Benarkah Obat Rp 5.000-an Ivermectin Bisa Buat Terapi Covid? Ini Faktanya

22 Juni 2021 11:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi IVERMECTIN, obat cacingan yang disebut-sebut efektif mengatasi COVID-19. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi IVERMECTIN, obat cacingan yang disebut-sebut efektif mengatasi COVID-19. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Usai Remdesivir dan Hidroksiklorokuin, terbitlah Ivermectin. Obat tersebut, yang sekarang tengah dibuat PT Indofarma (Persero) Tbk, anak perusahaan farmasi BUMN, dan dibanderol sangat murah cuma Rp 5 ribuan, diklaim efektif mengatasi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Efektivitas Ivermectin untuk mengatasi COVID-19 diungkapkan Menteri BUMN Erick Thohir, ketika mengunjungi PT Indofarma (Persero) Tbk, Senin (21/6). Ivermectin juga telah mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dengan diperolehnya izin edar BPOM dengan nomor registrasi GKL2120943310A1, PT Indofarma siap memproduksi 4 juta tablet Ivermectin 12 mg per bulan.
Erick menilai sudah banyak dokter-dokter ahli yang nantinya bisa memberi rujukan dalam penggunaan Ivermectin untuk terapi penyembuhan.
“Untuk yang ringan itu dipergunakan pada hari pertama, ketiga, dan kelima. Itu kurang lebih karena ini 12 mg atau kelipatan badan kita 25 kg. Jadi dipakai 2 sampai 3 butir per hari pada saat terapi. Untuk yang kategori sedang, hari pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima harus menggunakan secara teratur tapi hanya 5 hari,” terang Erick, Senin (21/6).
ADVERTISEMENT
“Tapi diingatkan ini hanya terapi, bukan obat COVID-19. Ini bagian salah satu terapi, seperti juga Pavirafir atau Oseltamivir, itu untuk antiviral tapi dalam kondisi yang memang sudah menuju berat,” tambahnya.
Ilustrasi IVERMECTIN, obat cacingan yang disebut-sebut efektif mengatasi COVID-19. Foto: Shutter Stock
Lantas, obat seperti apa Ivermectin? Benarkah efektif mengobati pasien COVID-19?
BPOM menjelaskan, Ivermectin adalah jenis obat-obatan antelmintik yang digunakan untuk mengobati infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis) atau terkadang dipakai untuk mengatasi scabies atau kudis.
Obat ini diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg Berat Badan dengan pemakaian 1 (satu) tahun sekali. Ivermectin termasuk obat-obatan keras sehingga pembelian dan penggunaannya harus dengan resep dokter.
Penggunaan secara bebas tanpa pengawasan dokter akan memberi efek samping yang beragam. Efek samping tersebut antara lain adalah nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
ADVERTISEMENT
Sementara Profesor Zubairi Djoerban, Ketua Satgas COVID-19 IDI, menjelaskan bahwa obat Ivermectin menjadi populer pasca-studi yang dilakukan di Australia menyebut Ivermectin dapat menghambat perkembangan SARS-CoV-2. Studi itu mengatakan, Ivermectin bekerja dengan cara menghambat protein yang membawa virus penyebab COVID-19 ke dalam inti tubuh manusia.
“Hal ini yang kemudian diyakini bahwa Ivermectin mencegah penambahan jumlah virus di tubuh sehingga infeksi tidak makin parah. Persoalannya studi ini baru dilakukan terhadap sel-sel yang diekstraksi di laboratorium. Uji coba Ivermectin pada tubuh manusia belum dilakukan,” tulis Prof Zubairi dalam akun Twitter-nya, yang telah memberi izin untuk dikutip oleh kumparanSAINS.
Faktanya, Australian Government Department of Health, menyebut bahwa saat ini belum ada bukti kuat yang mendukung penggunaan Ivermectin untuk mencegah atau mengobati COVID-19. Mereka mengatakan, perlu dilakukan uji klinis lebih lanjut kepada manusia untuk membuktikan apakah Ivermectin efektif mengobati COVID-19 atau bahkan sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Studi berikutnya, tulis Prof Zubairi, adalah di Bangladesh yang juga mengeklaim Ivermectin dapat mempercepat proses pemulihan pasien COVID-19. Namun penelitiannya juga terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Ivermectin efektif mengobati COVID-19.

Kata EMA dan FDA, BPOM Eropa dan AS, soal Ivermectin untuk terapi pasien COVID-19

Begitupun European Medicines Agency (EMA) dan Food and Drug Administration (FDA), lembaga pengawas obat di Eropa dan AS, yang belum mengizinkan penggunaan Ivermectin pada pasien COVID-19. EMA sendiri telah meninjau beberapa studi terkait penggunaan ivermectin.
Berdasarkan studi laboratorium menemukan bahwa Ivermectin memang dapat memblokir replikasi virus SARS-CoV-2. Namun, ini diberikan pada dosis tinggi melebihi dosis yang diizinkan.
Pada gilirannya, EMA menyatakan bahwa sebagian besar studi yang ditinjau memiliki keterbatasan. Mereka belum menemukan bukti cukup untuk mendukung penggunaan Ivermectin pada COVID-19 di luar uji klinis.
Ilustrasi virus Corona. Foto: Shutter Stock
“EMA telah meninjau bukti terbaru tentang penggunaan ivermectin untuk pencegahan dan pengobatan COVID-19 dan menyimpulkan bahwa data yang tersedia tidak mendukung penggunaannya untuk COVID-19 di luar uji klinis yang dirancang dengan baik,” tulis EMA sebagaimana dikutip dari situs resminya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan FDA? Lembaga tersebut juga tampaknya memiliki kesimpulan yang sama dengan EMA. Bahkan, FDA cenderung melarang penggunaan Ivermectin dalam dosis besar karena dapat berakibat fatal, termasuk digunakan untuk mengobati COVID-19.
“FDA belum menyetujui Ivermectin untuk digunakan dalam mengobati atau mencegah COVID-19 pada manusia. Ivermectin disetujui pada dosis yang sangat spesifik untuk beberapa cacing parasit, dan ada formulasi topikal (pada kulit) untuk kutu kepala dan kondisi kulit seperti rosacea. Ivermectin bukan antivirus,” tulis badan tersebut.
Dengan begitu, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Ivermectin dapat digunakan sebagai obat terapi COVID-19.
“Prinsipnya, studi Ivermectin sebagai obat Covid-19 masih sangat terbatas dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Pun, bisa saja nanti Ivermectin digunakan ketika studi terbaru menemukan bukti yang cukup. Kan tidak menutup kemungkinan itu juga,” papar Prof Zubairi.
ADVERTISEMENT