu. Responsnya pun terjadi begitu cepat sehingga di tahap awal sekalipun virus tak mampu memberikan perlawanan.
ADVERTISEMENT
Ilmuwan Universitas Chicago Katie Gostic pernah mempelajari tentang kekebalan terhadap influenza. Ia pun bisa beropini bahwa orang dengan sistem kekebalan tubuh yang tinggi bakal terhindar dari infeksi penyakit menular. Asumsinya, apabila virus tak mampu menembus orang yang kebal, maka pandemi ini bisa segera berakhir.
Walau bagaimanapun, herd immunity hanya dapat diwujudkan pada populasi yang sudah dipastikan kebal terhadap penyakit menular. Ahli epidemiologi di Harvard T. H. Chan School of Public Health menegaskan bahwa wabah tak bisa dilawan hanya dengan herd immunity yang ada pada segelintir orang.
Herd imunity terbukti bekerja saat melawan wabah penyakit campak. Semakin banyak orang tertular maka semakin banyak pula orang yang kebal dan memperoleh herd imunity dalam tubuhnya.
Sejumlah pejalan kaki mengenakan masker saat berjalan di London, Inggris. Foto: AFP/TOLGA AKMEN
Satu orang yang menderita campak misalnya, dapat menginfeksi hingga 18 orang lain dalam populasi yang rentan. Untuk mendapatkan tingkat penularan hingga mencapai kurang dari satu, hampir semua orang dalam populasi perlu bertindak sebagai penyangga antara orang yang terinfeksi dan host potensial baru. Itulah sebabnya campak membutuhkan kekebalan kelompok yang tinggi, yakni sekitar 95 persen.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang ada sejauh ini menunjukkan bahwa virus corona memiliki tingkat infeksi yang lebih rendah dibandingkan campak, dengan rata-rata setiap orang yang terinfeksi menularkannya ke dua atau tiga orang baru. Ini berarti bahwa kekebalan kelompok harus dicapai ketika sekitar 60 persen populasi menjadi kebal terhadap COVID-19.

Plus minus herd immunity

Dalam vaksin, sudah tercipta sebuah “senjata” yang dirancang khusus untuk melawan penyakit. Artinya, tubuh kita tak perlu lagi berjuang untuk menaklukannya.
Itulah mengapa herd immunity idealnya diperoleh melalui vaksin bukan dari infeksi yang mengharuskan seseorang menderita penyakit menular terlebih dahulu.
Sebagai contoh, ada sekitar 30 persen kasus campak yang menyebabkan komplikasi seperti kejang, pneumonia, dan ensefalitis, sehingga mengakibatkan sekitar dua kematian dari setiap 1.000 kasus di AS. Mengekspos seluruh populasi campak akan menjadi cara berbahaya untuk menumbuhkan herd immunity di antara para penyintas.
Ilustrasi Campak. Foto: Shutter Stock
Tetapi hal tersebut tidak pernah terjadi pada herd immunity yang muncul melalui penularan penyakit. Dalam kasus cacar air misalnya, beberapa orang tua dengan sengaja menularkan penyakit tersebut kepada anak-anak di masa kanak-kanak mereka daripada di masa dewasa.
ADVERTISEMENT
Karena pada masa itu penyakit cacar air dianggap tidak terlalu berisiko.
"Kendalanya dalam kasus virus corona karena belum ada yang pernah mengalaminya, tanpa memandang usia," kata Gostic dari University of Chicago. Kasusnya seolah-olah seperti cacar air yang baru saja muncul untuk pertama kalinya, membuat orang dewasa lebih rentan terhadap kasus-kasus yang lebih parah yang datang seiring bertambahnya usia.
Memiliki herd immunity juga bukan seseorang bisa 100 persen terhindar dari penyakit menular. Tak peduli berapa banyak orang yang divaksinasi tetanus, apabila seseorang yang tidak divaksinasi menginjak benda berkarat, mereka masih berisiko terinfeksi, karena tetanus tinggal di reservoir di luar tubuh manusia. Infeksi harus ditularkan di antara orang-orang agar kekebalan kelompok memiliki efek perlindungan.
ADVERTISEMENT

Seberapa penting peran herd immunity dalam kasus virus corona?

Gaunt menjelaskan sudah ada empat jenis virus dari keluarga besar corona yang berhasil menjangkiti manusia. Semua menyebabkan flu ringan sebagai respons bahwa tubuh manusia tak sanggup menampung virus-virus itu dalam waktu yang lama.
Jika virus corona jenis baru yang teridentifikasi sebagai SARS-CoV-2 punya cara kerja serupa, itu berarti bahwa orang perlu berulang kali divaksinasi atau terinfeksi agar herd immunity dapat dipertahankan.
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Beberapa laporan menyebutkan reinfeksi virus corona terjadi pada orang yang telah dinyatakan pulih. Namun, sebenarnya belum jelas apakah ini adalah kasus infeksi ulang. Karena kemungkinan besar mereka ini justru orang-orang yang mampu memelihara virus tersebut dalam waktu yang lama.
ADVERTISEMENT
Apabila seseorang yang pulih dapat kembali terjangkit dalam waktu yang singkat, maka kita tak perlu berharap banyak bahwa pandemi corona akan mengalami penurunan hebat dalam jumlah kasus yang terjadi di bagian dunia tertentu.
Bahkan jika ada vaksin yang berhasil dikembangkan, akan selalu ada sebagian kecil orang yang divaksinasi tetapi tidak mengembangkan kekebalan tubuh. Dan jika kekebalan terhadap virus corona baru ini berumur pendek sehingga memerlukan vaksinasi berulang, itu akan menghadirkan beberapa tantangan logistik tambahan.
Sementara itu, kebijakan terbaik untuk mengendalikan penyebaran virus corona untuk saat ini adalah dengan menerapkan social distancing, itulah sebabnya banyak profesional medis merasa lega ketika pemerintah AS dengan cepat mengubah strateginya.
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
ADVERTISEMENT