Botswana Cabut Larangan Berburu Gajah

28 Mei 2019 19:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gajah di taman nasional Afrika Selatan Foto: AFP/Issouf Sanogo
zoom-in-whitePerbesar
Gajah di taman nasional Afrika Selatan Foto: AFP/Issouf Sanogo
ADVERTISEMENT
Botswana secara resmi telah mencabut larangan berburu gajah setelah lima tahun menerapkan kebijakan percobaan tersebut. Dalam pernyataan resmi yang disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Pariwisata Botswana pada 22 Mei lalu, para pejabat di negara tersebut mengatakan keputusan untuk menghapus larangan itu dibuat setelah mereka melakukan "konsultasi luas dengan semua pemangku kepentingan.”
ADVERTISEMENT
Langkah dari pemerintah Botswana tersebut menuai kritik dari para aktivis lingkungan yang khawatir akan terjadi peningkatan perburuan gading. Botswana merupakan rumah bagi sekitar 130.000 gajah. Jumlah tersebut adalah sekitar sepertiga jumlah semua gajah di Afrika.
Botswana juga telah cukup lama menjadi tempat berlindung yang aman bagi gajah. Negara itu cukup berbeda dengan negara lainnya di Benua Afrika yang telah mengalami penurunan drastis populasi gajah dalam dekade terakhir, terutama akibat perburuan gading.
Kendati dikenal sebagai negara yang ramah bagi gajah, klaim "aman" yang disematkan pada Botswana sebetulnya layak untuk dipertanyakan. Ada beberapa pengecualian, misalnya ketika Elephants Without Borders, organisasi konservasi gajah, melakukan survei dan mengklaim telah menemukan pembantaian gajah dalam jumlah besar di Botswana. Elephants Without Borders melaporkan bahwa pada September 2018 ada sekitar 87 gajah yang terbunuh di Botswana.
Gajah dengan gading yang cukup besar. Foto: Poswiecie via pixabay
Para ilmuwan dan pejabat pemerintah di Botswana membantah klaim dari Elephants Without Borders tersebut. Mereka mengatakan angka dalam hasil survei tersebut telah dilebihkan-lebihkan.
ADVERTISEMENT
Larangan berburu gajah di Botswana sendiri awalnya diberlakukan pada tahun 2014 oleh mantan presiden dan aktivis konservasi Ian Khama. Sayangnya, kebijakan tersebut tidak didukung penuh oleh presiden selanjutnya, Mokgweetsi E.K. Masisi. Pada 2018 lalu Masisi telah membentuk sebuah komite untuk membahas dampak ekonomi dan dampak lainnya dari larangan tersebut.
Dan pada 22 Mei kemarin Masisi akhirnya mencabut larangan berburu gajah tersebut dengan dalih peningkatan jumlah gajah telah meningkatkan konflik antara gajah dengan manusia. Keputusan pemerintah diperkuat oleh kekeringan pada saat ini yang telah mendorong gajah untuk mencari air ke daerah baru yang dihuni oleh manusia. Hal ini meningkatkan jumlah kontak hewan bertubuh besar tersebut dengan manusia sehingga mengancam kehidupan manusia, tanaman, dan properti.
Gajah saling berpelukan. Foto: baluda via pixabay
Dilansir Live Science, komite yang dibentuk oleh Masisi, yang di dalamnya terdapat pihak berwenang setempat, masyarakat yang terkena dampak gajah, para ahli konservasi dan para peneliti, telah mencapai kesepakatan bersama bahwa larangan perburuan gajah memang harus dicabut. Mereka berjanji akan mengontrol perburuan "secara tertib dan etis", meski para pejabat tidak mengatakan bagaimana caranya.
ADVERTISEMENT
Atas keputusan ini, banyak pihak kemudian mengkritik pemerintah Botswana. Salah satu yang bersuara lantang adalah Paula Kahumbu, CEO organisasi nirlaba Wildlife Direct.
Kahumbu melalui akun Twitter-nya mengatakan, "Berburu gajah di Botswana tidak akan mengurangi konflik gajah dengan manusia. Itu karena tidak ada pemburu yang ingin mengejar atau mengusir gajah di desa saja, mereka hanya menginginkan gading yang besar."
Selain itu, Kahumbu juga mengatakan, perburuan gajah sebenarnya hanya akan menyebabkan stres serius yang membuat gajah jauh lebih berbahaya. Hal ini hanya akan menggiring pada pembantaian massal gajah berikutnya.