Bisakah Hujan Buatan Kurangi Polusi Udara Jakarta?

29 Agustus 2023 13:44 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto kondisi polusi udara Jakarta pada pukul 15:15 WIB pada Jumat (18/8/2023).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Foto kondisi polusi udara Jakarta pada pukul 15:15 WIB pada Jumat (18/8/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait mulai melakukan berbagai cara untuk mengatasi polusi udara yang tengah menjadi sorotan di Jabodetabek. Salah satunya dengan memodifikasi cuaca untuk menghasilkan hujan buatan.
ADVERTISEMENT
Apakah cara tersebut efektif menekan polusi udara Jakarta?
Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto, menjelaskan partikulat polutan macam PM10 atau PM2.5 pada dasarnya akan mengambang di udara hingga akhirnya mengendap ke permukaan tanah setelah bercampur dengan air atau uap air karena beratnya bertambah dan terpengaruh oleh gaya gravitasi.
Proses pengendapan polutan ini ada dua cara, pertama pengendapan secara kering (oleh berat dari partikel polutan sendiri) dan secara basah (tercampur dengan air atau kabut). Selama ini yang paling efektif meluruhkan polutan di udara yakni air hujan yang dikenal sebagai proses rain washing (pencucian udara).
Ketika hujan sudah lama tidak terjadi karena faktor musim kemarau, maka beberapa teknologi membasahi udara dengan air seperti hujan buatan atau water bombing dari udara bisa jadi pilihan. Opsi tersebut menjadi tindakan darurat atau emergensi yang bisa dilakukan untuk menurunkan tingginya polusi udara.
ADVERTISEMENT
"Membasuh udara dengan air melarut-luruhkan partikel polusi dari atas ke bawah," kata Siswanto saat dihubungi kumparanSAINS, Senin (28/8).
Ilustrasi hujan deras. Foto: Shutterstock

Semprot Air ke Jalan Kurang Efektif Tekan Polusi Udara

Selain modifikasi cuaca, pemerintah juga melakukan penyemprotan jalan dengan menggunakan kendaraan taktis water canon. Namun, cara tersebut diragukan efektivitasnya dalam menanggulangi polusi udara.
Alih-alih berkurang, semprot jalan menggunakan water canon justru bisa membuat polusi Jakarta makin parah.
ADVERTISEMENT
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh dr. Erlina Burhan, dokter spesialis paru di RSUP Persahabatan, di akun medial sosial X (dulu namanya Twitter) pribadinya. Dia mengatakan menyemprot jalan raya dengan menggunakan air bertekanan tinggi tidak efektif menurunkan polusi udara karena partikel yang berada di ketinggian tidak semua terjangkau.
Studi yang dilakukan di China dan terbit di Sciencedirect juga menunjukkan, menyemprot jalan dengan air bertekanan tinggi justru dapat meningkatkan konsentrasi PM2.5, sehingga menciptakan sumber baru aerosol antropogenik dan polusi udara.
Penjelasan sederhananya begini, polusi udara mengandung partikel kecil yang disebut PM2.5 dan PM10, serta polusi dari hasil pembakaran energi sulfur oksigen (SO2). Tekanan tinggi air bisa memecah partikel polusi jadi lebih halus, sehingga membuat polutan lebih mudah masuk ke dalam organ pernapasan manusia.
ADVERTISEMENT

Dampak Hujan Buatan Sementara, Sumber Penyebab Polusi Harus Diatasi

Oleh karena itu, daripada semprot jalan pakai water canon, cara lain yang sesuai dengan prinsip melarut sekaligus meluruhkan polusi dari udara adalah dengan melakukan penyemprotan halus dari atap gedung tinggi, terutama di wilayah super padat dan sibuk transportasi atau dekat sumber polusi seperti pabrik industri atau PLTU. Bisa juga dengan cara modifikasi cuaca atau membuat hujan buatan.
Cara modifikasi cuaca ini sudah dilakukan oleh beberapa negara yang juga memiliki masalah polusi, seperti India, Korea Selatan, dan China. China, misalnya, negara ini sangat mengandalkan metode penyemaian awan untuk menurunkan hujan buatan.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tsinghua University menyebut bahwa operasi penyemaian awan berhasil menurunkan polusi udara beberapa jam sebelum perayaan ulang tahun ke-100 Partai Komunis pada 2021 lalu. Penyemaian awan sendiri adalah teknik modifikasi cuaca, yang melibatkan bahan kimia ditabur ke atmosfer Bumi untuk menumbuhkan awan hujan.
Metode modifikasi cuaca. Foto: Dok. BPPT
Riset yang terbit di jurnal Environmental Science menjelaskan, hujan buatan hasil dari operasi penyemaian awan yang berlangsung selama 2 jam sebelum pesta Partai Komunitas dimulai berhasil menurunkan lebih dari dua pertiga polutan udara PM2.5 yang saat itu menjadi masalah nyata.
ADVERTISEMENT
Hujan juga berhasil mengubah indeks kualitas udara berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dari level “sedang” menjadi “baik”. Namun, perbaikan kualitas udara di China ini dibarengi dengan penutupan pabrik sumber polusi beberapa hari menjelang acara ulang tahun. Dengan begitu, hujan buatan dilakukan untuk membersihkan polusi yang masih tersisa di udara.
Sementara itu, penelitian lain yang terbit di Springerlink menunjukkan, dua percobaan penyemaian awan untuk mengurangi konsentrasi debu halus di Korea Selatan, tepatnya di Gyeonggi-do, Seoul, dan Gangwon-do, berhasil menurunkan konsentrasi partikel polutan PM10. Sayangnya, eksperimen tersebut tidak mengukur partikel yang lebih kecil seperti PM2.5.
Ada peluang hujan buatan memang bisa menurunkan polusi udara, meski sifatnya hanya sementara. Bagaimanapun, satu-satunya cara mengatasi polusi udara Jakarta adalah dengan membereskan sumber polusinya, termasuk industri PLTU batu bara dan transportasi, yang diduga jadi penyumbang polusi terbesar di Jabodetabek.
ADVERTISEMENT
"Untuk tindakan jangka panjangnya, pengetatan dan pengontrolan volume kendaraan di perkotaan, kebijakan dan program clean air (udara bersih) yang diterapkan secara disiplin kepada industri sumber polusi, misalnya, PLTU, PLTD, dan industri lain, serta pelaksanaan AMDAL (analisis dampak lingkungan) yang lebih ketat dan efektif," tambah Siswanto.
"Transformasi energi menuju pemakaian masif energi terbarukan pada semua sektor, dan menggalakkan RTH (ruang terbuka hijau) dan solusi alami lainnya untuk menyerap lebih efektif partikel polusi dan GRK (gas rumah kaca) di udara."